Pertanyaan:
Bagaimana diselesaikan kontradiksi yang mengatakan bahwa orang bila telah ditegakkan hujjah atasnya, maka ia kafir sedang tidak ada satupun padanya mawani’ takfir dengan sikap Ibnu Taimiyyah rahimahullah saat menegakkan hujjah terhadap jahmiyyah namun demikian beliau tidak mengkafirkan mereka secara individu-individunya, dan begitu al-Imam Ahmad rahimahullah dan sikapnya terhadap mu’tazilah. Padahal sesungguhnya hujjah telah ditegakkan atas mereka, bahkan mereka itu ulama dalam bahasa dan dien ini.
Saya minta dijawab secepatnya karena ia adalah masalah yang maih membingungkan saya, dan kami sedang mengkaji kitab antum al-‘Udzru bil-Jahli.
Karena di bawah masalah ini banyak orang akan berpendapat untuk meng-‘udzur (banyak pelaku syirik) termasuk para thaghut dengan dalih bahwa mereka itu dipaksa atas hal itu oleh Amerika dan yang lainnya, atau bahwa mereka itu jahil. Kemudian bila engkau berkata, “Kejahilan mereka itu tertolak,” maka kami berkata, “Dan kejahilan Ma’mun juga lebih utama untuk ditolak, karena dia di atas dasar ilmu.”
Jazakumullah Khairan
Jawaban:بسم الله والحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه.
Akh al-Fadhil,
As Salaamu ‘Alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuhu
Berkaitan dengan al-‘udzru bil-jahli, maka sesuai tahqiq (penelitian akan dalil), sesungguhnya ia hanya dianggap dalam masaail khafiyyah atau dalam masalah yang terkadang dan membutuhkan pada penjelasan dan penerangan. Dan dianggap pula pada orang yang baru masuk Islam atau tinggal di pedalaman yang jauh atau di pulau terpencil, maka macam orang ini bila memiliki ASHLUL ISLAM (TAUHID/ TIDAK LAKUKAN SYIRIK AKBAR) maka sesungguhnya dia di-‘udzur dalam hal yang ia keliru di dalamnya, yaitu masalah-masalah yang tidak diketahui kecuali lewat hujjah risaliyyah.
Dan al-jahl (kejahilan) tidak dianggap penghalan (mani’) dari takfir dalam masalah-masalah yang jelas lagi nyata yang diketahui secara pasti dari dienullah dan yang mana (manusia) termasuk yahudi dan nasrani dan kaum kafir lainnya mengetahui hukum Allah di dalamnya!! Seperti penyekutuan terhadap Allah Ta’ala serta menjadikan tuhan-tuhan bersama-Nya dan tandingan-tandingan selain-Nya; maka kejahilan dalam keadaan ini adalah hujjah atas seseorang bukan hujjah baginya, karena ia adalah jahl i’radl (bodoh keberpalingan) dari peringatan yang telah tegak dengan kitabullah dan yang mana semua Rasul diutus dengannya, bukan kejahilan orang yang belum sampai risalah kepadanya atau kejahilan orang yang tidak memiliki kesempatan dari mengetahui al-haqq karena suatu udzur dari udzur-udzur syar’iy. Dan Allah Ta’ala telah berfirman, “Dan orang-orang yang kafir telah berpaling dari apa yang diperingatkan kepada mereka.” (al-Ahqaf: 3)
Kemudian bagaimana bila itu ditambah sikap memerangi dienullah, menolaknya, mengganti hudud-Nya dan hukum-hukum-Nya, serta imtina’ (menolak) dari (menerapkan) syariat-Nya dengan kekuatan dan senjata, seperti realita para thaghut masa sekarang?
Oleh sebab, sesungguhnya meng-qiyas-kan keadaan para thaghut kekafiran yang berhukum dengan selain apa yang telah Allah turunkan yang menolak (menerapkan) syariat Allah, yang memerangi dienullah dan wali-wali-Nya lagi tawalli kepada musuh-musuh Allah, serta menyamakan kekafiran-kekafiran mereka yang nyata yang berlapis-lapis lagi beraneka ragam dengan bid’ah-bid’ah jahmiyyah dan mu’tazilah terdahulu adalah qiyas yang keliru karena perbedaan-perbedaan yang banyak lagi nyata jelas antara bid’ah-bid’ah itu yang terkadang samar/ isykal atas sebagian manusia karena kesamaran dalil atas mereka dengan kekafiran para thaghut yang nyata dan kemusyrikan mereka yang terang.
Dan klaim bahwa al-Imam Ahmad dan Ibnu Taimiyyah tidak mengkafirkan jahmiyyah yang mana mereka itu ulama dalam lughah (bahasa) dan dien, adalah tertolak dengan apa yang diriwayatkan dari al-Imam Ahmad bahwa beliau membedakan antara para tokoh jahmiyyah dan du’at mereka dengan kalangan awam mereka. Dimana telah diriwayatkan dalam satu riwayat dari beliau bahwa beliau mengkafirkan para du’at mereka dan para juru ceramah serta ulama mereka tanpa kalangan awamnya.
Adapun memberikan udzur bagi para thaghut bahwa mereka itu dipaksa untuk berhukum dengan selain apa yang telah Allah turunkan oleh Amerika dan yang lainnya, maka ia adalah peng-udzur-an yang gugur dan tidak layak bagi thalibul ‘ilmi menyia-nyiakan waktu dalam membantahnya.
Peng-udzur-an ini dan juga klaim udzur mereka dengan kebodohan adalah alasan-alasan dan sifat-sifat yang mana para thaghut itu sendiri sama sekali tidak rela disifati dengan sifat-sifat itu, bahkan mereka itu memberi sanksi dan memenjarakan orang yang mencap mereka taba’iyyah (manut/ mengekor) dan ‘umalah (antek/ boneka) bagi Amerika. Dan mereka juga menganggap pencapan bodoh dan yang lainnya terhadap mereka sebagai hinaan dan kelancangan yang mana undang-undang kafir mereka memberikan atasnya hukuman yang bisa sampai dalam undang-undang keamanan negara pada hukuman tiga tahun penjara. Kemudian bersama ini datang sebagian orang-orang dungu yang pura-pura buta dari realita untuk membela-bela dan membentengi para thaghut itu dengan udzur-udzur yang mana para thaghut itu sendiri tidak menerimanya dan tidak rela dengannya bahkan mereka menganggapnya sebagai penghinaan dan memberikan sanksi atasnya!! Maka sewajibnya adalah mengambil ucapan-ucapan mereka sendiri dalam hal itu bukan ucapan-ucapan para pembela mereka (al-mujâdilîn ‘anhum), karena orang itu lebih mengetahui akan dirinya sendiri!!
Kemudian sesungguhnya pencari ilmu yang bisa membedakan yang mengetahui apa yang dituturkan ulama dalam batasan ikrah dan syarat-syaratnya agar diterima dan dianggap sebagai mani’ (penghalang) dari takfir, dia mengetahui bahwa realita mereka sama sekali tidak ada kaitan dengan ikrah.
Di antara syarat-syarat itu, orang yang dipaksa itu tidak bisa membela dirinya walaupun dengan melarikan diri. Terus siapa yang memaksa para thaghut itu untuk memegang kekuasaan saat mereka berkuasa? Semua mengetahui bahwa mereka mengerahkan semua yang mereka miliki berupa berbagai metode pengkhianatan, tipu daya, muslihat, pembunuhan, penindasan terhadap rakyatnya, bahkan terhadap karib kerabat mereka, bapak-bapaknya, dan saudara-saudaranya dalam rangka mencapai tampuk kekuasaan dan kursi kepemimpinan! Sudah maklum oleh semua bahwa tidak ada seorangpun yang memaksa mereka atas hal itu, bahkan sesungguhnya kekuasaan mereka itu diktator yang memaksa masyarakat di dalamnya untuk loyalitas kepada mereka serta memaksanya untuk masuk dalam peribadatan terhadap mereka dan tunduk kepada undang-undang mereka. Kemudian taruhlah mereka itu dipaksa untuk memegang kekuasaan di negeri kita—padahal ia itu tidak benar—, maka siapa yang memaksa mereka untuk terus tetap berada di kursi kekuasaan seandainya memang mereka dipaksa untuk menelantarkan syariat Allah di masa kekuasaan yang sangat panjang ini? Dan siapa yang memaksa mereka untuk memonopoli kekuasaan dan tidak melepaskannya selama mereka hidup, bahkan mewariskannya kepada anak cucunya?
Dan di antara syarat-syarat untuk keabsahan ikrah yang dituturkan para ulama adalah si mukrah itu tidak keterusan, yaitu dia melakukan tambahan yang melebihi apa yang diminta darinya, sedangkan para thaghut itu seandainya memang mereka dipaksa untuk menelantarkan syariat Allah! Namun siapa yang memaksa mereka untuk memerangi dienullah? Dan siapa yang memaksa mereka untuk memerangi wali-wali-Nya? Dan siapa yang memaksa mereka untuk memperolok-olokkan dienullah serta legalitas bagi kaum yang memperolok-olok? Dan siapa yang memaksa mereka untuk membolehkan riddah serta kekafiran dan melindunginya? Dan siapa yang memaksa mereka untuk menjadikan dari golongan mereka para pembuat hukum/ undang-undang dan tuhan-tuhan yang diibadati selain Allah? Dan siapa yang memaksa mereka untuk menjadikan demokrasi sebagai dien (sistem)? Dan siapa.. dan siapa.. dan siapa..??
Semua ini adalah klaim yang gugur yang dibatalkan oleh realita, dan mereka sendiri sebagaimana yang telah kami katakan tidak mengakui hal itu. Mereka tidak mengakui klaim ikrah yang mana kaum mujahidin meng-udzur mereka dengannya, bahkan mereka selalu merasa bangga dan mendengung-dengungkan kemerdekaan mereka serta menyatakan dengan terang-terangan bahwa mereka tidak mengekor kepada siapapun! Dan tidak seorang pun campur tangan terhadap politik dalam negeri mereka bahkan politik luar negerinya!! Dan bahwa mereka memiliki kekuasaan muthlaq dan sempurna di atas negeri, tanah air, dan rakyat mereka. Sebagaimana mereka merasa bangga bahwa mereka telah memberikan UUD untuk bangsanya!! Mereka memujinya dan menjadikannya bagian terbesar yang mereka persembahkan dan dipersembahkan oleh bapak-bapak kepada bangsanya, dengan klaim bahwa ia menjamin hak-hak bangsanya dan berisi puncak keadilan. Mereka tidak bara’ darinya atau mengklaim bahwa ia dipaksakan atas mereka atau bahwa mereka dipaksa untuk menerapkannya sebagaimana yang diklaim orang-orang dungu yang membela-bela mereka!
Dan sewajibnya sebagaimana yang telah kami katakan sebelumnya adalah mengedepankan ucapan mereka sendiri terhadap klaim al-mujâdilîn ‘anhum, karena seseorang lebih paham dan lebih tahu akan dirinya.
Dan demi Allah, sesungguhnya saya memandang bahwa termasuk penyia-nyiaan waktu dan tenaga terhanyut dalam membantah kedunguan yang terbuka dan kebatilan yang nyata ini, dan seandainya saudara penanya tidak menyebutkan tentulah kami tidak bakal sedikitpun menyinggungnya.
Dan itu dikarenakan para thaghut hukum pada zaman kita ini kafarah (kafir), memerangi dienullah, lagi mumtani’un (menolak) dengan senjatanya dari (menerapkan) syariat Allah, sedangkan pendapat yang shahih yang ditetapkan oleh ahlul ‘lmi bahwa kafir muharib lagi mumtani’ itu tidak wajib padanya istitâbah atau penegakan hujjah atau mencari kejelasan syarat-syarat dan mawani’. Dan silakan lihat dalam penjelasan ini ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimir Rasul karya Ibnu Taimiyyah rahimahullah. Saya memohon kepada Allah Ta’ala agar Dia memahamkan kami dan engkau akan dien kita dan mengajarkan kepada kita apa yang manfaat bagi kita dan menjadikan kita bagian dari anshar dien-Nya.
Was Salaamu ‘Alaikum wa Rahmatullaahi wa Barakaatuhu
Abu Muhammad Al Maqdisiy
Tidak ada komentar:
Posting Komentar