Inilah dua golongan (golongan mukmin dan golongan kafir) yang bertengkar, mereka saling bertengkar mengenai Tuhan mereka” (Al Hajj : 19)
Oleh: Abu Muhammad ‘Ashim Al Maqdisiy
Alih Bahasa: Abu Sulaiman
Siapa kami dan apa tuduhan kami…?
Segala puji hanya bagi Allah, shalawat serta salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, keluarga, para shahabatnya serta orang-orang yang mengikutinya…
Ketahuilah mudah-mudahan Allah membimbingmu bahwa hal paling pertama dan terpenting serta yang paling agung yang Allah wajibkan atas semua hamba untuk mempelajari dan mengamalkannya adalah tauhid (yaitu kafir kepada thaghut dan iman kepada Allah). Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka ibadah kepada-Ku”. (Adz Dzariyyat : 56)
Para ahli tafsir berkata : “Yaitu agar mereka beribadah kepada-Ku saja, atau agar mereka mentauhidkan Aku dengan ibadah”. Dan ini adalah makna kalimat tauhid (Laa ilaaha illallaah), serta bahwa itulah tujuan terbesar, target tertinggi dan ikatan terkokoh yang karenanya Allah mengutus semua para rasul dan menurunkan semua kitab-kitab-Nya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Dan sungguhnya Kami telah mengutus seorang rasul pada tiap-tiap umat (semua rasul berkata kepada ummatnya): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu” (An Nahl : 36)
Dan firman-nya ta’ala :
“Dan Kami tidak mengutus seorang Rasulpun sebelum kamu melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak) disembah kecuali Aku, maka sembahlah Aku”. (Al Anbiya : 25)
Dan ia-lah sebab sebenarnya dalam perseteruan antara para rasul dengan kaum mereka, Allah ta’ala berfirman :
“Dan Sesungguhnya Kami telah mengutus kepada (kaum) Tsamud saudara mereka Shaleh (yang berseru) : “Sembahlah Allah”. tetapi tiba-tiba mereka (menjadi) dua golongan yang bermusuhan”. (An Naml : 45)
Dan makna ayat “Sembahlah Allah” adalah tauhidkanlah Allah dengan seluruh ibadah, karena kaum mereka sebagaimana realita banyak kaum musyrikin adalah menyembah Allah dan menyembah tuhan-tuhan yang lain bersama-Nya.
Dakwah para rasul itu bukan saja hanya untuk sekedar ibadah kepada Allah, karena mayoritasnya kaum mereka adalah menyembah Allah, akan tetapi dakwah para rasul itu adalah untuk mengajak ibadah kepada Allah saja: “sembahlah Allah dan jauhi thaghut”, dan karena hal itu terjadilah perseteruan, dan karenanyalah manusia terpisah menjadi dua kelompok; satu kelompok di surga dan kelompok yang lainnya di neraka.
Karena ia-lah Al ‘Urwah Al Wutsqa (ikatan yang paling kokoh) yang Allah ta’ala jamin tidak akan putus bagi orang yang memegang erat dengannya, dan di atasnyalah Allah ta’ala jadikan poros keselamatan berada. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Sungguh telah tampak jelas kebenaran dari kesesatan, oleh sebab itu barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah maka dia telah memegang ikatan yang sangat kokoh yang tidak mungkin putus” (Al Baqarah : 256)
Firman-Nya “Barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah” adalah tauhid yang dikandung oleh Laa ilaaha illallaah. Oleh sebab itu maka wajib atas setiap orang yang menginginkan keberhasilan meraih surga dan keselamatan dari api neraka untuk mempelajari makna kaliamat yang agung dan Al ‘Urwah Al Wutsqa ini agar bisa mengamal-kannya dan mendakwahkannya di atas bashirah. Allah ta’ala berfirman :
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Tuhan (yang haq) melainkan Allah” (Muhammad : 19)
dan Dia ta’ala berfirman :
“Katakanlah: “Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kalian) kepada Allah dengan hujjah yang nyata”. (Yusuf : 108)
Dan dia telah mempelajarinya, maka dia mengetahui untuk tujuan apa dia diciptakan, dan untuk apa para rasul diutus dan kitab-kitab diturunkan serta apa sebab perseteruan mereka dan perseteruan pengikut mereka dengan kaum mereka… dan darinya nampak jelas di hadapanmu hakikat perseteruan antara kami dengan pemerintah-pemerintah yang mengganti hukum-hukum Allah dan sebab perseteruan kami dengan tentaranya serta kenapa kami membenci, mengkafirkan dan memusuhi aparat-aparat dan ansharnya, dan kenapa mereka memerangi kami, menyiksa kami serta memenjarakan kami dan setiap orang yang membela atau menjadi tentara tauhid.
Maka ketahuilah bahwa Laa ilaaha illallaah itu adalah penafian dan penetapan, dan untuk memegang teguh Al ‘Urwah All Wutsqa ini mesti dari menggabungkan antara rukun penafian dan rukun penetapan di dalamnya. Dia menafikan apa yang dikandung oleh penafian dan menetapkan apa yang ditetapkannya, di mana dia menetapakan hak-haknya dan konsekuensi-konsekuensinya serta menjauhi pembatal-pembatalnya. Penafian saja tidak cukup tanpa ada penetapan, dan penetapan saja tidak cukup tanpa ada penafian, namun harus menggabungkan antara kedua hal itu, masalahnya tidak seperti apa yang diduga oleh banyak orang, yaitu sekedar mengucapkan kalimat itu tanpa mengetahui maknanya dan tanpa komitmen dengan hak-haknya, karena ia adalah kalimat yang agung yang lebih berat daripada langit yang tujuh dan bumi bila ditimbang dengannya, dan ia adalah kunci surga, akan tetapi seperti apa yang ada dalam atsar : “Setiap kunci memiliki gigi, barangsiapa datang dengan kunci yang memiliki gigi maka dibukakan baginya, dan barangsiapa membawa kunci yang tidak memiliki gigi maka tidak akan dibukakan baginya”.
Laa ilaaha adalah sisi penafian dalam kalimat yang agung ini, dan Allah ta’ala telah menjelaskannya dalam pendefinisian Al ‘Urwah Al Wutsqa dengan firman-Nya: “barangsiapa kafir kepada thaghut” sedangkan sebab Dia mengedepankan penafian terhadap penetapan adalah karena sangat penting dan urgen hal itu, di mana penetapan adalah tidak sah tanpa penafian ini, yaitu bahwa iman kepada Allah tidaklah sah, tidak diterima dan tidak manfaat tanpa kafir kepada thaghut dan menjauhinya. Dan hal ini telah Allah ta’ala jelaskan dalam dakwah semua rasul dengan firman-Nya : “jauhilah thaghut”.
Dan illallah adalah sisi penetapan (itsbat) di dalamnya, dan ia itu mengandung peribadatan kepada Allah saja. Dan Allah ta’ala telah menjelaskannya dengan firman-Nya dalam dakwah semua rasul “sembahlah Allah” dan dalam definisi Al ‘Urwah Al Wutsqa “dan iman kepada Allah”.
Jadi Laa ilaaha illallaah adalah kalimat tauhid dan dakwah para rasul “sembahlah Allah dan jauhilah thaghut”, dan ia adalah Al ‘Urwah Al Wutsqa: “barangsiapa kafir kepada thaghut dan beriman kepada Allah, maka ia telah memegang ikatan tali yang sangat kokoh”
Sedangkan thaghut adalah setiap yang diibadati selain Allah dengan suatu bentuk ibadah apa saja sedang dia ridha dengan peribadatannya itu.
Ibadah itu beraneka ragam dan bentuk-bentuk thaghut juga bermacam-macam di setiap zaman dan tempat. Terkadang thaghut itu berbentuk patung atau berhala yang mana manusia shalat kepadanya, menyembelih baginya, nadzar untuknya, memohon dan beristighatsah kepadanya di saat kondisi sulit. Dan kadang thaghut itu berwujud hukum selain hukum Allah ta’ala yang mana manusia berhakim kepadanya. Dan terkadang thaghut itu juga berwujud pembuat hukum atau undang-undang yang berkuasa atau wakil rakyat (anggota dewan legislatif) atau dukun yang menetapkan bagi manusia undang-undang, perintah dan larangan yang tidak Allah ta’ala izinkan…
Namun yang dituntut para rasul seluruhnya di setiap zaman dan tempat adalah tetap hanya satu lagi tidak berubah, yaitu “Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut”. Yaitu jauhi peribadatan kepada thaghut dengan seluruh macam-macamnya.
Bisa jadi peribadatan kepada thaghut dan penyekutuan itu dengan cara sujud, shalat, memohon kepadanya serta yang lainnya, dan bisa jadi ─sebagaimana relita mayoritas manusia sekarang─ ia itu dengan cara mengangkatnya dan menerimanya sebagai pembuat hukum atau undang-undang serta mengikuti aturan-aturannya, sebagaimana hal itu ditegaskan oleh Undang Undang Dasar berbagai negara yang bermacam-macam di masa ini, di antaranya Undang Undang Dasar Yordania sebagaimana yang ditegaskan oleh pasal 25 yang menyatakan :
- Kekuasaan pembuatan hukum ada di tangan Raja dan Anggota Majelis Rakyat.
- Kekuasaan Legislatif menjalankan wewenang dan tugasnya sesuai ketentuan Undang Undang Dasar.
Oleh sebab itu setiap orang yang menerima dien yang baru ini (demokrasi) dan kekafiran yang nyata ini, maka dia menjadikan para pembuat hukum itu sebagai Arbab (tuhan-tuhan) selain Allah ta’ala yang mana dia sekutukan mereka itu bersama Allah ‘Azza Wa Jalla serta ia mengibadati mereka selain Allah.
SYIRIK itu bukan hanya peribadatan kepada selain Allah dengan sujud, ruku atau sembelihan sebagaimana yang dikira oleh banyak manusia, akan tetapi syirik itu lebih luas dan lebih mencakup dari hal-hal itu, di mana ia adalah peribadatan kepada selain Allah dengan macam ibadah apa saja, dan di antaranya adalah ketaatan kepada selain Allah ta’ala dalam hal penetapan hukum atau undang-undang, penghalalan dan pengharaman. Adapun dalil-dalil terhadap hal itu, maka itu sangat banyak, di antaranya :
- I. Ada dalam hadits shahih yang diriwayatkan Al Imam Ahmad dan At Tirmidziy, bahwa ‘Adiy ibnu Hatim At Tha’iy adalah Nashrani terus masuk Islam. Dia masuk menemui Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, terus mendengar beliau membaca firman Allah ta’ala :
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya dan pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah” (At Taubah : 31)
Maka ia berkata : “Wahai Rasulullah, mereka (orang-orang Nashrani) tidak mengibadati mereka (alim ulama dan pendeta)!”, maka beliau berkata : “Bukankah mereka (alim ulama dan pendeta) itu menghalalkan bagi mereka (orang-orang Nashrani) hal yang haram dan mengharamkan bagi mereka hal yang halal[1], terus mereka mengikutinya?”, ‘Adiy berkata : “Ya”, beliau berkata : “Maka itulah peribadatan orang-orang Nashrani kepada mereka (alim ulama dan pendeta)[2]
Dan dalam hadits ini banyak terdapat manfaat :
- Bahwa ketaatan kepada para rahib dan alim ulama mereka dalam penyandaran kewenangan pembuatan hukum itu adalah sebagai bentuk peribadatan kepada selain Allah ta’ala dan penyekutuan dengan-Nya, oleh sebab itu Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah dalam kitab Tauhid Al Ladzi Huwa Haqqullah ‘Alal ‘Abiid membuat bab bagi ayat dan hadits ini dengan ucapannya : “Bab. Barangsiapa mentaati para ulama dan umara dalam hal pengharaman apa yang telah Allah halalkan atau penghalalan apa yang Allah haramkan maka dia telah menjadikan mereka sebagai Arbab selain Allah”.
- Bahwa kebodohan dalam urusan yang sangat penting ini adalah pelakunya tidak di udzur, karena ia adalah urusan yang berkaitan dengan ashluddien (inti ajaran Islam), yaitu (pentauhidan Allah dengan seluruh ibadah atau tauhid uluhiyyah) yang mana semua rasul datang dalam rangka mengajak manusia kepadanya dan menghati-hatikan mereka dari lawannya (yaitu syirik). Apa kamu tidak memperhatikan bahwa ketidaktahuan ‘Adiy ibnu Hatim Ath Tha’iy radliyallahu’anhu dan orang-orang Nashrani lainnya bahwa taat dalam penyandaran wewenang pembuatan hukum itu adalah syirik dan peribadatan kepada selain Allah, adalah tidak menghalangi dari mengkafirkan mereka dan dari status mereka sebagai orang-orang musyrik. Dan bagaimana mereka bisa diudzur sedangkan hal ini adalah suatu yang tertanam di dalam fithrah manusia, yaitu bahwa Dzat Yang Mencipta, Yang Memberi rizki, Yang Memberi makan dan minum adalah Dia-lah satu-satunya yang wajib di-Esakan dengan seluruh macam-macam ibadah…??
Sebagimana Dia adalah Dzat yang tidak satupun menyertai-Nya dalam penciptaan dan pemberian rizki, maka begitu juga tidak boleh satupun makhluk menyertai-Nya dalam wewenang pembuatan hukum, putusan dan perintah :
“Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah” (Al A’raf : 54)
Seluruh kitab-kitab Allah ‘Azza Wa Jalla dan seluruh rasul-rasul-Nya diutus dalam rangka hal itu :
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus kepada (kaum) Tsamud saudara mereka Shaleh (yang berseru) : “Sembahlah Allah”. tetapi tiba-tiba mereka (menjadi) dua golongan yang bermusuhan”. (An Naml : 45)
Akan tetapi mayoritas manusia lebih mencintai kehidupan dunia daripada akhirat sehingga mereka tidak mendapat petunjuk. Oleh sebab itu engkau mendapatkan orang di antara mereka bila engkau menghati-hatikannya dari syirik ini dan dari para pelakunya, dia malah membantah dengan kebathilan dan mendebat dengan hujjah-hujjah yang kosong : (Bagaimana kalian mengkafirkan orang yang mengucapkan Laa ilaaha illallaah, dia shalat dan shaum…?). Mereka tidak mengetahui bahwa orang-orang yang mana ayat-ayat tadi turun berkenaan dengannya adalah orang-orang yang memiliki shalat, shaum, dan ibadah. Akan tetapi tatkala mereka melimpahkan kekuasaan Legislatif (kewenangan pembuatan hukum) kepada ulama dan penguasa mereka dan mereka mengikuti orang-orang itu di atas hukum dan undang-undangnya, maka shalat dan shaum mereka itu tidak bermanfaat bagi mereka.
Syaikh Muhammad ibnu Abdil Wahhab rahimahullah mengatakan bahwa para pengikut Musailamah Al Kadzdzab itu bersaksi akan Laa ilaaha illallaah, akan tetapi mereka mengangkat Musailamah dan menyertakannya pada posisi kenabian bersama Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam, maka mereka dikafirkan oleh sebab itu, padahal sesungguhnya mereka itu shalat, shaum dan adzan, di mana mu’adzin mereka mengatakan dalam adzannya; “Asyhadu an Laa ilaaha illallaah wa ana Muhammadan wa Musailamata rasulullah… sampai akhir adzan”, bila saja orang yang menyekutukan seorang laki-laki bersama Rasulullah pada posisi kenabian adalah kafir dan keluar dari agama Islam walaupun ia itu bersaksi akan Laa ilaaha illallaah juga dia shalat dan shaum… maka apa gerangan dengan orang yang mengangkat seorang alim atau penguasa atau wakil rakyat pada posisi uluhiyyah dengan bentuk menyertakan dia bersama Allah ta’ala dalam pembuatan hukum atau macam ibadah lainnya ?. Allah ta’ala berfirman seraya mengingkari terhadap kaum musyrikin :
“Apakah mereka mempunyai sekutu-sekutu yang menetapkan bagi dari ajaran ini apa yang tidak Allah izinkan” (Asy Syura : 21)
dan Dia ta’ala berfirman :
“Apakah tuhan-tuhan yang cerai berai itu lebih baik ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (Yusuf : 39)
- II. Dan di antara dalil-dalil yang tegas terhadap hal itu adalah apa yang diriwatkan Al Hakim dan yang lainnya dengan isnad yang shahih dari Ibnu ‘Abbas radliyallahu’anhu dalam sebab turunnya firman-Nya ta’ala : “Dan janganlah kamu memakan dari sembelihan yang tidak disebutkan nama Allah di atasnya” (Al An’am : 121), bahwa segolongan kaum musyrikin mendebat kaum muslimin perihal mereka tidak memakan bangkai, di mana mereka mengatakan: “Pagi-pagi kambing mati siapa yang membunuhnya?”, kaum muslimin menjawab: “Allah yang membunuhnya”. Maka kaum musyrikin mengatakan: “Apa yang dibunuh Allah atau apa yang disembelih Allah dengan pisau dari emas adalah halal ─yaitu mereka memaksudkan bangkai─, dan apa yang kalian sembelih dengan pisau dari besi adalah halal !”. Maka Allah menurukan :
“Sesungguhnya syaitan itu membisikkan kepada kawan-kawannya agar mereka membantah kamu; dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik”. (Al An’am : 121)
Ini adalah hukum yang tegas lagi jelas dari Penguasa Langit bahwa orang yang MENGIKUTI hukum buatan walaupun dalam satu kasus atau satu masalah, maka sesungguhnya dia itu adalah sama dengan sujud dan shalat atau ruku’ kepadanya, dan bahwa taat dalam penyandaran hukum itu adalah ibadah yang wajib ditauhidkan bagi Allah ‘Azza Wa Jalla, serta barangsiapa memalingkan kepada selain Allah maka dia itu telah musyrik kepada Allah dan telah menjadikan selain Allah itu thaghut yang dia ibadati selain Allah ta’ala.
- III. Dan di antara dalil-dalil yang menunjukan terhadap hal itu juga adalah apa yang Allah ta’ala sebutkan tentang sekelompok orang-orang yang mengaku beriman dan berislam serta mereka bersyahadat Laa ilaaha illallaah, mereka shalat dan mereka shaum, akan tetapi mereka mentaati orang-orang kafir dalam sebagian dien (falsafah/idiologi/ajaran) dan hukum atau undang-undang mereka yang bathil, maka Allah memvonisnya murtad. Maka bagaimana dengan orang yang mentaati kaum musyrikin dalam setiap perintah, larangan, dan hukum, dan bukan dengan sebagiannya…??
Allah ta’ala berfirman dalam surat Muhammad :
“Sesungguhnya orang-orang yang kembali ke belakang (kepada kekafiran) sesudah petunjuk itu jelas bagi mereka, syaitan telah menjadikan mereka mudah (berbuat dosa) dan memanjangkan angan-angan mereka. Yang demikian itu karena sesungguhnya mereka itu berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan Allah: “Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan”, sedang Allah mengetahui rahasia mereka. Bagaimanakah (keadaan mereka) apabila Malaikat (maut) mencabut nyawa mereka seraya memukul-mukul muka mereka dan punggung mereka?. Yang demikian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemurkaan Allah dan karena mereka membenci (apa yang menimbulkan) keridhaan-Nya, sebab itu Allah menghapus (pahala) amal-amal mereka”. (Muhammad : 25-28)
Mereka itu berkata kepada orang-orang yang menbenci hukum Allah, syari’at-Nya dan ajaran-Nya: “Kami akan mematuhi kalian dalam sebagian ajaran kalian atau hukum kalian yang bathil”, maka mereka kafir dan murtad setelah mereka beriman, maka bagaimana dengan orang yang berkata kepada abdi undang-undang buatan dan hukum produk bumi: “Kami akan mematuhi kalian dalam segala urusan”, dan mereka tidak meresa cukup dengan hal itu, akan tetapi mereka menjadi pelindung yang tulus dan tentara (aparat) yang setia bagi mereka dan undang-undang mereka, maka tidak ragu lagi bahwa mereka itu lebih berhak dengan vonis ini dan layak dengan sanksinya…!
Ketahulah bahwa dalil-dalil dalam hal ini sangatlah banyak yang tidak bisa dimuat cukup oleh lembaran ini, namun dalam apa yang kami uraikan ada kadar cukup bagi orang yang menginginkan hidayah.
Bila engkau telah mengetahui apa yang telah lalu dan telah tampak di hadapanmu bahwa di antara kekafiran yang nyata dan kemusyrikan yang jelas lagi terang adalah menjadikan selain Allah sebagai pembuat hukum, baik si pembuat hukum itu orang alim atau penguasa atau wakil rakyat, serta engkau mengetahui bahwa Allah ta’ala telah berfirman dalam kitab-Nya perihal syirik :
“Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa penyekutuan terhadap-Nya, dan mengampuni dosa yang selain syirik itu bagi orang yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka sesungguhnya ia telah sesat dengan kesesatan yang sangat jauh”. (An Nisa : 116)
Bila engkau telah mengetahui hal itu, tentulah engkau mengetahui pula hakikat perseteruan yang terjadi antara kami dengan aparat-aparat pembelanya. Perseteruan itu bukan untu memperebutkan kursi, jabatan, tanah dan harta sebagaimana yang dituduhkan oleh banyak orang, di mana engkau sendiri bisa melihat bahwa ahli tauhid ini adalah orang-orang yang paling jauh dari jabatan-jabatan pemerintahan, bahkan hal pertama yang kepadanya mereka mengajak kamu ─bila memang kamu tergolong orang-orang yang menduduki posisi-posisi jabatan yang loyal kepada thaghut─ adalah meninggalkan jabatan-jabatan itu dan menjauhinya untuk supaya selamat dari syirik dan ahlinya, Firman-Nya ta’ala: “Sembahlah Allah dan jauhilah thaghut” adalah manhaj kehidupan mereka, dan perseteruan itu bukan pula perihal pengingkaran hal-hal furuu’ dan pembenahan hal-hal parsial, seperti penghancuran Bar dan Bioskop atau Diskotik atau hal serupa itu. Barangsiapa mengira bahwa ini adalah hakikat perseteruan dan intinya antara kami dengan mereka, maka sesungguhnya dia belum memahami hakikat dakwah para rasul dan tidak mengetahui sebab perseteruan antara mereka dengan kaum mereka, dan orang yang menyibukan diri dengan hal-hal furuu’ itu adalah seperti orang yang menyibukan diri dengan pengobatan luka-luka luar di badan yang sarat dengan kanker berbahaya yang mematikan.
Sesungguhnya perseteruan wahai kaum adalah lebih dasyat dan lebih besar dari hal itu, sesungguhnya ia adalah tauhid dan syirik dan dalam kufur dan iman, sesungguhnya ia adalah kekekalan di dalam surga atau di dasar neraka…
Sesungguhnya pemerintah ini berikut orang yang mengikutinya, orang yang loyal kepadanya dan orang yang membelanya di atas kemusyrikannya adalah telah menjadikan diri mereka sebagai andad (tuhan tandingan) bagi Allah ta’ala. Mereka tidak mau kecuali menserikati Allah di dalam salah satu sifat khusus-Nya, yaitu Hak Pembuatan Hukum, terus mereka menjadikan kekuasaan pembuatan hukum dan undang-undang ─sebagaimana yang ditegaskan oleh Undang Undang Dasar mereka─ berada pada tangan mereka dan orang yang mengikuti mereka di atas agama Demokrasi mereka yang maknanya adalah “Hukum Rakyat Untuk Rakyat”, bukan hukum Allah bagi rakyat, di mana rakyat dengan wakil mereka dan dengan instruksi pemimpinnya adalah pemegang kekuasaan pembuatan hukum di negeri-negeri ini.
“Apakah tuhan-tuhan yang cerai berai itu kebih baik ataukah Allah Yang Maha Esa lagi Maha Perkasa?” (Yusuf : 39)
Inilah agama Demokrasi yang dipilih oleh pemerintah ini dan ansharnya sebagai dien dan sistem hidup, yang mana si pembuat hukum di dalamnya adalah tuhan-tuhan yang cerai-berai yang menggulirkan bagi manusia hukum atau undang-undang yang tidak Allah izinkan.
Adapun di dalam agama Allah, maka sama sekali tidak boleh ada pembuat hukum selain Allah… siapa saja orangnya itu, termasuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam sendiri tidak halal baginya membuat hukum, beliau tidak lain adalah pemberi peringatan dan penyampai risalah dari Sang Pembuat Hukum Yang Maha Esa.
Kami ini mengajak kepada manusia untuk mentauhidkan Allah ‘Azza Wa Jalla dalam seluruh macam ibadah, yang di antaranya adalah kewenangan pembuatan hukum, sedangkan pemerintah ini dan kaki tangannya malah mengajak manusia kepada kemusyrikan yang nyata dan kekafiran yang terang ini dan menghiasinya di hadapan mereka. INILAH INTI perseteruan yang terjadi antara kami dengan pemerintah-pemerintah ini. Dan karena alasan itu kami membenci mereka dan memusuhi mereka, serta karena sebab itu pula mereka memusuhi kami dan memenjarakan kami, dan karena itu pula mereka mengejar-ngejar kami, menangkap kami dan menyiksa kami…
“Mereka tidak senantiasa memerangi kamu sampai mereka mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), bila mereka mampu. Dan barangsiapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam keadaan kafir, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan (di) akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya”. (Al Baqarah : 217)
Bila engkau telah mengetahui besarnya kejahatan yang kami ingkari terhadap pemerintah-pemerintah ini, dan bahwa ia adalah kejahatan yang diingkari oleh semua rasul terhadap kaum-kaum mereka, maka engkau memahami kenapa kami membencinya, berlepas diri darinya, dan memusuhi aparat-aparat pembelanya, kami tidak mencintai dan menjalin kasih sayang dengan mereka, bahkan kami tidak mengucapkan salam terhadap mereka, dan tidak pula menyalami tangan mereka KARENA tangan yang bersaksi dengan tauhid kepada Allah Yang Menciptakan dan Mengkaruniakan rizki terhadapnya adalah enggan untuk menyalami tangan yang menyekutukan makhluk bersama Allah dalam sifat-Nya yang paling khusus, atau tangan yang melilitkan borgol di pergelangan tangan anshar tauhid dan memeganginya dalam rangka membela musuh-musuh Allah dari kalangan kaum musyrikin.
Dan di dalam hadits shahih, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Maukah kalian saya tujukan kepada sesuatu yang bila kalian mengerjakannya maka kalian akan saling mencintai? Tebarkanlah salam di antara kalian”, yaitu di antara ahli tauhid, tapi tidak besama kaum musyrikin, karena mereka itu tidak boleh dicintai dan dijalin kasih sayang bersama mereka, Allah ta’ala berfirman :
“Kamu tidak akan mendapatkan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir menjalin kasih sayang dengan orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya walaupun mereka itu bapak-bapak kamu, atau anak-anak kamu, atau saudara-saudara kamu atau karib kerabat kamu”. (Al Mujadillah : 22)
Sesungguhnya orang yang mengetahui begitu dasyatnya kejahatan yang dijalankan oleh para pembuat hukum atau undang-undang dan para aparat pembela mereka, maka ia akan meyakini benar bahwa termasuk sikap khianat bila ia basa basi kepada mereka atau mengakui mereka di atas kebathilan mereka itu, di mana dia berseri-seri di hadapan mereka atau menampakkan sikap cinta kepada mereka, karena bagaimana ia bisa melakukan hal itu terhadap orang yang memerangi dan memusuhi hukum Pencipta dan Tuhannya
Apa kamu mencintai musuh-musuh Allah dan kamu klaim cinta kepadanya?
Sungguh, itu tidaklah mungkin…
Sesungguhnya termasuk ikatan iman terkokoh adalah kamu mencintai karena Allah dan membenci karena Allah, dimana engkau mencintai orang yang mencintai tauhid dan syari’at Allah serta dia membelanya, dan engkau membenci orang yang mencintai syirik dan ajaran bathil serta dia membelanya. Di samping itu bahwa dalam sikap penampakkan ridha terhadap mereka itu dan “penyalamannya” adalah mengandung talbis di hadapan manusia, sedangkan Allah ta’ala berfirman :
“Janganlah kamu kaburkan al haq dengan al bathil dann janganlah kamu menyembunyikan al haq sedangkan kamu mengetahui” (Al Baqarah : 42)
Kamu hai komandan atau prajurit !! hai orang yang terang-terangan membela kaum musyrikin dan melindungi hukum dan undang-undang buatan mereka… saat sebagian ahli tauhid berpaling dari kamu dan dari menyalami dan mengucapkan salam kepadamu, maka kamu bila berakal wajib menghargai mereka (dan) kamu wajib mengetahui bahwa mereka dengan hal itu adalah tulus kepadamu lagi sangat ingin menyelamatkanmu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Dan tidak ragu bahwa orang yang bersikap tegas terhadapmu adalah lebih baik daripada orang yang lemah, yang mengambil rukhshah dan taqiyyah, menyalami tanganmu dan mengucapkan salam kepadamu atau berseri-seri di hadapanmu karena takut atau basa-basi atau demi menghindari kejahatanmu, karena orang yang terakhir ini menghindarkan kejahatanmu darinya dan membiarkanmu berenang-renang dalam kejahatan yang besar, dan sesungguhnya kamu bisa membayar harganya yang mahal di hari kiamat dengan kerugian jiwa, dan itulah kerugian yang nyata. Sesungguhnya kami saat memberitahumu hakikat syirik yang kamu terjatuh di dalamnya adalah kami menarik badanmu agar tidak jatuh kedalam jurang besar yang dasarnya Jahannam dan ia adalah seburuk-buruknya tempat kembali…
Sedangkan kamu tidak mau kecuali malah mendorong kami, memusuhi kami, dan membalas kami dengan penindasan atas hal itu. Orang yang takut kepadamu atau basa-basi kepadamu dan mengakui kamu di atas kebathilanmu padahal dia melihat kamu dalam kebinasaan, maka kamu malah mengakuinya…
Sesungguhnya kami sangat kasihan kepadamu wahai pembela syirik dan wahai abdi Undang Undang Dasar dan undang-undang turunannya, dan demi Allah, sesungguhnya kami sangat ingin kamu mendapat hidayah dan selamat dari kemusyrikan ini, karena dengan sebab hal itu kami mendapatkan pahala, ridha Allah, keselamatan dan keberuntungan di dunia dan di akhirat, TERUTAMA saat kami teringat bahwa kami dan banyak ikhwan kami sebelumnya adalah orang-orang yang tersesat, kemudian Allah memberi mereka hidayah dan mengeluarkan mereka dari kegelapan-kegelapan syirik kepada cahaya tauhid. Maka kami juga ingin kamu mendapatkan kebaikan yang telah kami dapatkan, oleh sebab itu kami sangat berterus-terang kepadamu, kamu tunjukan kepadamu penyakit kamu dengan penuh kejelasan, kami meletakan tanganmu dan menunjukanmu kepada inti penyakit dengan cara membeberkan statusmu serta memberitahu akan keadaanmu dan tempat kembali kamu kelak di sisi Allah bila kamu mati di atas hal ini, maka janganlah kamu menolak kebenaran dan tauhid, karena ia adalah obat kemusyrikan dan penyakit-penyakitmu, oleh sebab itu terimalah walaupun kamu di dalamnya mendapatkan sedikit rasa pahit, karena rasa pahit yang akibat akhirnya lebih manis daripada madu adalah lebih baik dari pada kerugian dan kepahitan abadi…
Kami tidak ridha mengkaburkan al haq di hadapanmu atau menipu kamu, karena Allah befirman kepada kita :
“Begitu jugalah keadaan kamu dahulu, lalu Allah menganugerahkan nikmat-Nya atas kamu” (An Nisa:94)
Oleh sebab itu kami terus-terang kepadamu dan dalam rangka hal itu, kami sabar terhadap apa yang kami dapatkan berupa penindasan dari kamu dan dari aparat kamu akibat keterusterangan ini, dan itu tidak lain karena sangat bahayanya syirik dan bencana di dalamnya.
Wahai pembela kemusyrikan, sesungguhnya urusan ini demi Allah adalah sangat berbahaya, dan sesungguhnya di belakang kamu adalah neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu yang dijaga oleh para malaikat yang kasar yang keras yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Kami berupaya keras dengan dakwah kami dan kami berbuat secara tulus untuk penghidayahanmu dan penyelamatan kamu dan orang-orang semacam kamu dari neraka dan dari syirik yang besar ini.
Ketahuilah, bahwa para Malaikat pertama kali yang akan mereka tanyakan kepadamu tentangnya saat mencabut nyawa kamu sebelum mereka bertanya tentang shalat, shaum, zakat, dan rukun-rukun lainnya adalah akan bertanya kepadamu tentang hukum yang dahulu kamu bela dan partai yang kamu tawalliy kepadanya, maka hindarilah kamu binasa di barisan syirik dan pengusungnya, dan janganlah kamu mati dalam keadaan membela hukum buatan dan barisan syaitan. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, (kepada mereka) Malaikat bertanya : “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”. mereka menjawab: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri (Mekah)”. Para Malaikat berkata: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?”. orang-orang itu tempatnya neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali”. (An Nisa : 97)
Ayat ini turun berkenaan dengan orang-orang yang mengaku Islam dan Iman, akan tetapi mereka tidak meningggalkan barisan kaum musyrikin karena merasa berat dengan tempat tinggal dan rizki seperti gaji dan pensiun[3], maka Allah ta’ala mencap mereka bahwa mereka itu: “menganiaya diri sendiri”, dan Allah ta’ala menjelaskan bahwa pertanyaan pertama yang ditanyakan oleh Malaikat kepada mereka saat saat mencabut ruh mereka “Dalam keadaan bagaimana kamu ini?”, yaitu di barisan mana kamu dahulu? Apakah di barisan wali-wali syaitan dan anshar kemusyrikan… ataukah di barisan auliyaurrahman dan anshar syari’at dan tauhid…? Dan tatkala jawaban sebenarnya adalah bahwa mereka itu dahulu berada di barisan ajaran syirik, maka mereka berdalih udzur dengan hujjah yang lemah yang sering kami dengar hari ini dari para aparat undang-undang saat kami menasihati mereka agar menjauhi kebathilan mereka: “Adalah kami orang-orang yang tertindas di negeri ini”. Maka malaikat menjawab mereka seraya membantah hujjah mereka yang bathil ini: “Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah dari bumi itu?”. Dan begitu juga kami katakan kepada anshar syirik dan aparat pembela undang-undang buatan hari ini, sesungguhnya kesempatan untuk selamat dari api neraka masih ada di hadapan kalian, di mana bumi Allah sangat luas, dan pintu-pintu rizki-Nya sangat banyak, maka hijrahlah dari barisan syirik dan tinggalkanlah tentara thaghut yang telah Allah firman-kan :
“Tentara yang besar yang berada di sana dari golongan-golongan yang berserikat, pasti akan dikalahkan”. (Shad : 11)
dan jadilah bagian dari anshar syari’ah dan tentara tauhid yang telah Allah firmankan perihal mereka :
“Dan sesungguhnya tentara Kami itulah yang pasti menang”. (Ash Shaffaat : 173)
Bila kebathilan hari ini memiliki kejayaan dan penguasaan, al haq memiliki banyak kejayaan dan kekuasaan, dan tolak ukur itu adalah penghujung, sedangkan pertolongan Allah itu pasti akan datang bagi wali-wali-Nya yang bertaqwa dan tentara-Nya yang bertauhid. Kemenangan terbesar bagi mereka adalah di hari saat mereka berjumpa dengan Allah, dan di hari itu saat kamu menyaksikan kemenangan kaum muwahhidin dan kekalahan kaum musyrikin, maka angan-angan kamu tertinggi ─wahai pembela syirik dan undang-undang─ adalah kamu ingin kembali ke dunia, bukan untuk shalat, atau shaum dan zakat, akan tetapi untuk merealisasikan kalimat tauhid sebelum itu semuanya dan untuk menjauhi thaghut, sehingga kamu merealisasikan Al ‘Urwah Al Wutsqa yang mana shalat, zakat, shaum dan yang lainnya tidak diterima tanpa hal itu.
Ya !, saat kamu melihat jelas kenyataan dan kamu mengetahui sebab kebinasaan kaum musyrikin, maka di sana kamu akan berangan-angan kembali ke dunia untuk kafir kepada Undang Undang Dasar dan kepada segala kemusyrikan dan berlepas diri dari wali-walinya, tapi kesempatan sudah tiada. Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“(Yaitu) ketika orang-orang yang diikuti itu berlepas diri dari orang-orang yang mengikutinya, dan mereka melihat siksa; dan (ketika) segala hubungan antara mereka terputus sama sekali. Dan berkatalah orang-orang yang mengikuti: “Seandainya kami dapat kembali (ke dunia), pasti kami akan berlepas diri dari mereka, sebagaimana mereka berlepas diri dari kami”. Demikianlah Allah memperlihatkan kepada mereka amal perbuatannya menjadi sesalan bagi mereka; dan sekali-kali mereka tidak akan keluar dari api neraka”. (Al Baqarah : 166-167)
Ya !, hai abdi Undang Undang Dasar… bila hari ini kamu tidak berlepas diri dari mereka dan tidak kafir kepada mereka sekarang di dunia, maka kamu akan menyesal saat penyesalan tidak bermanfaat, dan kamu akan berangan-angan seandainya kamu dahulu sudah merealisasikan tauhid, yaitu kamu berlepas diri dari syirik dan menjauhi pembelaan kepada thaghut.
Sesungguhnya Allah telah memerintahkan manusia di dalam Al Qur’an agar mereka menjauhi thaghut dan kafir terhadapnya, Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :
“Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan untuk kafir terhadapnya” (An Nisa : 60)
Ya !, mereka diperintahkan untuk kafir terhadapnya, namun orang-orang dzalim malah mengganti perintah dengan (mengerjakan) yang tidak diperintahkan kepada mereka. Seharusnya mereka itu menjauhi thaghut, berlepas diri darinya dan kafir terhadapnya, namun mereka itu malah membelanya, mendukungnya, menjadi aparat yang setia kepadanya, dan bala tentara yang patuh, mereka loyal dan mencintainya, oleh sebab itu sesungguhnya mereka di hari kiamat dan di saat melihat jelas kenyataan sebenarnya dan mereka mengetahui besarnya kejahatan mereka di sisi Allah, agama-Nya dan tauhid-Nya, serta begitu buruknya kejahatan syirik yang mereka lakukan atau mereka bela, maka mereka saling mengingkari satu sama lain dan saling melaknat, akan tetapi itu setelah lenyapnya kesempatan. Allah ta’ala berfirman :
“Dan berkata Ibrahim: “Sesungguhnya berhala-berhala yang kamu sembah selain Allah adalah untuk menciptakan perasaan kasih sayang di antara kamu dalam kehidupan dunia ini, kemudian di hari kiamat sebahagian kamu mengingkari sebahagian (yang lain) dan sebahagian kamu mela’nati sebahagian (yang lain); dan tempat kembalimu ialah neraka, dan sekali-kali tak ada bagimu para penolongpun”. (Al Ankabut : 25)
Maka segeralah wahai pembela hukum syirik untuk beralih membela syari’at Allah dan bara’ dari ajaran thaghut dan undang-undang. Sungguh telah sah dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ath Thabariy dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau bersabda : “Akan ada di akhir zaman polisi-polisi yang membawa cemeti-cemeti seperti ekor sapi, mereka pergi pagi-pagi dalam murka Allah dan pulang dalam laknat-Nya”, dan Ath Thabary menambahkan : “Maka janganlah kamu menjadi bagian dari orang-orang dekat mereka”
Maka hati-hatilah kamu menjadi bagian dari orang-orang dekat mereka…
Inilah dakwah kami dan inilah tuduhan kami, kami melantangkan suara dengannya saat kami bebas merdeka, dan kami menampakkannya di dalam tahanan-tahanan Badan Intelejen, serta kami mendakwahkannya di dalam penjara. Untuk penegakannya kami hidup dan di atasnya kami mati, dan tidak akan bisa dirubah oleh penahanan, ancaman dan penyiksaan, dan kami tidak akan urung darinya karena takut dari penjara atau aparat tukang siksa ataupun kematian.
Kami tidak akan meninggalkan dan tidak akan bergeming –Insya Allah ta’ala-, maka pilihlah bagi dirimu, apa menjadi musuh kami atau menjadi kawan…
Dan pilihlah bagi dirimu, apakah menjadi pelindung bagi dakwah kami ataukah justeru orang yang mengecewakan…
Wassalamu ’Alaa Manittaba’al Huda
Penjara Sawaqah, tahun 1416 H.
Abu Muhammad ‘Ashim Al Maqdisiy
Tulisan ini selesai di hari yang mana Allah menyelamatkan Musa dan membinasakan musuh-Nya.
Selesai diterjemahkan : Siang, Rabu 19 Jumada Ats Tsaniyah 1428 H/4 Juli 2007
Di LP Sukamiskin Bandung
Abu Sulaiman Aman Abdurrahman
[1] Mereka menjalankan kekuasaan pembuatan hukum dan undang-undang (kekuasaan Legislatif),
[2] HR. Ahmad, dan ia adalah hadits shahih dengan kumpulan dari riwayatnya, dan makna perihal tafsir ayat ini telah diriwayatkan dari Hudzaifah secara mauquf dengan isnad yang shahih.
[3] PERHATIAN: Wajib engkau ketahui untuk tambahan faidah bahwa orang-orang tersebut itu tidak bergabung dengan pasukan kaum musyrikin dengan kerelaan dan keinginan mereka, akan tetapi tatkala mereka teledor tidak hijrah dari darul kufriy, yaitu Mekkah saat itu ke darul Islam (Madinah) karena khawatir kehilangan harta benda, penghasilan, tempat tinggal dan kepentingan mereka, dan mereka malah membaur dengan orang-orang kafir (yaitu dipaksa bergabung dalam pasukan mereka), maka status mereka adalah apa yang telah engkau ketahui dari ayat-ayat itu, dan mereka tidak diudzur dengan paksaan itu karena di awalnya salah mereka tidak hijrah dan tidak meninggalkan kaum musyrikin saat mereka mampu terhadapnya, maka bagaimana dengan orang yang bergabung di dalam barisan musyrikin undang-undang buatan dan ia menjadi tentara dan anshar mereka secara sukarela, senang dengan hal itu lagi bahagia…??!
0 komentar: