Pages

SYUBHAT DEMOKRASI – 3 (Demokrasi = Syura…???)

Oleh: Syaikh Abu Muhammad ‘Ashim Al Maqdisiy hafidzahullah


Orang-orang yang buta pandangannya dan para kelelawar malam telah mendalili paham mereka yang kafir lagi batil itu (paham demokrasi) dengan firman Allah subhaanahu wa ta’aala tentang kaum mukminin muwahhidiin:
وأمرهم شورى بينهم
Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah antara mereka,” (Asy Syuraa: 38)
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta’aala kepada Nabi-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam:
وشاورهم في الأمر
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu,” (Ali Imran: 159)

Mereka menamakan demokrasi yang busuk itu dengan syuraa (musyawarah) demi memberikan baju agama lagi syar’ii bagi paham kafir ini, dan kemudian setelah itu mereka melegalitas dan membolehkannya.
Maka kita katakan dengan taufiq Allah:
Pertama: Sesungguhnya perubahan nama itu tidak ada artinya selama isi dan hakikatnya adalah itu-itu juga. Sebagian jama’ah dakwah yang berjalan di atas paham kafir ini dan yang menjadikannya sebagai pegangan[1]mengatakan: (Kami memaksudkan dengan demokrasi itu saat kami menyerukannya, menuntut dengannya, menseponsorinya, dan berusaha untuk mencapai ke arahnya dan dengannya adalah kebebasan berkata dan dakwah),[2] dan kicauan-kicauan lainnya.
Maka kita katakan kepada mereka: Yang penting itu bukanlah yang kalian maksudkan, dan yang kalian klaim dan kalian duga, akan tetapi yang penting adalah apakah demokrasi yang diterapkan oleh thaghut itu, yang dia serukan kepada kalian untuk masuk ke dalamnya, pemilu-pemilupun dilangsungkan dalam rangka itu, serta tasyrii’ dan hukum yang kalian akan ikut serta di dalamnya sesuai dengan cara demokrasi? Bila kalian menertawakan manusia dan menipu mereka, maka kalian tidak akan mampu melakukannya terhadap Allah: 
إن المنافقين يخادعون الله وهو خادعهم
Sesungguhnya orang-orang munafiq itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka,” (An Nisaa: 142)
يخادعون الله والذين آمنوا وما يخدعون  إلا أنفسهم وما يشعرون
Mereka hendak menipu Allah dan orang-orang yang beriman, padahal mereka hanya menipu diri mereka sendiri sedang mereka tidak sadar,”Al Baqarah:9.
Jadi merubah nama sesuatu itu tidak merubah hukum-hukumnya, tidak menghalalkan yang haram dan tidak bisa mengharamkan yang halal…Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:Akan ada sekelompok dari umatku yang menghalalkan khamr dengan cara nama yang mereka berikan kepadanya,”[3]
Begitulah para ulama telah mengkafirkan orang yang mencela tauhid, atau memeranginya sedang yang mencela dan memeranginya itu menamakan tauhid itu sebagai paham Khawarij atau Takfiiriy…para ulama juga mengkafirkan orang yang memperindah syirik dan membolehkannya, atau melakukannya sambil menamakannya dengan selain namanya.[4] Sebagaimana yang dilakukan mereka itu, mereka menamakan paham kafir dan syirik (demokrasi) dengan nama syuraa dengan tujuan melegalkannya, memperbolehkannya, serta mengajak manusia untuk masuk ke dalamnya….sungguh binasalah mereka itu.[5]
Kedua:Sesungguhnya pengkiasan demokrasi kaum musyrikin terhadap syuraa kaum muwahhidin, menyamakan (tasybiih) majlis syuraa dengan majlis kekafiran, kefasikan, dan maksiat adalah penyamaan yang gugur dan kias yang batil lagi luluh lantak rukun-rukunnya, karena engkau telah mengetahui bahwa majlis rakyat, atau dewan perwakilan rakyat, atau parlemen adalah sarang dari sekian sarang paganisme dan bangunan dari bangunan-bangunan syirik, yang di dalamnya dipasang tuhan-tuhan para demokrat, arbaab mereka yang beraneka ragam, serta sekutu-sekutu mereka yang membuatkan bagi mereka undang-undang dari ajaran yang tidak diizinkan Allah subhaanahu wa ta’aala sesuai dan selaras dengan undang-undang dasar dan falsafah yang digali dari bumi.[6]Allah berfirman:
أأرباب متفرقون خير أم الله الواحد القهار ما تعبدون من دونه إلا أسماء سميتموها أنتم وآباؤكم ما أنزل الله بها من سلطان إن الحكم إلا لله أمر ألا تعبدوا إلا إياه ذلك الدين القيم  ولكن أكثر الناس لا يعلمون 
Manakah yang baik, tuhan-tuhan yang bermacam-macam itu ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa ? Kamu tidak menyembah yang selain Allah kecuali hanya menyembah nama-nama yang kamu dan nenek moyangmu membuat-buatnya. Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun tentang nama-nama itu. Keputusan (hukum) itu hanyalah kepunyaan Allah. Dia telah memerintahkan agar kamu tidak menyembah selain Dia. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengerti. (Yusuf: 39-40).
Dan firman-Nya subhaanahu wa ta’aala:
أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah? ” (Qs: Asy-Syuura: 21)
Kias ini tak ubahnya bagaikan mengkiaskan syirik terhadap tauhid, kekafiran terhadap keimanan, dan ini tergolong berbicara atas nama Allah tanpa dasar ilmu, mengada-ada atas agama ini, berdusta atas nama Allah, ngawur dan ilhaad dalam ayat-ayat Allah subhaanahu wa ta’aala, serta bentuk pengkaburan yang hak dengan yang batil terhadap manusia, dan cahaya dengan kegelapan.
         Bila ini telah jelas, maka orang muslim hendaklah mengetahui bahwa perbedaan yang jelas antara syuraa yang telah syari’atkan Allah bagi hamba-hamba-Nya dengan demokrasi yang busuk adalah seperti perbedaan antara langit dengan bumi, bahkan perbedaan itu dalam statusnya adalah layaknya perbedaan antara Al Khaliq dengan makhluk.
·        Syuraa adalah aturan dan manhaj rabbaniy, sedangkan demokrasi adalah hasil karya manusia yang serba kekurangan yang selalu diombang-ambing oleh hawa nafsu dan emosional.
·        Syuraa adalah bagian dari syari’at Allah subhaanahu wa ta’aala, dien-Nya dan hukum-Nya, sedangkan demokrasi adalah kekafiran terhadap syari’at Allah, dan dien-Nya, serta penentangan akan hukum-Nya.
·        Syuraa adalah dilakukan dalam masalah yang tidak ada nash di dalamnya, adapun dalam masalah yang sudah ada nashnya maka tidak ada syuraa di sini, Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلاَ مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ
“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (Qs: Al-Ahzab: 36).
Adapun demokrasi maka itu adalah peremehan dan permainan dalam setiap masalah, di dalam demokrasi ini nash-nash syari’at  dan hukum-hukum Allah tidak dianggap, akan tetapi yang dianggap dan dijadikan acuan satu-satunya di dalam demokrasi ini adalah hukum rakyat dan kedaulatannya dalam setiap permasalahan.[7]Oleh sebab itu mereka mendefinisikan demokrasi itu dalam undang-undang mereka dengan ungkapan: rakyat adalah sumber segala kedaulatan.”
·        Demokrasi menganggap bahwa rakyat adalah pemegang kedaulatan tertinggi di sini, sehingga demokrasi adalah hukum mayoritas rakyat, tasyrii’ suara terbanyak, dan paham/agama suara mayoritas. Mayoritas adalah yang membolehkan dan mayoritas pula yang mengharamkan. Mayoritas adalah tuhan dan sembahan dalam ajaran demokrasi. Adapun dalam syuraa, maka keberadaan rakyat atau mayoritas mereka itulah yang diharuskan dan diperintahkan untuk selalu taat kepada Allah, kepada Rasul-Nya, kemudian kepada pemimpin kaum muslimin. Pemimpin tidak bisa memaksakan suara dan hukum terbanyak, bahkan justeru mayoritas itulah yang diperintahkan untuk selalu mendengar dan taat kepada para pemimpin (kaum muslimin) meskipun mereka dzalim selama tidak memerintahkan kepada maksiat.[8][9]
·        Aturan main dalam demokrasi, dan tuhannya adalah suara mayoritas, dan mayoritas inilah sumber segala kedaulatan. Adapun syuraa maka mayoritas itu tidak ada pengaruhnya sedikitpun dan bukanlah sebagai tolak ukur, dan justeru Allah telah memvonis mayoritas dengan vonis yang jelas dalam Kitab-Nya:
و إن تطع أكثر من في الأرض يضلوك عن سبيل الله إن يتبعون إلا الظن وإن هم إلا يخرصون
Dan jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi ini, niscaya mereka akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap Allah),” (Al An’am: 116)
وما أكثر الناس ولو حرصت بمؤمنين
Dan sebahagian manusia tidak akan beriman – walaupun kamu sangat menginginkannya-,” (Yusuf: 103)
وإن كثيرا من الناس بلقاء ربهم لكافرون
Dan sesungguhnya kebanyakan di antara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhan-nya,” (Ar Ruum: 8)
وما يؤمن أكثرهم بالله إلا وهم مشركون
Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan yang lain),”Yusuf: 106.
ولكن أكثر الناس لا يشكرون
Akan tetapi kebanyakan manusia itu tidak bersyukur,” (Al Baqarah: 243).
ولكن أكثر الناس لا يؤمنون
Akan tetapi kebanyakan manusia itu tidak beriman,” (Al Mu’min: 59)
ولكن أكثر الناس لا يعلمون
Akan tetapi kebanyakan manusia itu tidak mengetahuinya,” (Yusuf: 21)
فأبى أكثر الناس إلا كفورا
Tetapi kebanyakan manusia tidak menyukai kecuali mengingkari(nya),” (Al Israa: 89)
Ini dari firman-firman Allah subhaanahu wa ta’aala, adapun dari sanda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam,”Hanyasannya manusia pilihan itu adalah bagaikan unta yang berjumlah seratus, hampir kamu tidak mendapatkan di dalamnya unta yang layak pakai untuk tunggangan,” diriwayatkan oleh Al Bukhari dan Muslim dari hadits Abdullah Ibni Umar radliyallahu ‘anhuma. Dan di dalam hadits Al Bukhari juga dari Abu Sa’id Al Khudriy dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam, beliau berkata: Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman:” Hai Adam…keluarkan utusan neraka! Maka dia berkata: Apa utusan neraka itu? Dia berfirman: “Dari setiap seribu ada sembilan ratus sembilan puluh sembilan,” maka saat itulah anak kecil beruban, setiap wanita hamil melahirkan anaknya, engkau melihat orang-orang bagaikan yang mabuk, padahal mereka tidak mabuk, akan tetapi adzab Allah lah yang sangat dasyat.”
Ini syari’at Allah dan hukum-Nya menjelaskan kesesatan mayoritas dan penyimpangan mereka, oleh sebab itu Allah subhaanahu wa ta’aala menetapkan hukum-Nya, Dia berfirman:
إن الحكم إلا لله
Keputusan itu hanyalah kepunyaan Allah,” (Yusuf: 40)
Akan tetapi demokrasi menolak ini, dan para penyerunya-pun menolak tunduk kepada hukum Allah, dan syari’at-Nya, mereka terus ngotot, serta mengatakan: Keputusan itu tidak lain adalah bagi mayoritas.” Maka binasalah dan enyahlah orang yang mengikuti mereka, berjalan di atas rel mereka, dan membisikan kedemokratan mereka meskipun jenggot dia itu panjang, atau kainnya tidak isbal (celananya setengah betis), siapa saja orangnya….kami katakan ini kepada mereka di dunia mudah-mudahan mereka itu mau kembali dan sadar. Ini lebih baik bagi mereka daripada mereka nanti mendengarnya di tempat yang sangat agung saat manusia berdiri menghadap Allah Rabbul ‘aaalamiin, di mana mereka menuju telaga Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam, akan tetapi mereka dihalangi oleh para Malaikat, dan dikatakan kepada mereka: Sesungguhnya mereka telah mengganti dan merubah,”maka Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam berkata: Enyahlah, enyahlah bagi orang yang merubah setelahku,”[10]
Demikianlah demokrasi itu secara asal-usul dan secara makna lahir di lahan kekafiran dan ilhaad, dan tumbuh berkembang di ladang-ladang kemusyrikan dan kerusakan di Eropa di mana mereka memisahkan agama dari kehidupan, sehingga tumbuhlah lafadz itu dalam  suasana-suasana yang membawa setiap racunnya, dan kerusakannya yang akar-akarnya itu tidak ada hubungan sama sekali dengan lahan keimanan atau siraman aqidah dan ihsan. Paham ini tidak bisa menampakkan eksistansinya di dunia barat kecuali setelah berhasil memisahkan agama dari Negara di sana, paham ini memperbolehkan bagi mereka liwath, zina, khamr, percampuran keturunan dan perbuatan-perbuatan keji lainnya baik yang nampak atau terselubung….oleh sebab itu tidak ada orang yang membela demokrasi, atau memujinya, dan menyamakannya dengan syuraa, kecuali dua macam orang yang tidak ada ketiganya, bisa jadi dia itu orang demokrat kafir, atau orang dungu lagi jahil akan makna dan isi dari demokrasi itu.

Demi Allah kamu bukan yang ketiga dari dua orang
Ya, kamu bisa jadi keledai (yang dungu) atau kamu bagian dari bantengnya.

Sekarang adalah zaman di mana istilah-istilah telah bercampur aduk, hal-hal yang kontradiksi telah berkumpul. Dan tidak aneh kalau paham-paham kafir ini didengung-dengungkan oleh banyak wali-wali setan, akan tetapi yang paling aneh adalah bila yang mendengungkannya, membolehkannya, dan memberikan baju syar’iinya adalah banyak orang-orang yang mengaku Islam. Dahulu saat orang-orang terpukau dengan paham sosialis muncullah sebagian orang dengan membawa istilah baru sosialis Islam, dan sebelumnya ada istilah nasionalisme, ‘uruubah (arabisme) dan mereka menggandengnya dengan nama Islam.[11]pada masa sekarang banyak orang mendengungkan undang-undang buatan manusia dan mereka tidak malu-malunya menamakan para hamba-hamba undang-undang (para pakar hukum dan perundang-undangannya) dengan nama fuqahaa al qaanuun bentuk penyerupaan dengan fuqahaa syari’ah, serta mereka pula menggunakan nama-nama syar’ii yang sama, seperti musyarri’, syari’ah, halal, haram, , jaaiz, mubaah, mahdhur, terus setelah itu mereka mengira bahwa mereka itu masih berada dalam agama Islam, bahkan mengira bahwa mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk, fa laa haula wa laa quwwata illaa billaahil ‘aliyyil ‘adzim. Ini terjadi demi Allah tidak lain karena hilangnya ilmu dan ulama, serta penyandaran urusan bukan kepada ahlinya, juga leluasanya suasana dan zaman bagi orang-orang hina untuk berbuat sesuka hati mereka.

Suasana telah lenggang bagimu
Silahkan bertelurlah dan berbuat sesuka hatimu

Sungguh sangat disayangkan ilmu dan ulama, kasihan sekali agama dan para du’aatnya yang tulus lagi setia. Demi Allah ini adalah keterasingan yang tidak pernah terjadi sebelumnya, saya tidak mengatakan (keterasingan itu) di tengah-tengah orang-orang awam, bahkan justeru di antara banyak orang-orang yang mengaku Islam dari kalangan yang tidak memahami makna Laa ilaaha Illallaah, mereka tidak memahami lawaazim, konsekuensi, dan syarat-syaratnya, bahkan mayoritas mereka merobeknya siang dan malam, mereka mengotori diri mereka dengan syirik modern dan jalan-jalan penghubungnya kemudian setelah itu mereka mengira bahwa dirinya itu adalah muwahhiduun bahkan mengira bahwa mereka itu adalah bagian dari para du’aat tauhid. Hendaklah mereka menilai dirinya sendiri, dan duduklah di halaqah-halaqah ilmu untuk belajar hakikat Laa ilaaha Illallaah, karena sesungguhnya Laa ilaaha Illallaah adalah kewajiban pertama yang Allah fardlukan atas anak Adam untuk mempelajarinya, hendaklah mereka mempelajari syarat-syarat dan pembatal-pembatalnya sebelum mereka mempelajari pembatal-pembatal wudlu dan shalat, sebab wudlu dan shalat itu tidak sah bagi orang yang melakukan pembatal Laa ilaaha Illallaah. Dan bila mereka ternyata malah berpaling dan merasa bangga diri, maka merekalah sendiri yang akan menanggung kerugiannya.
Saya akhiri ucapan saya ini dengan ungkapan yang sangat berharga yang muncul dari Al ‘Allamah Ahmad Syakir rahimahullah saat membantah orang-orang yang melontarkan syubhat yang memalingkan firman Allah dan berbicara dusta atas Nama Allah subhaanahu wa ta’aala dengan cara menjadikan firman-Nya:Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah antara mereka,”Asy Syuraa:38. sebagai dalil untuk membela dan menerapkan demokrasi yang kafir itu, beliau berkata dalam catatan kaki ‘Umdatuttafsiir 3/64-65 saat menjelaskan firman-Nya subhaanahu wa ta’aala 
وشاورهم في الأمر
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu,” (Ali Imran: 159), dan firman-Nya:
وأمرهم شورى بينهم
Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah antara mereka,” (Asy Syuraa :38)
Beliau berkata: Orang-orang yang mempermainkan agama pada masa sekarang – dari kalangan ulama dan yang lainnya – telah menjadikan dua ayat ini sebagai senjata mereka dalam penyesatan dengan cara menta’wil untuk menyetujui perbuatan barat dalam aturan undang-undang mereka, yang mereka namakan aturan demokrasi dalam rangka menipu manusia, kemudian mereka orang-orang yang mempermainkan agama itu  menjadikan syi’ar dari dua ayat ini dalam rangka menipu masyarakan Islam atau masyarakat yang mengaku Islam. Mereka mengungkapkan ucapan haq yang mereka maksudkan kebatilan dengannya, di mana mereka mengatakan: Islam itu memerintahkan syuraa” dan kata-kata seperti itu.
Ya, benar sesungguhnya Islam itu memerintahkan syuraa, akan tetapi syuraa macam apa yang diperintahkan Islam itu? Sesungguhnya Allah subhaanahu wa ta’aala berfirman kepada Rasul-Nya:
وشاورهم في الأمر فإذا عزمت فتوكل على الله
Dan bermusyawarahlah dengan mereka dalam urusan itu, dan bila kamu sudah ber’azam maka bertawakkal-lah kepada Allah” (Ali Imran: 159)
Makna ayat ini sangat jelas lagi terang, tidak membutuhkan tafsiran dan tidak mengandung kemungkinan ta’wil. Itu adalah perintah kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam kemudian kepada pemimpin sesudahnya: Untuk meminta pendapat-pendapat para sahabatnya yang beliau anggap layak diambil pendapatnya, yang di mana mereka itu adalah orang yang matang pengetahuan dan pemikirannya, dalam masalah-masalah yang masih menerima pendapat-pendapat dan ijtihad dalam penerapannya, kemudian dia memilih dari pendapat-pendapat itu pendapat yang dianggapnya sebagai kebenaran atau maslahat, terus ber’azam untuk merealisasikannya tanpa terikat dengan pendapat kelompok tertentu, jumlah tertentu, pendapat mayoritas, atau pendapat minoritas. Bila telah ber’azam maka tawakkallah kepada Allah, dan laksanakan ‘azam itu sesuai dengan yang telah dipilih benar.
Termasuk hal yang sudah dipahami secara naluri yang tidak membutuhkan dalil: Adalah sesungguhnya orang-orang yang di mana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam diperintahkan untuk bermusyawarah dengan mereka – dan orang sesudah beliau mencontohnya – adalah laki-laki yang shalih yang berpegang di atas batasan-batasan Allah yang bertaqwa kepada Allah yang mendirikan shalat, menunaikan zakat, berjihad di jalan Allah yang disabdakan oleh beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam : Hendaklah mengiringi saya di antara kalian orang-orang yang matang pemikirannya lagi berpengetahuan ,” bukan orang-orang mulhiduun, bukan orang-orang yang memerangi agama Allah, bukan orang-orang ahli maksiat yang tidak malu melakukan yang mungkar, bukan orang-orang yang mengklaim bahwa mereka memiliki wewenang membuat hukum-hukum dan perundang-undangan yang bertentangan dengan agama Allah dan menghancurkan syari’at Islam. Mereka dan orang-orang itu – yaitu orang kafir dan orang fasiq – tempat layak bagi mereka yang benar adalah di bawah tebasan pedang dan cemeti, bukan tempat menyandarkan pandangan dan pendapat.
Dan ayat lain -ayat dalam surat Asysyuraa- adalah  seperti ayat ini jelas, terang lagi tegas:
والذين استجابوا لربهم وأقاموا الصلاة  وأمرهم شورى بينهم ومما رزقناهم ينفقون
Dan orang-orang yang memenuhi panggilan Tuhan mereka, mereka mendirikan shalat sedang urusan mereka (diputuskan) dengan cara musyawarah antara mereka, dan mereka menginfakkan dari apa yang telah dikaruniakan kepada mereka,” (Asy Syuraa: 38)

[1] Seperti jama’ah-jama’ah yang membentuk partai yang katanya partai Islam demi masuk ke dalam parlemen dan majlis yang syirik, dan ini alangkah banyaknya, dan jama’ah-jama’ah yang seperti itu sudah tidak menjadi musuh Amerika dan sekutunya lagi dan tidak menjadi musuh bagi thaghut-thaghut di negaranya, karena sudah larut dalam sistim thaghut yang diinginkan oleh para thaghut dan Hubal masa sekarang (Amerika). Pent.
[2] Dan meskipun kebebasan berkata atau dakwah sebagaimana yang diinginkan oleh demokrasi, maka itu adalah kebebasan yang batil lagi kafir, karena para penghusung paham demokrasi saat mereka menyerukan kebebasan berkata dalam paham mereka ini, mereka tidak memaksudkan kebebasan mendakwahkan agama Allah saja…akan tetapi  juga kebebasan para thaghut, orang-orang kafir, orang-orang mulhid, dan orang-orang musyrik untuk menampakkan kekafiran dan kerusakannya, juga kebebasan keyakinan, kebebasan murtad, dan kebebasan mencela segala hal yang disucikan. Dan kekafiram macam ini bisa jadi diterapkan di demokrasi barat. Adapun demokrasi arab (dan Negara-negara berkembang lainnya yang berpenduduk mayoritas muslim, pent) maka di dalamnya adalah kebebasan segala kekufuran, ilhaad, zandaqah, adapun Islam maka di Negara-negara itu adalah dirantai, dipenjara, dan terusir.
Para penyeru (du’aat) itu harapan mereka tertinggi adalah merealisasikan dan menyampaikan manusia kepada demokrasi barat yang kafir, sedangkan kekafiran adalah satu agama, dan ini bertingkat-tingkat ke bawah. Perhatikanlah.
[3] HR Imam Ahmad dalam Musnadnya dari Ubadah Ibnu Ash Shaamit radliyallahu ‘anhu, hadits nomor: 22704.
[4] Rujuklah Adurar Assaniyyah fil Ajwibah Annajdiyyah 1/145.
[5] Inilah yang dilakukan oleh ulama kaum musyrikin yang banyak di antara mereka itu bergelar Doktor atau Syaikh, atau Ustadz, atau mereka itu dosen di Universitas-Universitas Islam. Pent.
[6] Dalam undang-undang dasar Yordania pasal ke 25: Kekuasaan legislatif dipegang oleh raja dan majlis rakyat,”dan saudaranya dalam UUD Kuwait no: 51: Kekuasaan legislatif dipegang oleh emir dan majlis umat sesuai dengan undang-undang,”

[7] Ini dalam demokrasi barat yang kafir adapun dalam demokrasi arab yang kafir (dan Negara-negara yang berpenduduk muslim, pent) maka yang dijadikan acuan paling pertama dan paling akhir adalah raja, emir, atau presiden, karena tanpa pengesahannya maka peraturan rakyat atau para wakilnya dan majles perwakilan itu adalah tidak ada nilainya. Semua itu ada di tangan penguasa tertinggi itu, dia berhak membubarkan, mengesahkan, dan mempermainkannya sesuka hatinya.
[8] Ingatlah….Ini bagi para pemimpin muslim yang menetapkan hukum dengan syari’at Allah yang memusuhi musuh-musuh Allah, bukan bagi makhluk-makhluk terhina dari kalangan penguasa-penguasa yang kafir lagi murtad sahabat karib dan teman yahudi dan nasrani…
[9] Adapun penguasa yang meninggalkan syari’at Allah dan justeru menjadikan undang-undang buatan manusia sebagai acuan dan landasan, maka tidak diragukan lagi kekafiran dan kemurtaddan mereka kecuali bagi orang-orang yang bashirahnya sudah tertutup yang tidak bisa melihat kecuali di tengah gelapnya syubuhat layaknya kelelawar yang hanya bisa melihat di malam hari dan tidak bisa melihat di siang bolong, mereka itulah para pengikut syubhat irjaa’.  Syaikh Muhammad Al Amin Asysyinqithiy rahimahullah berkata:
أَنَّ الَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الْقَوَانِيْنَ الْوَضْعِيَّةَ الَّتِيْ شَرَعَهَا الشَّيْطَانُ عَلَى أَلْسِنَةِ أَوْلِيَائِهِ مُخَالِفَةً لِمَا شَرَعَهَا اللهُ جَلَّ وَعَلاَ عَلَى أَلْسِنَةِ رُسُلِهِ – صَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِمْ – أَنَّهُ لاَ يَشُكُّ فِيْ كُفْرِهِمْ وَشِرْكِهِمْ إِلاَّ مَنْ طَمَسَ اللهُ بَصِيْرَتَهُ وَ أَعْمَاهُ عَنْ نُوْرِ الْوَحْيِ مِثْلَهُمْ
“”Sesungguhnya orang-orang yang mengikuti qawaaniin wadl’iyyah (undang-undang buatan) yang disyari’atkan oleh syaitan lewat lisan-lisan wali-walinya yang bertentangan dengan apa yang telah disyari’atkan Allah Y lewat lisan-lisan para Rasul-Nya – semoga shalawat dan salam tercurah kepada mereka – ,  sesungguhnya tidak ada yang meragukan akan kekafiran dan kemusyrikan mereka kecuali orang yang bashirahnya telah dihapus  oleh Allah dan dia itu dibutakan dari cahaya wahyu-Nya seperti mereka.””
Dan beliau mengatakan juga: Bahwa setiap orang yang mengikuti peraturan, hukum, atau undang-undang yang bertentangan dengan apa yang disyariatkan Allah atas lisan Rasul-Nya r maka ia musyrik (menyekutukan) Allah, kafir lagi menjadikan yang diikutinya itu sebagai tuhan,”
Pent.

[10] Enyahlah diulang dua kali untuk menguatkan, ini diriwayatkan oleh Muslim 2291, dan Al Bukhari dengan lafal yang hampir sama nomor 6212.
[11] Ini artinya Islam syirik, dia muslim demokrat, muslim sosialis, muslim nasionalis yang semuanya berarti muslim musyrik, akan tetapi ini tidak ada, yang ada adalah musyrik, karena tauhid dan syirik tidak bisa bersatu pada diri seseorang pada satu waktu, sehingga bila Islam disertai syirik akbar maka yang muncul adalah musyrik, Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Ibnu Muhammad berkata dalam syarah Ashli dienil Islam: Sesungguhnya orang yang melakukan syirik, maka berarti dia telah meninggalkan tauhid, karena keduanya adalah dua hal yang kontradiksi yang tidak bisa bersatu,” Syaikh Muhammad Ibnu Abdil Wahhab rahimahullah berkata dalam Ad Durar Assaniyyah 1/113: Bila amalan kamu semuanya karena Allah maka kamu adalah muwahhid, dan bila ada salah satunya dipalingkan kepada makhluk maka kamu adalah musyrik,”. Pent.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar