MESJID DLIRAR
DAN HUKUM SHALAT DI DALAMNYA
OLEH: SYAIKH ABU QATADAH AL FILISTHINIY
ALIH BAHASA: ABU SULAIMAN
Menjauhi Mesjid Dlirar
Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa berfirman:
“Dan (di antara orang-orang munaflq itu) ada orang-orang ysng mendirikan rnesjid untuk menimbulkan kemudlaratan (pada orang-orang mukmin), untuk kekafiran dan untuk memecah belah antara orang-orang mukrnin serta menunggu kedatangan orang-orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu. Mereka sesungguhnya bersumpah:”Kami tidak menghendaki selain kebaikan.” Dan Allah menjadi saksi bahwa sesungguhnya mereka itu adalah pendusta (dalam sumpahnya). Janganlah kamu melakukan shalat di mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa sejak hari pertama adalah lebih patut kamu melakukan shalat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang membersihkan diri. Maka apakah orang yang mendirikan mesjidnya di atas dasar taqwa kepada Allah dan keridho’an-Nya itu yang lebih baik, ataukah orang-orang yang mendirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama dengan dia ke dalam neraka Jahannam? Dan Allah tidak mernberikan petunjuk kepada orang-orang yan dzalim. Bangunan-bangunan yang mereka dirikan itu senantiasa menjadi pangkal keraguan dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka itu telah hancur. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
“(At Taubah : 197-110)”
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata di dalarn faidah-faidah yang diambil dari perang Tabuk: (Di antaranya membakar dan merobohkan ternpat-tempat maksiat yang mana di dalamnya dilakukan maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah membakar Mesjid Dlirar dan memerintahkan untuk merobohkannya padahal ia adalah mesjid yang dilakukan shalat di dalamnya dan juga disebut Nama Allah di dalamnya, karena pembangunannya mendatangkan kemadlaratan dan memecah belah kaum mukminin serta menjadi sarang bagi kaum munafiqin. Begitu juga setiap tempat yang keberadaannya seperti ini maka imam (pemimpin kaum muslimin) wajib menghentikannya, baik dengan dirobohkan atau dibakar maupun dirubah bentuknya dan dikeluarkan dari tujuan awal pembangunannya).
Dan di antara yang masuk di dalam kategori mesjid dlirar dan memenuhi sifatnya secara syari’at adalah: Mesjid-mesjid yang dibangun para thaghut agar nama mereka disebut-sebut di dalamnya dan diberi nama dengan nama-nama mereka. Mesjid-mesjid semacam ini di dalamnya mengandung banyak makna dlirar, di antaranya bahwa ia dibangun karena riya’ dan sum’ah dan biayanya berasal dari hasil pencurian para thaghut itu dan sebagian dananya berasal dari riba.
Penting sekali kaum muslimin mengetahui bahwa di antara metode syaitan dan bala tentaranya serta di antara jalan orang-orang kafir adalah mereka mengkaburkan agama Islam yang haq di hadapan para pemeluknya. Dan di antara cara memalingkan kaum muslimin dari dien mereka adalah memutarbalikan dien itu sendiri dan mengedepankan ajaran/ideologi lain di balik baju islam, sehingga karenanya terkaburlah di hadapan banyak kaum muslimin agama yang mereka ikuti, di mana semuanya mengajak kepada satu nama dan satu syi’ar, terus pada akhirnya banyak dari mereka rnemiliki hujjah -seraya berdalih- bahwa dien ini memiiiki banyak bentuk dan dia tidak rnarnpu mengetahui yang benar di antara sekian bentuk itu, sehingga akhirnya diapun rneninggalkan semuanya, baik yang haq maupun yang batil, Ini adalah metode yang sudah sama lagi baru, kejadian-kejadian dan bentuk-bentuknya adalah selalu berulang. Di antara kejadian-kejadian dan bentuk-bentuknya adalah pembangunan mesjid-mesjid untuk mendatangkan kemadlaratan terhadap islam dan pemeluknya.
Mesjid Dlirar yang dibangun oleh Abu ‘Amir Ar Rahib -di mana dia adalah seorang dari suku Khazraj, ayah bagi Handhalah Al Ghasil radliyallaahu ‘anhu dan dia itu dicap fasiq oleh Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam- sebab-sebab pembangunannya sebagaimana yang disebutkan oleh ayat-ayat tadi adalah:
1, Pendiriannya dalam rangka mendatangkan madlarat kepada kaum musiimin dan untuk mendatangkan bahaya terhadap mereka. Di mana[1]
pembangunannya adalah untuk memalingkan kaum muslimin dari Mesjid Quba, bukan karena kecintaan terhadap ketaatan, akan tetapi untuk rnendatangkan gangguan bagi diri kaum musiimin dan untuk menimbulkan perseteruan dan pertentangan di tengah mereka, sedangkan ini adalah tergolong kemadlaratan yang paling besar.
2. Kekafiran dan pengokohannya.[2] Itu karena penyendirian mereka di mesjid khusus mereka adalah memudahkan mereka dan saudara-saudara mereka dari kalangan orang-orang kafir dan munafiqin untuk berkumpul dan bertukar pikiran, sedangkan kaum muslimin tidak merasa ragu terhadap mereka, karena keberadaan mereka di dalam mesjid dirasa tidak mungkin muncul bahaya dari mereka, terus sesungguhnya ia adalah hujjah bagi orang yang rneninggalkan shalat di mesjid kaum muslimin bahwa ia shalat di mesjid itu, sehingga hal itu memudahkan’bagi kaum munafiqin kemunafiqkannya dan peninggalannya terhadap perintah Allah. Subhaanahu Wa Ta’aalaa.
3. Memecah belah kaum muslimin di dalam satu agama, karena sesungguhnya di antara tujuan shalat berjama’ah adalah mempererat kesatuan, keharmonisan dan adanya kasih sayang.[3] Syaikh Rasyid Ridla berkata di dalarn Al Manar: Oleh sebab itu sesungguhnya memperbanyak jumlah mesjid dan memecah belah jama’ah adalah menafikan tujuan-tujuan Islam.” Selesai.
Saya berkata: (Memperbanyak jumlah mesjid bila karena banyaknya jumlah (kaum musiimin) dan meluasnya kota pemukiman, maka tidak apa-apa. Dan bila tidak karena hal itu, maka ia merupakan sikap memecah belah kaum muslimin.
4. Menunggu kedatangan orang yang memerangi Allah dan Rasul-Nya,di mana ia itu menjadi sarang bagi setiap orang yang datang untuk memerangi kaum mukminin, di rnana dengan hal itu programnya menjadi mudah dan tujuannya untuk merusak kaum muslimin menjadi lancar. Bagaimana tidak, sedangkan pengrusakan terhadap mereka itu telah datang dari rumah Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan khathib mereka di mesjid itu.
Hukum Mesjid Dlirar
Hukum mesjid dlirar ini adalah Allah melarang Rasul-Nya dari melakukan shalat di dalamnya dengan firman-Nya:
” Janganlah kamu melakukan shalat di mesjid itu selama-lamanya.” (At Tauubah:108).
Jadi shalat di dalamnya adalah haram, dan menurut sebagian ulama adaiah batal -dan ini adalah pendapat yang benar-, kemudian Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk merobohkan dan membakarrnya. Bisa jadi hukum perobohan dan pembakarannya adalah diambil dari firman-Nya Subhaanahu Wa Ta’aalaa:
” ataukah orang-orang yang mer.dirikan bangunannya di tepi jurang yang runtuh, lalu bangunannya itu jatuh bersama dengan dia ke dalam neraka Jahannam?” (At Taubah:l09)
karena sesungguhnya banyak ulama ushul fiqh memandang bolehnya berhujjah dengan tindakan-tindakan Adalah kepada hamba-hamba-Nya terhadap kebolehan melakukan tindakan itu terhadap mereka kecuali kalau ada qarinah. Ibnu Taimiyyah berkata: (Landasan dasar adalah firman Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa dan tindakan-Nya, meninggalkan-Nya dari mengatakan dan meninggalkan-Nya dari melakukan, sabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan perbuatannya, serta meninggalkannya dari mengatakan dan meninggalkannya dari melakukan, meskipun kebiasaan ahli ushul bahwa mereka tidak menuturkan dari sisi Allah kecuali firman-Nya yang mana ia adalah Kitab-Nya). (Al Muswaddah, Alu Taimiyyah hal 296)
As Sam’anil berkata: (Penjelasan dari Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa terbukti dengan ucapan, pebuatan, kinayah (kiasan) dan pengingatan terhadap ‘illat (alasan hukum), namun tidak terjadi dengan isyarat). (Lihat Irsyadul Fuhul:173).
Pendapat ini diberi hujjah dengan istidlal para ulama salaf terhadap pengrajaman orang yang sodomi (liwath} dengan apa yang Allah lakukan terhadap kaum Nabi Luth. Penulis Kitab AI Mughni berkata:(Sesungguhnya Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa mengadzab kaum Luth dengan pengrajaman, maka seyogyanya orang yang melakukan seperti perbuatan mereka diberi sangsi seperti sangsi mereka). (Al Mughni 8/188).
Saya berkata: Tidak seyogyanya ucapan itu dilontarkan secara muthlaq, karena Allah mengadzab para ahli maksiat dengan api, namun tidak boleh seorangpun menyiksa dengan api kecuali bila itu qishash «sebagaimana pendapat yang shahih dari pendapat jumhur selaian madzhab Hanafi». Wallaahu ta’aala a’lam.
Pembicaraan tentang mesjid dlirar adalah pernbicaraan yang panjang, akan tetapi saya akan membatasi pernbicaraan di sini terhadap masalah kebolehan menghancurkan mesjid-mesjid yang telah dibangun untuk mendatangkan kemadlaratan kepada kaum muslimin atau karena suatu alasan dari alasan-alasan atau sebab-sebab yang telah disebutkan. Ini bila mesjid tersebut pada awalnya dibangun untuk tujuan itu. Adapun bila mesjid itu dibangun dalam rangka taqarrub kepada Allah Subhaanaahu Wa Ta’aalaa terus muncul kejadian terhadapnya seperti penguasaan ahli bid’ah terhadapnya atau pengrubahan fungsinya menjadi tempat ibadah kaum musyrikin atau pengangkatan imam yang tidak boleh shalat di belakangnya, maka mesjid semacam ini tidak ada kaitannya dengan pembicaraan kami dan tidak masuk dalarn kategori mesjid yang boleh dirobohkan, akan tetapi -bila ada kemampuan terhadapnya- wajib kerusakan ini dilenyapkan, dan mesjid ini tetap sesuai tujuan asal pembangunannya berupa pengakuan dan pujian pembangunannya dan yang membangunnya, Penganggapan tujuan asal ini dijadikan acuan dalam fiqh pada berbagai masalah, di antaranya: Membedakan antara mesjid yang dibangun di atas kuburan, dimana yang lebih dahulu adalah kuburan. sedangkan mesjid adalah belakangan, dengan mesjid yang dikubur rnayat di dalamnya, di mana kuburan datang belakangan.
An Nawawi berkata di dalam fatawanya, beliau ditanya tentang pekuburan yang diwaqafkan bagi kaum muslimin yang mana seseorang membangun sebuah mesjid di didalamnya dan membuat mihrab di dalamnya, apakah hal itu boleh? Dan apakah wajib merobohkannya? Maka be!iau rahimahullah berkata: (Hal itu tidak boleh baginya dan wajib merobohkannya),
Ibnul Qayyim berkata di dalam Zadul Mua’ad (masalah ke 77): (Masjid dirobohkan bila dibangun di atas kuburan, sebagaimana mayat dibongkar kembali bila dikubur di mesjid, hal itu ditegaskan oleh Imam Ahmad dan yang lainnya, maka tidak boleh berkumpul di dalam dienul Islam antara mesjid dengan kuburan, akan tetapi mana saja yang dibangun di atas yang lainnya, maka ia dicegah darinya dan hak hukum adalah bagi yang lebih dulu ada, dan seandainya diletakkan keduanya secara bersamaan, maka tindakan itu adalah tidak boleh).
Kebolehan Merobohkan Mesjid karena Alasan bahaya Dan
Mendatangkan Madlarat
Sebagian orang mengingkari pembicaraan tentang perobohan mesjid dlirar dan dia mengklaim bahwa mesjid-mesjid itu sendiri tidak menjadi alasan, namun alasan itu hanyalah pada diri si imam atau jama’ah mesjid. Mesjid-mesjid itu diakui dan diingkari terhadap perbuatan, dan dia tidak membedakan antara hal-hal yang telah disebutkan sebelumnya,dan itu dengan melihat tujuan asal pembangunan mesjid tersebut. Konsekuensi pendapat ini adalah bahwa tidak ada satupun mesjid yang diharamkan shalat di dalamnya karena hal lain selain mesjid, seperti keberadaan patung atau imam yang zindiq, atau karena hal lain.
Dan dalam kesempatan ini saya akan menuturkan sejumlah ucapan para ulama perihal keharaman shalat di sebagian mesjid yang berstatus sama dengan mesjid dlirar pertama yang mana Allah Suhhaanahu Wa Ta’aalaa telah melarang Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wasallam dari shalat di dalamnya dengan firman-Nya:” Janganlah karnu melakukan shalat di mesjid itu selama-lamanya.” Dan bahwa kebolehan bagi orang yang memiliki kekuasaan dan kemampuan merobohkan dan melenyapkan mesjid-mesjid ini, sebagiannya wajib dilenyapkan dan sebagiannya termasuk yang boleh bagi rnereka merobohkannya, membakarnya dan melenyapkannya.
Ibnu Qayyim rahimahullah berkata di dalam Zadul Ma’ad saat rnenuturkan faidah-faidah perang Tabuk:” Di antaranya adalah membakar dan merobohkan tempat-tempat maksiat yang mana di dalamnya di lakukan maksiat terhadap Allah dan Rasul-Nya, sebagaimana Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membakar mesjid dlirar dan rnemerintahkan untuk merobohkannya, padahal ia adalah mesjid yang dilakukan shalat di dalamnya dan disebutkan Nama Allah di dalamnya, karena pembangunannya mendatangkan kemadlaratan yang memecah belah antara kaurn mukminin serta menjadi sarang bagi kaum munafiqin. Begitu juga setiap tempat yang keberadaannya seperti ini, maka imam wajib menghentikannya, baik dengan dirobohkan atau dibakar, ataupun dirubah bentuknya dan dikeluarkan dari tujuan awal pembangunan.”
Ibnu Hazm rahimahullah berkata: (Shalat tidak sah di mesjid yang dibangun untuk kebanggaan atau untuk mendatangkan kemadlaratan terhadap mesjid lain, bila ahli mesjid itu mendengar adzan mesjid yang pertama dan tidak ada kesulitan atas mereka untuk mendatanginya, dan sewajibnya adalah merobohkannya dan merobohkan setiap mesjid yang dibangun agar orang-orang bisa menyendiri di dalamnya seperti pendeta, atau agar dijadikan tujuan oleh orang-orang jahil dalam rangka mencari keutamaannya.” Berkata: Dan Ibnu Mas’ud telah merobohkan mesjid yang dibangun oleh ‘Amr Ibnu “Utbah di tengah Kufah dan mengembalikannya kepada mesjid jama’ah). (Al Muhalla: Masalah no 399)
Muhammad Ibnu Rusydi Al Jadd (wafat: 255H) berkata: (Sesungguhnya orang yang membangun mesjid di dekat mesjid yang lain untuk mengganggu ahli rnesjid yang pertama dengannya, dan dengannya dia memecah belah jama’ah rnereka, maka ia terrnasuk pendatangan madlarat yang terbesar, karena pendatangan madlarat pada suatu yang berkaitan dengan dien adalah lebih bahaya dari apa yang berkaitan dengan jiwa dari harta, apalagi di mesjid yang dibangun untuk shalat yang merupakan tiang agama, dan dalam hal itu Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa telah menurunkan firman-Nya:
“Dan ( di antara orang-orang imunafiq itu) ada orang-orang yang mendirikan mesjid untuk mendatangkan kemadlaratan (kepada orang-orang mukmin)….” Sampai firman-Nya:” Bangunan-bangunan yang mereka dirikan Itu senantiasa menjadi pangka keraguan di dalam hati mereka, kecuali bila hati mereka telah hancur” (At Taubah: l07-110),
Bila terbukti bahwa orang yang membangunnya memaksudkan pendatangan kemadlaratan dan memecah belah jama’ah bukan untuk tujuan kebaikan, maka ia wajib dibakar dan dirobohkan serta dibiarkan puing-puingnya menjadi sampah sebagaimana yang dilakukan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam terhadap mesjid dlirar). (Al Bayan Wat Ta-shil 1/411)
Al Wansyarisiy berkata: (Ibnul Hajj ditanya tentang mesjid yang dibangun di dekat mesjid dengan tujuan dlirar (mendatangkan kemadlaratan), maka beliau menjawab: (Bila suatu mesjid dibangun di dekat mesjid yang lain yang dianggap mendatangkan suatu kemadlaratan, maka permasalahan adalah pada mesjid yang belakangan dari keduanya, begitu juga ucapan ini ada dalam riwayat itu. Hukum mengharuskan perobohan mesjid yang terakhir bila ia sudah dibangun, dan pelarangan dari pembangunan bila belum dibangun. Dan tanah tersebut kembali kepada si pemilik bila dia memaksudkandl dlirar dengan pembangunan mesjid tersebut, karena dia tidak mernaksudkan kebaikan dengan pewakafannya itu. Dan bila dia tidak memaksudkan dlirar maka bisa saja dikatakan bahwa tanah itu tetap sebagai wakaf, di rnana bisa jadi suatu saat manusia menjadi semakin banyak ditempat itu sampai ia dibangun. Wallahu a’lam). (Al Mi’yar Al Mu’arrab Wal Jami’ Al Mugharrab 7/229).
Al Sayuthiy berkata: (Dan di antara hal yang bid’ah adalah banyaknya mesjid di satu komplek, itu dikarenakan ia memecah belah jama’ah, mencecerkan kesatuan orang-orang shalat, mengurai persatuan di dalam ibadah, melenyapkan keindahan banyaknya orang-orang yang beribadah, rnemperbanyak kelompok dan perselisihan paham, dan membahayakan hikmah pensyari’atan jama’ah -yaitu kesatuan suara terhadap pelaksanaan ibadah dan satu sama lain saling mernberikan manfaat dan bantuan-, mendatangkan madlarat kepada rnesjid yang lama atau seperti mendatangkan madlarat atau kecintaannya kepada kemasyhuran dan ketenaran serta menggunakan harta pada suatu yang tidak penting). (Al Amru Bil Ittiba’ Wan Nahyu ‘Anil Ibtida’)
Al Bahutiy berkata: (Haram mernbangun mesjid di dekat mesjid kecuali karena kebutuhan, umpamanya sempitnya mesjid yang pertama atau hal lainnya seperti khawatir fitnah kumpulnya mereka di satu mesjid. Dan dhahir madzhab (Hanbali) meskipun tidak bermaksud mendatangkan madlarat). (Syarhul Iqnaa’ 1/545).
Syaikh Jamaluddin Al Qasimiy berkata: (Ayat itu menunjukan bahwa setiap mesjid yang dibangun atas dasar yang sama dengan mesjid dlirar, maka ia itu tidak rnemiliki nilai hukum dan kehormatan serta tidak sah waqaf untuknya. Ar Radli Billah telah membakar banyak mesjid kaum Bathiniyyah, Musyabbihah dan Mujabbirah, dan beliau mewakafkan sebagiannya. Ini dinukil oleh sebagian ahli tafsir). (Mahasin At Takwil),
Az Zamakhsyari (yang bermadzhab Hanafi di dalam fiqh dan bermadzhab Mutazilah di dalam aqidah) berkata: ( Setiap mesjid yang dibangun dalam rangka bangga-banggaan atau riya’ atau sum’ah atau untuk tujuan selain ridla Allah atau dibangun dengan harta yang tidak halal, maka ia sama statusnya dengan mesjid dlirar. Dari Syaqiq bahwa ia tidak melakukan shalat di mesjid Bani ‘Amir, maka dikatakan kepadanya: Mesjid Bani Fulan, mereka tidak pernah shalat di dalamnya.” Maka beliau berkata: “Saya tidak senang melakukan shalat di dalamnya, karena ia dibangun di atas dlirar.” Dan setiap mesjid yang dibangun di atas dlirar atau riya’ dan sum’ah, maka hukumnya berakhir pada mesjid yang dibangun dalam rangka dlirar). (9/3268).
Saya berkata: Kisah Syaqiq ini ada dalam Tafsir Ath Thabariy dengan isnadnya.
Ibnu Taimiyyah berkata: (Adalah salaf mernbenci shalat di mesjid menyerupai mesjid dlirar dan mereka memandang mesjid yang tua adalah lebih utama daripada yang baru, karena mesjid yang tua lebih jauh dari keberadaannya dibangun dalam rangka dlirar daripada mesjid yang baru yang dikhawatirkan hal itu ada padanya). (Tafsir Surat Al Ikhlash hal 256).
Saya berkata : Hal serupa dikatakan oleh Ibnu Katsir di dalarn Tafsirnya. Dan untuk mengetahui orang-orang dari kalangan salaf yang membenci hal itu, silahkan dilihat Mushannaf Ibnu Abi Syaibah juz 2/231 Thab’ah Hindiyyah, dan di sana bisa dilihat hukum karaahah (dibencinya) shalat di tempat-ternpat pembenaman 2/377, sedangkan karaahah itu bagi salaf adalah bermakna haram. (Silahkan rujuk A’laamul Muwaqqi’iin, lbnul Qayyim 1/39-43 dan Badaalul Fawaaid 4/6).
Syaikh Abdullathif Alu Asy Syaikh berkata: (Dan lebih dahsyat dari itu bahwa Rasullullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah merobohkan mesjid dlirar, maka di dalam kisah ini ada dalil terhadap perobohan mesjid-mesjid yang lebih dahsyat kerusakannya dari mesjid itu). (Majmu’atur Rasaail Wal Masaail An Najdiyyah 3/414).
Al Imam AI Qurthubiy berkata: (Ulama kita berkata: Tidak boleh rnembangun mesjid di dekat mesjid yang lain, dan wajib merobohkannya dan mencegah dari pembangunannya, agar jama’ah mesjid awal tidak beralih sehingga ia menjadi kosong, kecuali kalau komplek itu menjadi besar dan satu mesjid itu tidak mencukupi mereka, maka saat itu boleh dibangun. Begitu juga mereka berkata tidak selayaknya di satu kota dibangun dua atau tiga rnesjid, dan wajib mencegah mesjid yang kedua, dan barangsiapa shalat jum’ah di dalamnya maka tidak sah baginya, dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam telah membakar dan rnerobohkan mesjid dlirar dan berkata: (Ulama kita berkata: Setiap mesjid yang dibangun atas clasar dlirar atau riya’ atau sum’ah, maka ia berstatus sebagai mesjid dlirar yang tidak boleh shalat di dalamnya). (Al Jami 8/254).
Al Ghazali berkata: (Adapun mesjid, bila ia dibangun di atas tanah hasil ghashab (rnerampas) atau dengan kayu hasil ghashab dari mesjid yang lain atau dari milik orang tertentu, maka tidak boleh sama sekali memasukinya dan tidak boleh juga untuk jum’atan, dan bila dari harta yang tidak diketahui pemiliknya, maka sikap wara’ adalah berpaling ke mesjid lain, dan bila tidak ada mesjid lain maka jum’ah dan jama’ah tidak boleh ditinggalkan, karena ada kemungkinan walau dari jauh bahwa itu milik orang yang membangunnya, dan bila tidak ada pemilik tertentu maka ia bagi mashlahat kaum muslimin). (Al Ihya 2/114)
Saya berkata: Konsekuensi pernyataan keharaman shalat di suatu mesjid adalah pengrobohannya agar maksud penyebutan rnesjid tersebut gugur. Wallaahu a’lam.
Ini adalah sejumlah dari nukilan ulama prilhal keharaman shalat di banyak mesjid, dan alasannya adalah ada pada pembangunannya itu sendiri, bukan karena hal tambahan lain seperti imam, gambar dan hal lainnya, Dan pada nukilan-nukilan ini ada sejumlah pelajaran dan faidah, di antaranya:
- Membedakan antara mesjid yang dibangun pada awalnya dalam rangka dlirar dengan dlarar (madlarat) yang rnuncul kemudian terhadap suatu mesjid rnaka mesjid yang macam kedua dilenyapkan dlararnya dan mesjid kembali kepada keadaannya semula. Sedangkan mesjid macam pertama bila dlarar menjadi kemestiannya, maka wajib melenyapkannya seperti mesjid-mesjid yang dibangun dalam rangka dlirar dan mungkin melenyapkan dlararnya, sehingga pemerintah memiliki hak untuk merobohkannya, membakarnya dan melenyapkannya, dan ia memiliki hak untuk membiarkannya dan melenyapkan dlarar darinya, seperti mesjid yang tanahnya hasil ghashab, di mana si pemiiik tanah diberi pilihan antara mengambil tanahnya atau mengambil bayarannya, bila dia menerima bayarannya maka dibayarkan kepadanya dan rnesjid dibiarkan, namun bila tidak mau menerima, maka mesjid harus dilenyapkan.
- Tidak boleh mengecam dan mencela orang yang membenci atau mengharamkan shalat di suatu mesjid karena dia meyakini bahwa ia dibangun dalarn rangka dlirar, justeru ini adalah perbuatan As Salaf Ash Shalih sebagaimana yang telah lalu.
- Di dalam nukilan-nukilan ini ada bantahan terhadap orang yang mengecam dan mengingkari penamaan sebagian mesjid sebagai mesjid dlirar, karena dia meyakini bahwa penamaan ini tidak disematakan kecuali kepada mesjid dlirar zaman Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wassallam atau mesjid yang memiliki semua alasan mesjid dlirar dahulu. Fatwa-fatwa ulama tadi adalah prihal pengrobohan beberapa mesjid karena satu alasan saja, dan mereka tidak mensyaratkan terkumpulnya semua alasan-alasan itu pada suatu mesjid agar dirobohkan atau ditinggalkan. Dan wajib atas orang yang mengatakan selain ini untuk mendatangkan dalil.
- Dan di antara yang difatwakan oleh ulama adalah tidak bolehnya menerima wakaf orang yahudi, orang nasrani dan orang kafir terhadap mesjid. Di dalam Al Mi’yar Al Mu’arrab: Abu Imran Al Qaththan ditanya tentang orang yahudi yang mewakafkan rumah terhadap mesjid di Qurthubah, maka beliau menjawab: Tidak boleh.”(Al Mi’yar Al Mu’arrab 7/65)
Dan telah lalu tidak diterimanya orang yang mewakafkan tanah dalam rangka dlirar atau diketahui pewakafannya dalam rangka riya’ dan sum’ah, akan tetapi ia ditolak.
- Setiap mesjid yang masih tetap di atas dlirarnya dan tidak mungkin diperbaiki rnaka tidak bcleh shalat di dalamnya, berdasarkan firman-Nya Subhaanahu Wa Ta’aalaa: “Janganlah karnu melakukan shalat di dalam mesjid itu selarna-lamanya.” Dan telah lalu penuturan fatwa-fatwa ulama tentang hal ini.
Bentuk-Bentuk Mesjid Dlirar Masa Kini
Muhammad Ridla menuturkan di dalam Al Manar: (Dan darinya diketahui bahwa banyak mesjid-mesjid di Mesir yang satu sama lain saling berdekatan dan begitu juga di negeri-negeri lain adalah tidak dibangun untuk mencari ridla Allah ta’ala, akan tetapi motivasi pembangunannya adalah riya’ dan mengikuti hawa nafsu dari kalangan penguasa dan orang-orang kaya yang bodoh).(Al Manar 11/39).
Di antara yang masuk dalam makna mesjid dlirar dan pensifatan syariy tepat terhadapnya adalah mesjid-mesjid yang di bangun oleh para thaghut untuk supaya nama mereka dikenang dan dinamai dengan nama mereka, Mesjid-mesjid ini mengandung banyak makna dlirar, di antaranya bahwa ia dibangun dalam rangka riya’ dan sum’ah dan juga hartanya berasal dari pencurian para thaghut itu dan sebagiannya dari harta riba dan judi. Sebagian mesjid-mesjid itu si thaghut mewasiatkan agar dia dikuburkan di dalamnya, yaitu bahwa ia mengandung makna kuburan dari awal pembangunannya. Dan rnesjid-mesjid macam ini di antara contoh yang paling masyhur adalah mesjid thaghut Hasan II Raja Maroko – semoga Allah melaknatnya -, di mana mesjid ini mengumpulkan sernua sifat itu bahkan lebih, dan ia tidak dijadikan kecuali sebagai obyek wisata dari kalangan wisatawan yang kafir yang datang ke sana dalam keadaan telanjang. Dan serupa dengannya adalah mesjid yang dibangun oleh Thoghut Husen Ibnu Thalal (Raja Yordania,pent) dan dia menamainya dengan nama kakeknya – Mesjid Raja AbdulIah -bahkan dia menamainya mesjid Asy Syahid Abdullah, sedangkan kakeknya ini adalah termasuk pemimpin kekafiran dan pengrusakan.
Adapun di perantauan, maka sungguh kedubes-kedubes berbagai negara murtad telah biasa mernbangun mesjid, sebagian mesjid-mesjid itu dikhususkan bagi warga negara tertentu tidak untuk kaum muslimin yang berwarga negara lain. Kedubes ini menguasai mesjid tersebut dan menganjurkan warga negaranya saja untuk rnendatanginya tidak warga negara lain, (ini) sebagai bentuk keinginan dari mereka agar warga negaranya tidak terpengaruh saat rnereka berada di negeri lain itu bila shalat di mesjid-rnesjid lain, yang mana bisa jadi penilaian mereka menjadi berubah terhadap negara rnereka dan para penguasanya, Sedangkan sikap ini adalah benar-benar dlarar. Dan serupa itu juga mesjid-rnesjid yang dibangun oleh berbagai kedubes dan diberi plang dengan nama perusahaan atau bangunan-bangunan khusus agar penguasaan terhadapnya tetap berlangsung, merekalah yang menunjuk para khathib di sana, juga para pengajar dan para muadzdzin, dan mereka menjadikannya sebagai kebanggaan, riya, dan sum’ah, dan agar mereka sendirilah yang mengendalikan penafsiran dien ini sesuai dengan manhaj dan keinginan mereka.[4] Dan mesjid-mesjid ini adalah menjadi sarang bagi intelejen yang memata-matai para pemuda muslim, dan di dalamnya para petugas kedubes berkumpul untuk acara-acara peringatan yang mereka namakan keagamaan. Jadi ia mengandung makna:
«serta (untuk) menunggu kedatangan orang yang telah memerangi Allah dan Rasul-Nya sejak dahulu»(At Taubah:107).
Masuk dalam makna dlirar bahkan ia adalah benar-benar dlarar, adalah apa yang dilakukan oleh thaghut Saudi Raja Fahd, yaitu membangun istana di atas sebuah gunung yang mengarah ke Mesjidil Haram, dan sebagian syaikh Saudi telah memfatwakan kebolehan bagi si thaghut dan budak-budaknya itu melakukan shalat di sana seraya bermakmum kepada imam Mesjidil Haram. Sebenarnya istana tersebut tidak masuk di dalam makna mesjid, akan tetapi saya menyertakannya di sini karena rusaknya fatwa prihal menjadikannya sebagai mesjid yang sama statusnya dan pahala shalatnya dengan Mesjidil Haram. Padahal salaf sendiri membenci shalat di istana yang dibangun para penguasa di dalam rnesjid, maka apakah orang yang berakal masih ragu bahwa fatwa mereka perihal kebolehan menjadikan istana sebagai mesjid dan penyetaraannya dengan mesjid yang paling agung di atas bumi ini adalah fatwa yang paling batil dan bahwa fatwa tersebut adalah kesalahan yang nyata?
Di antara mesjid dlirar adatah mesjid-mesjid yang dibangun oleh jama’ah-jama’ah, partai-partai dan kelompok-kelompok tertentu yang khusus bagi mereka, agar mereka menyendiri dengannya dari mesjid-mesjid kaum muslimin yang umum.[5] Iaitu sangat serupa dengan biara-biara kaum shufi yang dengan sebabnya mereka meninggalkan mesjid-mesjid kaum muslimin, dan seperti Husainiyyah, kaum Rafidlah!! Ini semua memiliki makna dlirar, dan wajib atas kaum muslimin yang mampu untuk, melenyapkan dan merobohkannya.
Di antaranya apa yang dibangun oleh orang-orang kaya atau para tokoh berupa mesjid-mesjid khusus bagi mereka di dalarn benteng istana mereka dan rurnah mereka, di mana mereka melakukan shalat lima waktu bahkan shalat jum’at di dalamnya, dan tidak masuk ke sana kecuali orang-orang yang mereka sukai dan mereka izinkan. Jadi ia itu bukan mesjid-mesjid kaum muslimin, akan tetapi ia termasuk mesjid dlirar yang wajib dilenyapkan dan dirobohkan serta jama’ahnya diperintahkan untuk berkumpul di mesjid-mesjid umum, dan mesjid-mesjid ini bukan mesjid-mesjid rumah yang dilakukan oleh para sahabat Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, karena mesjid-mesjid itu adalah khusus bagi pemilik rumah yang rnana mereka di dalamnya melakukan shalat-shalat sunnah dan duduk di dalamnya untuk dzikir dan membaca Al Qur’an, dan bukan untuk shalat fardlu, jum’ah dan jama’ah.
Ini adalah apa yang telah Allah subhaanahu wa ta’aalaa mudahkan dan hendaklah penganut islam mengetahui bahwa lenyapnya negara islam telah mendatangkan kepada dunia ini banyak keburukan, baik yang berkaitan dengan urusan dien maupun dunia. Maka kita memohon kepada Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa agar memberikan karunia DaulatuI Islam kepada kita yang di dalamnya Dia memuliakan wali-wali-Nya dan bala tentara-Nya serta di dalamnya Dia menghinakan musuh-musuh-Nya dan bala tentara syaitan. Wal Hamdu lillaahi Rabbil ’Alamiin.[6]
[1] Termasuk contohnya adalah mesiid-mesjid yang dibangun para thaghut di penjara-penjara mereka dan dikelola di bawah program pembinaan mereka serta merekalah yang menentukan khathib dan para penceramahnya. Mesti kita ketahui bahwa pembinaan yang dilakukan anshar thaghut di semua LP di negeri ini adalah pembinaan yang berdasarksn Pancasila sebagaimana yang tertuang di dalam landasan dasar pembinaan LP, sedangkan mesjid-mesjidnya adalah di bawah kendali pembinaan mereka. Bentuk kemadlaratan yang mereka datangkan lewat mesjid dlirar mereka ini adalah penetapan keislaman mereka di hadapan para narapidana lewat lisan para penceramah dan khathib yang rnereka tunjuk, penyeruan untuk taat kepada undang-undang thaghut, ajakan mereka untuk loyal kepada pemerintah kafir ini, dan penanaman pemahaman bahwa penerapan hukum thaghut yang dilakukan oleh para sipir itu tidaklah membatalkan keislaman, karena kalau seandainya mereka itu adalah orang-orang kafir, tentulah tidak akan mengelola mesjid dan tentu para ustadz itu menjelaskannya dan mengingkarinya, serta bentuk kemadlaratan lainnya. Ada hal unik: Di mihrab mesjid LP Sukamiskin Bandung terdapat tulisan kaligrafi besar firman Allah Subhaanahu Wa Ta’aalaa:
“Barangsiapa yang tidak memutuskan dengan apa yang Allah turunkan, maka mereka itulah orang-orang kafir.” (Al-Maaidah:44)
Namun ketika pandangan mata sudah buta dan mata hati telah tiada, rnaka hujjah apapun tidaklah
Berguna…
Hal unik lainnya: Sering sekali kami mendengar dari pengeras suara rnesjid dlirar LP itu doa si khathib
yang berasal dari Departernen Agama Thoghut berkata di dalam doanya: Ya Allah menangkanlah pasukan mujahidin dan hancurkanlah barisan kaum musyrikin………” dengan bahasa arab, sedangkan para anshar thaghut itupun ikut mengamininya. Semoga Allah rnelaknat orang-orang kafir.(Pent).
[2]Seperti mesjid-mesjid yang dibangun oleh yayasan amal bakti muslim pancasila itu untuk mengukuhkan bahwa agama kafir pancasila itu tidak bertentangan dengan tauhid dan bahwa para penganutnya yang mengaku musiim itu adalah memang muslim. (pent)
[3] Seperti mesjid-mesjid yang dibangun berdekatan dengan mesjid yang lama yang jama’ahnya tidak penuh, sehingga memalingkan sebagian jama’ah mesjid lama kepadanya. (pent)
[4] Sama dengan mesjid itu adalah mesjid-mesjid yang dibangun oleh pemerintah thaghut di negeri ini dan pengelolaannya dikuasi oleh mereka sehingga merekalah yang menunjuk para khathib dan para penceramah yang sesuai dengan keinginan mereka. Sehingga keberadaannya mendatangkan dlirar aqidah kepada umat ini, minimal menimbulkan image masyarakat muslim bahwa para thaghut murtad itu adalah para pemimpin rnuslim. Di sana para thaghut mengadakan acara peringatan maulid nabi, nuzulul qur’an dan acara bid’ah lainnya, dan di sana pula para pejabat thaghut dan para ulama suu’ melakukan shalat led. (Pent)
[5] Seperti Mesjid-mesjid LDII. (pent)
[6] (Penterjemah berkata: Selesai diterjemahkan di pagi Kamis 11 Rajab 1428H di LP Sukamiskin Bandung UB 30).
0 komentar: