Pages

Surat Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Kepada Kaum Muslimin (Tarikh Nejed 309, Surat ke 10)

Oleh: Sayikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah
Beliau kirim kepada penduduk Riyad dan Manfuhah, dan saat itu beliau tinggal di Uyainah. Dan beliau kirim juga kepada Abdullah Ibnu Isa Qadliy negeri Dir’iyyah agar memberikan komentar di bawahnya dengan komentar yang di pandangnya perlu supaya hal itu menjadi sebab penerimaan orang–orang jahil dan para pengekor.


Dari Muhammad Ibnu Abdil Wahhab kepada semua kaum muslimin yang sampai kepadanya surat ini.
Asalamu’alaikum wa rahmatullah wa barakatuh, wa ba’du
Allah ta’ala berfirman: “Dan orang–orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu di terima maka bantahan mereka itu sia–sia saja, di sisi Tuhan mereka, Mereka mendapat kemurkaan (Allah) dan bagi mereka azab yang sangat keras” (Asy Syura: 16). Itu di karenakan sesungguhnya Allah telah mengutus Muhammad  saw agar ia menjelaskan kepada manusia kebenaran dari kebatilan, maka beliau saw menjelaskan kapada manusia apa yang mereka butuhkan dalam urusan agama mereka dengan penjelasan yang sempurna. Dan beliau saw tidak meninggalkan dunia sampai beliau meninggalkan manusia di atas keterangan yang jelas malam nya seperti siang.
Bila engkau telah mengetahui hal itu, maka syaiton–syaiton dari kalangan manusia bejat itu– yang membantah agama Allah setelah agama itu di terima–bila mereka melihat orang yang mengajari manusia syahadat laa ilaaha illallaah yang di perintahkan Muhammad saw dan apa yang beliau larang berupa pengultusan makhluk–makhluk yang shaleh dan yang lainnya, maka mereka bangkit membantah dan membuat pengkaburan terhadap  manusia serta mengatakan: Bagaimana kalian mengkafirkan kaum muslim? bagaimana kalian menghina orang–orang yang sudah meninggal? keluarga si fulan ini suka memuliakan tamu, keluarga si fulan ini suka melakukan ini dan itu…” dan maksud mereka dengan sikap ini agar tidak jelas makna laa ilaaha illallah dan agar tidak jelas pengkultusan sholihin perihal manfaat dan madlarat serta penyeruan mereka itu adalah kekafiran yang mengeluarkan dari millah; terus (supaya manusia tidak) mengatakan kepada mereka: sesungguhnya kalian sebelum itu adalah orang-orang bodoh, kenapa kalian tidak memerintahkan hal itu kepada kami?.
Dan saya mengabarkan kepada kalian tentang diri saya: Demi Allah yang tidak ada ilah (yang hak) kecuali Dia, sungguh saya telah mencari ilmu dan orang yang mengenali saya mnyakini bahwa saya memiliki pengetahuan, dan saya saat itu tidak mengetahui makna “Laa Ilaaha Illallah” dan saya tidak mengetahui dienul Islam sebelum kebaikan yang Allah karuniakan ini; dan begitu juga guru-guru saya, tidak seorang pun di antara mereka mengetahui hal itu. Barang siapa yang mengkalaim dari kalangan ulama “ ‘Aridl” bahwa dia mengetahui makna “Laa Ilaaha Illallah” atau mengetahui makna Islam sebelum waktu ini,atau mengklaim bahwa salah seorang dari guru-gurunya ada yang mengetahui hal itu, maka dia teklah dusta, mengada-ada dan membuat pengkaburan terhadap manusia serta memuji dirinya dengan sesuatu yang tidak ada padanya,. Ssedangkan buti dari hal ini adalah bahwa Abdullah Ibnu Isa- kami tidak mengetahui seorangpun yang lebih hebat darinya di kalangan ulama Nejed, ulama ‘Aridl dan daerah lainnya- (mengetahui hal itu), dan ini ucapannya akan sampai kepada kalian  Insya Allah. Maka bertakwalah kalian kepada Allah wahai hamba-hamba Allah, janganlah kalian takabbur terhadap Rabb dan Nabi kalian,dan memujilah kepada-Nya SWT yang telah mengkaruniakan kepada kalian dan telah memudahkan bagi kalian orang yang telah memperkenalkan kepada kalian ajaran Nabi kalian saw, serta janganlah kalian tergolong orang-orang yang menukar nikmat Allah dengan kekafiran dan menjatuhkan kaumnya ke lembah kebinasaan, yaitu jahannam, mereka masuk kedalamnya; dan itulah seburuk-buruk tempat kediaman.
Bila kalian telah mengetahui hal itu, maka ketahuilah ucapan seseorang,  “Laa Ilaaha Illallah” itu adalah nafyun (penafian/peniadaan) dan itsbat (penetapan), yaitu penetapan uluhiyyah seluruhnya bagi Allah saja, dan penafiannya dari para Nabi, shalihin dan yang lainnya. Dan makna ilahiyyah itu bukan bahwa tidak ada yang menciptakan, tidak ada yang memberikan rizky, tidak ada yang mengatur, tidak ada yang menghidupkan dan tidak ada yang mematikan keculai Allah, karena sesungguhnya orang–orang kafir yang diperangi Rasulullah Saw juga mengakui akan hal ini sebagaimana firman-Nya Ta’ala: ”Katakanlah: siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan dari bumi atau sipakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan? maka mereka akan menjawab: “Allah” Maka katakanlah: “ Maka kenapa kamu tidak bertakwa kepadaNya?“ (Yunus: 31), maka bertafakurlah wahai hamba–hamba Allah tentang apa yang Allah sebutkan tentang orang–orang kafir itu, bahwa mereka itu mengakui hal ini semuanya milik Allah semata tidak ada sekutu bagiNya, akan tetapi kemusyrikan mereka itu adalah karena mereka menyeru para Nabi dan Shalihin, memohon pertolongan kepada mereka, bernadzar untuk mereka dan bersandar kepada mereka seraya menginginkan dari mereka itu bahwa merekalah yang mendekatkan diri mereka itu kepada Allah, sebagaimana yang Allah utarakan perilah mereka itu dalam firman-Nya ta’ala: “Dan orang–orang yang mengambil perlindungan selain Allah (berkata): “kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat–dekatnya.” (Azzumar: 3).
Bila kalian mengetahui hal itu, maka para thoghut yang dikutuskan banyak manusia dari penduduk Kharj dan yang lainnya itu adalah masyhur dengan perbuatan itu di kalangan khusus maupun di kalangan umum, dan bahwa mereka itu memposisikan dirinya untuk hal itu serta memerintahkan manusia untuk melakukannya, (maka) semua mereka itu adalah kuffar murtaddun dari Islam. Barang siapa membela–bela mereka, atau mengingkari terhadap orang yang mengkafirklan mereka, atau mengklaim bahwa perbuatan mereka ini meskipun memang batil namun tidak sampai mengeluarkan mereka kepada kekafiran, maka status minimal orang yang membel-bela ini adalah fasiq, yang tidak diterima tulisannya dan kesaksiannya serta tidak boleh shalat dibelakangnya, bahkan justru dienul Islam tidak sah kecuali dengan berlepas diri dari mereka itu dan mengkafirkannya, sebagaimana firman Allah ta’ala: “Barang siapa kafir kepada thoghut dan beriman kepada Allah, maka dia telah memegang buhul tali yang amat kokoh” (Al baqarah: 256).
Dan yang membenarkan hal ini adalah bahwa bila kalian melihat orang yang menyelisihi pendapat ini dan mengingkarinya, maka ia tidak lepas (dari keadaan): Bisa jadi ia mengklaim bahwa bahwa dia menetahui, katakana kepada dia: hal besar ini tidak bisa dilalaikan, maka jelaskan keapada kami apa yang membuktikan kebenaran kamu dari ucapan ulama bila kamu tidak mengetahui firman Allah dan sabda Rasul-Nya. Kemudian bila dia mengklaim bahwa dia memiliki dalil, maka katakan kepada dia: Tulislah hal itu sehingga kami bisa menyodorkannya kehadapan ahli ilmu dan bisa nampak jelas dihadapan kami bahwa kamu di atas kebenaran sehingga kami mengikutimu, karena Nabi kami saw telah menjelaskan kepada kita al haq dari al bathil.
Dan bila orang yang membela-bela (para thoghut) ini mengakui kebodohannya dan tidak mengakui memiliki ilmu, maka bagaimana kalian wahai hamba-hamba Allah ridlo dengan perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka serta mengeluarkan kalian dari Islam, karena mengikuti seorang yang mengatakan: sesungguhnya saya mengetahui,” kemudian bila kalian meminta dalil kepadanya, ternyata kalian mengetahui bahwa dia itu tidak memiliki sedikitpun ilmu ; atau karena mengikuti seorang yang bodoh, serta kalian berpaling dari taat kepada Rabb kalian serta dari apa yang telah dijelaskan oleh Nabi kalian saw dan ahli ilmu sesudahnya? Dan ingatlah apa yang telah Allah ceritakan kepada kalian dalam kitab-Nya mudah-mudahan kalian mengambil pelajaran, di mana firman Dia berfirman “Dan sesungguhnya kami telah mengutus kepada (kaum) tsamud saudara mereka shaleh (yang berseru): “Sembahlah Allah”. Tetapi tiba–tiba mereka (jadi) dua golongan yang bermusuhan (An–Naml: 45). Dan mereka itu telah Allah  binasakan dengan petir, sedangkan kalian sekarang bila datang pada kalian orang yang memberitahukan perintah Rasulullah saw kepada kalain, tiba-tiba kalian jadi dua golongan yang bermusuhan, maka apakah kalian tidak takut ditimpa adzab seperti apa yang telah menimpa mereka?
Wal hasil bahwa masalah–masalah tauhid bukanlah tergolong           masalah–masalah yang khusus bagi para ulama (ustad-ustad), namun justru mengkajinya atau mempelajarinya fardlu lagi harus atas setiap orang alim dan orang jahil, orang yang sedang ihram dan tidak, serta laki–laki maupun perempuan. Dan saya tidak mengatakan kepada kalian: Ta’atilah saya “Namun saya katakan kepada kalian: bila kalian telah mengetahui bahwa Allah telah menganugerahkan dan mengkaruniakan nikmat atas kalian dengan muhammad saw dan para ulama sesudahnya maka tidak segogyanya kalian membangkang  kepada muhammad saw.
Sedangkan ucapan kalian: sesungguhnya kami mengkafirkan kaum muslimin bagaimana kalian melakukan ini? bagaimana kalian melakukan itu? maka sesungguhnya kami tidak mengkafirkan kaum muslimin, akan tetapi kami hanya mengkafirkan para pelaku syirik (musyrik). Dan begitu juga diantara manusia yang paling sesat adalah kaum shufi di daerah Mi’kal dan daerah lainnya, seperti: anak Musa Ibnu Jau’an, Salamah Ibnu Nafi dan lain–lainnya, yang mana mereka itu mengikuti paham Ibnu ‘Arabiy dan Ibnul Faridl. Sedangkan para ulama menuturkan bahwa Ibnu ‘Arabiy itu termaksud tokoh para penganut paham ittihadiyyah dan mereka itu lebih dahsyat kekafirannya daripada yahudi dan nashrani; maka setiap orang yang tidak masuk ke dalam ajaran (dien) Muhammad saw dan tidak berlepas diri dari paham ittihadiyyah maka dia kafir lagi berlepas diri dari Islam, dan tidak sah sholat dibelakangnya serta tidak diterima kesaksiannya
Dan yang sangat mengherankan adalah bahwa orang yang mengaku berlimu mengklaim bahwa saya tidak mengetahui firman Allah dan sabda Rasun-Nya, bahakan dia mengklaim bahwa saya tidak mengetahui ucapan ulama muta’akhkhirin seperti <<Al Iqna>> dan yang lainnya, sedangkan penulis Al Iqna telah menuturkan bahwa barangsiapa ragu terhadap kekafiran para tokoh dan para masyayikh itu maka dia kafir. Subhanallah…!!! Bagaimana mereka menuturkan banyak hal dalam kitab mereka: bahwa orang yang melakukannya telah kafir,”Dan bersama ini semua mereka mengatakan: Kami inilah orang-orang yang mengetahui dan kamilah pihak yang benar…!!! Namun mereka enggan dari menghadirkannya. Apa dalam hal ini tidak terdapat suatu yang menunjukkan kebodohan dan kesesatan mereka? .
Dan begitu juga di antara bukti kebodohan dan kesesatan mereka itu adalah mereka bila melihat orang yang mengajarkan syahadat Laa Ilaaha Illallah kepada para orang tua dan anak-anak mereka atau orang-orang badui, maka mereka mengatakan: katakana kepada mereka tinggalkanlah yang haram”, dan ini adalah karena sebab dahsyatnya kebodohan mereka, sesungguhnya mereka itu tidak mengetahui kecuali kezaliman kepada harta, dan adapun kezaliman syirik maka mereka tidak mengetahuinya padahal Allah ta’ala telah berfirman “Sesungguhnya syirik itu adalah kezaliman yang sangat besar” (Luqman:13). Dan mana kezaliman-yang bila seseorang melontarkan suatu ucapan darinya, atau memuji para thoghut atau membela-bela mereka maka dia keluar dari Islam meskipun dia itu rajin sholat dan shoum- bila dibandingkan dengan kezaliaman yang tidak mengeluarkan dari Islam, namun ia itu bisa diselesaikan terhadap yang berhak dan bisa saja Allah mengampuninya? sesungguhnya di antara keduanya terdapat perbedaan yang sangat besar.
Dan secara umum, semoga Allah merahmati kalian, bila kalian telah mengetahui yang lalu (yaitu) bahwa Nabi kalian saw telah menjelaskan ajaran ini semuanya, maka ketahuilah bahwa syaithon-syaithon (manusia) itu telah menghalalkan banyak hal yang haram dalam masalah riba dan jual beli serta yang lainnya, dan mereka telah mengharamkan atas kalian banyak hal yang halal, serta mereka telah mempersempit apa yang telah Allah lapangkan. Kemudian bila kalian melihat perbedaan maka bertanyalah tentang apa yang di perintahkan Allah dan Rasul-Nya, dan janganlah kalian mentaati saya dan orang selain saya.
Wa Salaamun ‘Alaikum Warahmatullah


KOMENTAR
ABDULLAH  IBNU  ISA  QADLI  KOTA  DIR’IYYAH

Segala puji hanya bagi Allah yang telah membimbing kami kepada Islam, serta memberikan karunia kepada kami dengan (nikamat) ittiba’ Kepada Muhammad,wa ba’du:
Hamba yang faqir kepada Allah ta’ala Abdullah Ibnu Isa Ibnu Abdirrahman berkata:
       Sesungguhnya kewajiban paling pertama atas setiap laki–laki dan wanita adalah mengetahui syahadat “Laa Ilaaha Illallah” wahdahu laasyarika lah, yang dengannya Allah mengutus seluruh rasul–rasul-Nya, dan dia menurunkan kitab–kitab-Nya yang paling besar atas hamba–hamba-Nya dan lewat lisan Rasul-Nya dalam banyak tempat, di anatranya firman Allah Ta’ala “Dan kami tidak mengutus sebelum kamu seorang rasulpun melainkan kami mewahyukan kepadanya bahwa tidak ada Ilah (yang hak) kecuali Aku, maka beribadahlah kalian kepada-Ku) (Al Anbiya: 25) dan firman-Nya Ta’ala “Dia menurunkan malaikat dengan (membawa wahyu dengan perintah-Nya, yaitu: “peringatan olehmu sekalian, bahwasannya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku maka hendaklah kamu bertakwa kepadaku”. (An – Nahl: 2) dan firmanNya Ta’ala: “dan di antara umat itu ada orang–orang yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula diantaranya orang–orang yang telah pasti kesesatan baginya) (An Nahal: 36).
Dan Allah telah memerintahkan hamba–hambaNya untuk memenuhi panggilan kalimat ini. Dia berfirman: “Patuhilah seruan Tuhanmu sebelum datang dari Allah sesuatu hari yang tidak dapat ditolak kedatangannya. Kamu tidak memperoleh tempat berlindung pada hari itu dan tidak (pula) mengingkari dosa–dosa” (Asy Syara: 47). Dan Allah Ta’ala mengancam makhluk yang paling utama dan paling agung, penghulu anak Adam dan penghulu para Nabi sebelumnya, atas penyelisihan terhadap hal itu, Dia berfirman: “Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada orang–orang sebelummu: “Sungguh andai kata kamu berbuat syirik tentu terhapuslah amalan kamu dan tentulah kamu tergolong orang–orang yang merugi”      (Az Zumar: 65) maka bagaimana dengan orang-orang selain mereka? dan Dia ta’ala berfirman “Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api nereka yang bahan bakarnya dalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan” (At Tahrim: 6). Barang siapa jujur kepada dirinya, keluarganya, karib kerabatnmya, serta menginginkan keselamatan dari api neraka, maka hendaklah ia mengetahui syahadat “Laa Illaha Illallah”, karena sesungguhnya ia adalah al urwah al wutsqa (buhul tali yang sangat kokoh) dan kalimat Takwa, Allah tidak menerima dari seorangpun amalan apa saja kecuali dengan hal itu: (tidak diterima) baik itu sholat, shaum, haji, sodakah dan seluruh amal saleh keculai dengan memahami makna “Laa Illaha Illallah” dan mengamalkannya.
Ia adalah kalimat tauhid dan hak Allah atas hamba–hamba-Nya; barang siapa yang menyekutukan makhluk di dalamnya baik itu malaikat yang dengan Allah, atau Nabi yang diutus atau wali atau sahabat dan yang lainnya, atau orang yang sudah dikubur atau jin atau yang lainnya; atau dia istighatsah dengannya, atau memohon pertolongan kepadanya dalam suatu yang tidak diminta kecuali dari Allah, atau dia nadzar untuknya, atau membuat tumbal baginya, atau tawakkal kepadanya, atau berharap kepadanya, atau menjadikannya sebagai perantara antara dia dengan Allah untuk pemenuhan kebutuhannya atau peraihan manfaat atau pelenyapan bahaya,maka dia kafir seperti kekafiran para penyembah berhala yang mengatakan “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya” (Az Zumar: 3) yang mengatakan “mereka itu adalh pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah” (Yunus: 18) sebagaimana yang Allah tuturkan tentang mereka dalam kitab-Nya. Dan mereka itu kekal di dalam neraka meskipun mereka itu shoum, sholat,dan melakukan amalan ketaatan kepada Allah siang dan malam, sebagaimana firman Allah ta’ala “Sesungguhnya orang-orang kafir yakni Ahli kitab dan orang-orang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam ; mereka kekal didalamnya. Mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk“ (Al Bayyinah: 6), dan          ayat-ayat lainnya. Dan begitu juga orang yang memposisikan dirinya untuk sesuatu dari peribadatan itu, atau melindunginya atau membelanya, maka dia telah musyrik dengan syirik yang tidak di ampunidan tidak di terima serta tidak sah darinya segala bentuk amal sholeh; baik itu shoum, haji maupun yang lainnya, karena “Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa penyekutuan terhadap-Nya” (An Nisa: 48) dan Dia tidak menerima amalan kaum musyrikin.
Allah SWT telah melarang Nabi-Nya dan hamba-hamba-Nya dari berdebat “untuk membela) orang yang melakukan dosa di bawah syirik dengan firman-Nya “Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa” (An Nisa: 107), maka bagaimana dengan orang yang berdebat (untuk membela) para pelaku syirik, dan menghalangi dari ajaran Rabbul ‘Alamin?
Wahai hamba–hamba Allah, takutlah kalian kepada Allah, janganlah kalian tertipu oleh orang yang tidak mengetahui syahadat “Laa Ilaaha Illallah” dan dia berlumuran dengan kemusyrikin sedang dia tidak sadar; sungguh telah berlalu mayoritas kehidupan saya sedang saya tidak mengetahui dari macam–macam syirik itu apa yang saya ketahui hari ini. Maka segala puji bagi Allah atas ajaran-Nya yang telah diajarkan kepada kita.
  Dan janganlah kalian merasa kecut dengan realita bahwa hal ini adalah asing pada hari ini, karna Nabi kalian Saw telah mengatakan: “Al Islam mulai muncul dalam keadaan asing dan ia akan kembali asing seperti semula) dan ambilah pelajaran dari do’a ayah kita Ibrahim ‘alaihis salaam dengan ucapannya dalam do’anya: “Dan jauhkanlah aku beserta anak cucuku dari pada menyembah berhala–berhala. Ya Tuhanku, sesungguhnya berhala–berhala itu telah menyesatkan kebanyakan dari pada manusia” (Ibrahim: 35-36).
Dan seandainya tidak karena sempitnya lembaran ini– dan bahwa karena syaikh Muhammad telah panjang lebar mengutarakan kaidah ini dalam urainnya yang lalu– tentu kami akan berbicara panjang lebar.
Adapun Ibnu ‘Arabiy penganut paham ittihadiyyah penulis kitab Al Fushush yang menyelisihi nushush dan Ibnu faridl yang memerangi agama Allah dan yang membenturkan Al Haq dengan Al Bathil, maka barang siapa menganut paham mereka itu maka dia telah mencari jalan selain jalan Rasul dan meniti jalan orang–orang yang dimurkai dan orang–orang yang sesat yang menyelisihi syari’at penghulu para Rasul, karena sesungguhnya Ibnu ‘Arabiy dan Ibnul Faridl menganut paham–paham yang membuat kafir mereka berdua, dan mereka berdua telah dikafirkan oleh banyak ulama amilin. Mereka itu mengutarakan ucapan yang saya khawatirkan murka dari Allah dalam penuturannya, apalagi orang yang menganutnya.  Bila orang yang menganut paham Ibnu ‘Arabiy dan Ibnul Faridl tidak taubat, maka wajib di hajr (di jauhi) dan dicopot dari jabatannya bila dia itu memiliki jabatan: baik dari statusnya sebagai imam ataupun yang lainnya, karena sholatnya itu tidak sah, baik bagi dirinya maupun bagi orang lain.
Kemudian bila orang bodoh berkata: saya melihat Abdullah baru berbicara sekarang dalam hal ini, “ Maka hendaklah dia mengetahui bahwa sesungguhnya telah nampak jelas bagi saya sekarang kewajiban jihad dalam hal itu: atas saya dan atas orang selain saya, berdasarkan firman-Nya ta’ala “dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar–benarnya”. Sampai Dia berfirman: “Ikutilah millah orang tuamu Ibrahim” (Al Hajj: 78).
Semoga shalawat dan salam Allah limpahkan kepada Muhammad dan keluarganya.

Penerjemah berkata: selesai diterjemah 4 muharram 1428 H di sijn Bandung UB 30 Pagi selasa.

Adapun umumnya kaum musyrikin masa sekarang di samping syirik macam itu, mereka jatuh dalam syirik dari sisi pelimpahan wewenang penetapan hukum kapada orang – orang kafir asli dan orang – orang kafir murtad, juga musyrikdari sisi  penetapan hukum di samping Allah, serta musyrik dari sisi mengikuti hukum selain hukum Allah, (pent )
Seperti itu juga penyandaran hak khusus Allah, yaitu pembuatan hukum kepada selain Allah atau bisa disebut demokrasi .
Seperti pengkaburan ulama dan du’at kaum musyrikin yang menyamakan demokrasi dengan syura, sehingga dengan hal itu mereka tidak mengkafirkan para pelakunya, bahkan justeru mereka mengganjurkan dan mewajibkannya, seperti yang dilakukan Al Qardlawi dan para pengekornya.
Atau seperti yang dilakukan ahli bid’ah murjiah zaman ini yang berbaju salaf padahal salaf berlepas diri dari mereka, di mana mereka menjadikan kufur akbar pada pemutusan dengan hukaum thoghut sebagai kufurun duna kufrin. (pent).
Adapun umumnya kaum musyrikin masa sekarang disamping syirik macam itu, mereka jatuh dalam syirik dari sisi   pelimpahan wewenang penetapan hukum kepada orang-orang kafir asli dan orang-orang kafir murtad, juga muyrik dari sisi penetapan hukum di samping Allah, serta musyrik dari sisi mengikuti hukum selain hukum Allah (pent).
Seperti kemusyrikan mereka adalah kemusyrikan pemerintah RI, di mana mereka memutuskan dengan hukum thoghut (UUD, UU dan yang lainnya) mereka mengaku memiliki sifat ketuhananan yaitu pembuatan hukum dan UU, mereka menganut sistim syirik demokrasi, mereka menganut falsafah kafir pancasila, mereka memerintahkan manusia untuk mengikuti dan taat kepada undang-undang dan ajaran syirik mereka itu serta memenjarakan orang yang melanggar aturan-aturan thoghut itu. Dan hal itu adalah hal yang sudah diketahui semua orang bahkan oleh diri mereka sendir. Maka mereka itu adalah kuffar murtaddun dari Islam.(pent).
Seperti itu pula barangsiapa yang membela-bela pemerintahan RI, atau mengingkari terhadap orang yang mengkafirannya atau mengklaim bahwa perbuatan pemerintah RI itu meskipun memang bathil namun hanya kufrun duna kufrin yang tidak sampai mengeluarkan mereka kepada kekafiran, maka status orang yang membela-bela ini (seperti salafi maz’umdan yang lainnya adalah fasiqyang tidak boleh di terima tulisannya dan kesaksiannya serta tidak boleh sholat dibelakangnya.
Ini vonis bagi kaum salafi maz’um dari Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah yang mana mereka mengklaim mengikuti beliau padahal beliau rahimahullah bara’ dari sikap mereka itu. (pent)
Persis dengan paham ittihadiyyah adalah paham demokrasi di mana paham demokrasi adalah paham yang memberikan sifat ketuhanan kepada seluruh manusia setelah merampas sifat tersebut dari Allah swt. Sifat itu adalah kewenangan hukum dan tasyri’ (pembuatan hukum / uu), sehingga dengan ini demokrasi menjadikan banyak mahkluk sebagai jelmaan tuhan – tuhan pengatur, dan dalam demokrasi perwakilan kewenangan pembuatan hukum ini diwakilkan kepada parlemen / DPR / MPR dsb lewat pemilihan umum. (Pent).
Begitu juga setiap orang yang tidak masuk tunduk kepada ajaran tauhid dan tidak berlepas diri         dari paham demokrasi, maka dia kafir sehingga tidak sah shalat bermakmum kepadanya dan tidak diterima kesaksiannya. (Pent).


  Atau menyandarkan kewenangan pembuatan hukum kepada selain-Nya sebagaimana sistim demokrasi, atau membuathukum dan undang-undang, atau memutuskan dengan selain hukum Allah, atau mengikuti hukum itu, maka pelakunya kafir sama dengan Abu jahal. (pent)
  Orang yang memposisikan dirinya sebagai pembuat hukum ( para anggota parlemen / DPR/ MPR / dan yang lainnya) atau mencintai para anggota parlemen karena sebab tugasnya, atau aparat para pelindung thoghut atau sistim / falsafah /UUD /UU seperti polisi, tentara, dan dinas intelijennya atau para pelaksan hukum itu seprti aparat kehakiman kejaksaan dan penjara, atau para penyelenggara pesta syirik demokrasi seperti KPU dan yang serupa itu maka mereka itu kafir seperti Fir’aun dan bala tentaranya.( pent)
Sebagaimana yang dilakukan kaum salafi maz’um yang membela para thoghut dan mentahdzir dari tauhid dan para du’atnya yang mereka cap sebagai khawarij?!! (pent).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar