Dakwah "Salafy" Dakwah Murji'ah (Membongkar Kebohonan Ali Hasan Al Kadzdzab Bagian 12)

Penutup

Ada baiknya saya menutup lembaran-lembaran ini dengan isyarat-isyarat yang cepat… dengan harapan ia bisa membantu dalam menerangi jalan bagi pencari al haq serta melenyapkan rintangan dari penempuh jalan…
Saya katakan…

Pertama: Ketahuilah bahwa sebagian (Murji’ah Gaya Baru) telah mengingkari dengan sebab mereka dicap dengan cap ini, dan di antara mereka adalah Al Halabiy dan para Syaikhnya…135
Ketahuilah, sesungguhnya kami sebenarnya telah bersikap lembut kepada mereka dengan cap itu, karena sebenarnya sesungguhnya orang yang mengamati pada realita-realita keadaan mereka dan yang sebagiannya telah nampak di hadapan anda dalam uraian yang lalu; berupa sikap mereka menutup-nutupi kekafiran para thaghut dan menganggap enteng kekafiran dan kemusyrikan mereka serta menyetarakan pembuatan hukum dan kekafiran yang nyata yang mereka lakukan dengan kezhaliman para khalifah di zaman-zaman penaklukan, supaya setelah itu mereka menjadikannya (kufrun duna kufrin), pada waktu di mana mereka menabuh genderang perang terhadap para muwahhidin dari kalangan mujahidin dan menuduhnya dengan cap-cap yang paling busuk, bukan karena alasan apa-apa, kecuali karena mereka mengkafirkan para thaghut itu dan karena mereka mengajak untuk bara’ah dari mereka, menjauhi mereka dan menentangnya.
Itu di samping talbisat, tadlisat, pencampuradukkan dan sikap mereka mengikuti warisan Jahmiyyah dalam hal membatasi kekafiran semuanya pada juhud atau pendustaan hati.
Saya katakan: Orang yang mengetahui hal ini dan menelitinya; maka ia akan mengetahui bahwa termasuk kezhaliman yang sangat jelas setelah ini semuanya sikap kita menyertakan mereka dengan Murji’ah pertama atau menyamakannya dengan mereka serta menjadikannya sama seperti mereka, terutama bila kita mengetahui bahwa kekeliruan Murji’ah pertama itu terutama Murji’ah Fuqaha adalah dalam masalah nama, dan mereka tidak membangun di atasnya sikap tafrith dalam amalan, bahkan penyelisihan mereka terhadap Ahlus Sunnah adalah dalam perihal lafazh-lafazh dan nama-nama, yaitu definisi saja, dan tidak membangun di atas hal itu peninggalan rukun-rukun (Islam) atau amalan, atau penambalan buat kaum murtaddin dan kuffar, dan mereka tidak membolehkan dengan paham Irjanya tawalliy kepada kuffar dan nushrah mereka…!!!
Oleh sebab itu salaf tidak mengkafirkan mereka…!!!
Syaikhul Islam berkata: “Dan adapun Murji’ah maka teks-teks beliau –yaitu Al Imam Ahmad– tidak berbeda bahwa beliau tidak mengkafirkan mereka, karena bid’ah mereka itu tergolong jenis perselisihan fuqaha dalam furu’. Dan banyak dari ucapan mereka kembali perselisihan di dalamnya pada perselisihan dalam lafazh dan asma oleh sebab itu dinamakan pembicaraan tentang masalah-masalah mereka (bab al asma), sedangkan ini tergolong perselisihan para fuqaha akan tetapi tatkala ia berkaitan dengan ashluddien maka orang yang menyelisihi di dalamnya adalah mubtadi’.”136 Selesai.
Bila bid’ah kaum Murji’ah muta’akhkhirin itu berhenti pada penamaan al iman dan al kufr, yaitu dalam hal lafazh-lafazh dan nama-nama, maka boleh bagi kita untuk menyamakan mereka dengan Murji’ah terdahulu, kita membid’ahkan mereka dan mencap mereka sesat, karena pendapat (keyakinan yang menyimpang) mereka itu ada pada Ashluddien, serta kita tidak mengkafirkan mereka selama mereka tidak membangun di atas paham Irjanya ini sikap tawalliy kepada thaghut, nushrahnya, membai’atnya atau nushrah undang-undangnya atau ikut serta dalam membuat hukumnya atau sebab-sebab takfier yang nyata lainnya.
Dan orang yang mengamati pada keadaan-keadaan Murji’ah terdahulu, dia akan yakin dari kebenaran ucapan Syaikhul Islam ini, karena (‘aqidah) mereka memisahkan amal dari iman hanyalah dalam definisi saja.
Di mana orang yang menelusuri biografi-biografi mereka akan kaget saat ia melihat bahwa di antara para pembesar tokoh Murji’ah dan para du’atnya itu ada orang yang masyhur dengan ibadah, zuhud dan amal, bahkan pengingkaran yang munkar serta yang lainnya.
Inilah dia Muhammad Ibnu Kurram As Sijistaniy yang mana Murji’ah Kurramiyyah disandarkan kepadanya dan ia yang mengatakan iman itu adalah ucapan tanpa amalan. Ahli sejarah mensifatinya dengan ucapan mereka: Abu Abdillah Al ‘Abid137
– Ini Salim Ibnu Salim Abu Babr Al Bakhiy, Ibnu Katsir berkata tentangnya: “Ia adalah penyeru kepada paham Irja… akan tetapi ia itu adalah tokoh dalam amar ma’ruf nahi munkar, ia adalah ahli ibadah lagi zuhud, pernah selama 40 tahun tidak pernah memakai hamparan, dan ia shaum hari-harinya kecuali 2 hari raya138. Ia datang ke Baghdad terus ia mengingkari Ar Rasyid dan ia mengecamnya, sehingga ia ditahan dan dibelenggu dengan 12 belenggu, kemudian Abu Mu’awiyyah terus memberinya syafa’at sampai akhirnya mereka menjadikannya pada 4 belenggu…”139 Selesai.
– Abu Mu’awiyah yang memberi syafa’at itu adalah Abu Mu’awiyah Adl Dlarir Muhammad Ibnu Khazim Ibnu Buzai’, ia juga tergolong penyeru kepada Irja sedang ia itu ahli ibadah.
Dan juga Qais Ibnu Muslim Al ‘Adwaniy, ia adalah Murji’ah yang ahli ibadah. Sufyan berkata: Mereka mengatakan: “Qais Ibnu Muslim tidak pernah mengangkat kepalanya ke langit semenjak ini dan itu sebagai ta’zhim kepada Allah”.
Dan begitu juga Abdul Majid Ibnu Abdil Aziz Ibnu Abi Rawwad, ia adalah tokoh dan penyeru Irja, sampai-sampai Abdurrazzaq berkata tatkala mendengar kabar kematiannya: “Alhamdulillah yang telah menenteramkan umat Muhamamd dari Abdul Majid”. Dan Ahmad berkata: “Ia memiliki sikap ghuluw dalam Irja, ia berkata mereka itu adalah syakkaak, ia memaksudkan ucapan ulama: Saya mu’min Insyaa Allah”.
Namun demikian Yahya Ibnu Ma’in berkata: “Ia itu shaduuq, tidak pernah mengangkat kepalanya ke langit, dan orang-orang mengagungkannya”.
Dan Abdullah Ibnu Ayyub Al Makhramiy berkata: “Seandainya saya melihat Abdul Majid, tentu saya melihat orang yang agung karena ibadahnya”.
Harun Al Hammal: Saya tidak melihat orang yang lebih khusyu’ kepada Allah daripada Waki’, dan Abdul Majid adalah lebih khusyu’ darinya”.
Adz Dzahabiy berkata dalam As Siyar 9/436: “Kekhusyuan Waki’ disertai imamahnya dalam As Sunnah menjadikan dia dikedepankan, berbeda dengan kekhusyu’an orang Murji’ ini –semoga Allah memaafkannya– semoga Allah melindungi kami dan kalian dari menyelisihi sunnah”.
Begitu juga Umar Ibnu Abdillah Al Hamdaniy, salah seorang tokoh Murji’ah, Al Imam Ahmad berkata tentangnya: “Dialah orang yang pertama kali melontarkan paham Irja, namun demikian ia tergolong ahli ibadah yang ucapan-ucapannya digunakan untuk mendorong tahajjud dan mengisi malam hari dengan ibadah…”
Dan di antara ucapannya itu: “Tatkala para ahli ibadah melihat malam telah menyerang mereka dan mereka memandang orang-orang yang lalai telah tenang di tempat tidurnya, mereka berdiri menuju Allah sambil berbahagia dan berseri-seri dengan apa yang telah diberikan Allah kepada mereka berupa keindahan ibadah malam dan panjangnya tahajjud. Mereka menyambut malam dengan badan-badannya dan mengarungi kegelapan-kegelapannya dengan wajah-wajah mereka yang khusyu. Malampun meninggalkan mereka namun tidak lenyap kenikmatan-kenikmatan mereka dengan sebab tilawah dan badan-badan mereka tidak bosan dari panjangnya ibadah. Dan akhirnya dua kelompok manusia telah meninggalkan malam dengan keuntungan dan kerugian, dan sungguh jauh perbedaan antara dua kelompok itu, maka beramallah untuk diri kalian rahimakumullah pada malam ini dan kegelapannya, karena sesungguhnya orang yang tertipu adalah orang yang telah tertipu kebaikan malam dan siang, sedangkan orang yang terhalangi adalah orang yang terhalangi kebaikan keduanya. Dan keduanya hanyalah dijadikan sebagai jalan bagi kaum mu’minin untuk taat kepada Rabb mereka, dan bumerang atas yang lainnya untuk lalai dari diri mereka sendiri, maka hidupkanlah karena Allah diri kalian dengan mengingat-Nya, karena hati itu hanya hidup dengan mengingat Allah”. Selesai.
Dan contoh-contoh itu sangatlah banyak, dan saat membaca kitab-kitab biografi, saya melewati banyak darinya, dan sangat mungkin sekali bagi pencari al haq untuk merujuk kitab-kitab Ar Rijal (biografi para tokoh)140 serta ia menelusuri biografi kaum Murji’ah agar ia mengetahui bahwa awal mula munculnya Irja hanyalah dalam hal lafazh, asma (nama-nama) dan ta’rifat (definisi-definisi), akan tetapi setelah itu menjadi pijakan untuk menyepelekan amal dan pintu untuk munculnya kebejatan dan penyepelean ketaatan.
Sebagaimana yang dikatakan Syaikhul Islam141: “Oleh sebab itu masuk dalam Irja Fuqaha sejumlah orang yang mana mereka itu di kalangan para imam adalah ahli ilmu dan dien, oleh sebab itu tidak ada seorang salaf pun mengkafirkan seorang dari Murji’ah Fuqaha, bahkan mereka menjadikan hal ini bagian dari bid’ah ucapan dan perbuatan bukan bagian dari bid’ah keyakinan, karena banyak dari perselisihan itu bersifat lafazh, akan tetapi lafazh yang selaras dengan Al Kitab dan As Sunnah-lah yang benar, tidak seorang pun punya hak berkata dengan perkataan yang menyelisihi perkataan Allah dan Rasul-Nya, terutama sesungguhnya hal itu telah menjadi pintu masuk pada bid’ah ahli kalam dari kalangan Ahli Irja dan yang lainnya serta (jalan) pada munculnya kebejatan, sehingga kesalahan yang sedikit dalam lafazh itu telah menjadi sebab bagi kesalahan yang besar dalam keyakinan dan amalan. Oleh sebab itu sangat dahsyat ucapan (ulama) tentang mencela Irja, sampai Ibrahim An Nakh’iy berkata: “Sungguh fitnah mereka ~yaitu Murji’ah~ lebih ditakutkan terhadap umat ini daripada fitnah Azariqah142
Az Zuhriy berkata: “Tidak dilakukan bid’ah di dalam Islam ini yang lebih berbahaya atas pemeluknya daripada Irja
Al Auza’iy berkata: “Yahya Ibnu Abi Katsir dan Qatadah pernah berkata: “Tidak ada suatupun dari ahwa (bid’ah-bid’ah) ini yang lebih mereka khawatirkan atas umat ini daripada Irja143
Syuraik Al Qadli berkata: dan ia menyebutkan Murji’ah, terus berkata: “Mereka itu kaum yang paling busuk, cukuplah bagimu kebusukan Rafidlah, akan tetapi Murji’ah berdusta atas (Nama) Allah”144
Sufyan Ats Tsauriy berkata: Murji’ah meninggalkan Islam ini lebih tipis dari pakaian sabiriy145 (yang tipis)”
Adz Dzahabi berkata saat membicarakan dampak-dampak ‘aqidah Murji’ah: “Mereka membuat setiap orang fasiq dan perampok berani melakukan dosa-dosa besar, kita berlindung kepada Allah dari kehinaan”. Selesai. Siyar A’lamin Nubala 9/436.
Saya katakan: Jadi tidaklah aneh bila keadaan Murji’ah telah sampai pada zaman-zaman belakangan ini kepada keadaan yang sangat menjijikkan ini; yaitu menambali (kekafiran) para thaghut, menganggap enteng riddah dengan menyebutnya (kufrun duna kufrin), dan mencap orang yang mengkafirkan kaum murtaddin sebagai Khawarij dan Takfiriyyin, dan kemudian menabuh genderang perang terhadap mereka serta terhadap dakwah dan jihad mereka…!!!
Oleh sebab itu semuanya kami bedakan orang-orang Murji’ah akhir-akhir ini dari Murji’ah terdahulu dan kami memberi batasan sifat mereka dengan nama (Murji-atul ‘Ashri/Neo Murji’ah) sebagai ciri khusus bagi mereka, agar kami tidak menzhalimi Murji’ah terdahulu dengan menisbatkan orang-orang itu kepada mereka, atau karena khawatir kami membuat image penyamaan orang itu dengan mereka dengan penyetaraannya dengan mereka:
(Pertama, ed.) karena mayoritas Murji’ah masa kini itu –dan saya tidak mengatakan semuanya– adalah lebih serupa dengan Murji’ah Jahmiyyah atau Ghulatul Murji’ah, di antara mereka ada yang serupa dengan Murji’ah Fuqaha, terkhusus dalam bab sikap mereka membatasi kekafiran dengan seluruh macamnya terhadap takdzib dan juhud qalbiy, atau sikap mereka membatasinya dengan hal itu.
Oleh sebab itu Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Oleh sebab itu mengucapkan kekafiran tanpa dipaksa adalah kekafiran dengan sendirinya menurut jama’ah dan aimmatul fuqaha termasuk menurut Murji’ah, berbeda dengan Jahmiyyah dan orang yang mengikuti mereka”146
Kedua: Ketahuilah sesungguhnya salaf telah membedakan antara keumuman ahli bid’ah dengan para penyeru terhadap bid’ah itu. Dan kami juga membedakan antara Shibyan Ahlut Tajahhum Wal Irja, para muqallid mereka dan para pengikut mereka, dengan para tokoh mereka, para Syaikh mereka dan para du’atnya yang menegakkan syubhat-syubhat, yang batil untuk melegalkan kebatilan dan menganggap enteng dari urusan kekafiran yang nyata dan kemusyrikan yang jelas serta riddah yang terang, terutama di antara mereka orang-orang yang sengaja melakukan tadlis, talbis dan pemenggalan ucapan ulama untuk membela bid’ah mereka dan melariskan kesesatan mereka…!!! Maka mereka itu adalah tergolong tokoh kesesatan yang telah disabdakan Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam tentang mereka: “Sesungguhnya Allah tidak akan mencabut ilmu secara sekaligus dari manusia, akan tetapi Dia mencabut ilmu dengan mewafatkan para ulama, sehingga bila ia tidak meninggalkan seorang alimpun, maka manusia mengangkat para tokoh yang jahil kemudian mereka ditanya, terus mereka mengeluarkan fatwa tanpa dasar ilmu, maka mereka sesat dan menyesatkan”.147
Ibnul Qayyim berkata dalam Ath Thuruq Al Hukmiyyah Fis Siyaasah Asy Syar’iyyah: “Adapun ahlul bida’ yang sejalan dengan ahlul Islam, akan tetapi mereka menyelisihi dalam sebagian Al Ushul –seperti Rafidlah, Qadariyyah, Jahmiyyah, Ghulatur Murji’ah dan yang lainnya– maka mereka itu bermacam-macam:
Pertama: Orang jahil yang taqlid yang tidak memiliki bashirah, maka ini tidak dikafirkan dan tidak dianggap fasiq serta tidak ditolak kesaksiannya, bila dia tidak mampu untuk mempelajari petunjuk. Dan status hukumnya adalah hukum orang-orang yang tertindas dari kalangan laki-laki, wanita dan anak-anak yang tidak memiliki daya upaya serta tidak mengetahui jalan (hijrah), maka mereka itu mudah-mudahan Allah memaafkannya dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Pemaaf.
Kedua: Orang yang memiliki kesempatan untuk bertanya, mencari hidayah dan mengetahui al haq, akan tetapi dia meninggalkan itu karena sibuk dengan dunia, kedudukan, kenikmatan, kehidupannya dan hal lainnya, maka orang ini berhak mendapatkan ancaman lagi berdosa dengan sebab meninggalkan hal yang wajib atasnya, yaitu bertaqwa kepada Allah sesuai istitha’ah-nya, maka ini status hukumnya adalah status hukum orang-orang yang seperti dia dari kalangan yang meninggalkan sebagian kewajiban. Bila bid’ah dan hawa nafsu yang ada padanya mengungguli sunnah dan petunjuk yang ada padanya maka kesaksiannya ditolak, dan bila sunnah dan petunjuk yang ada padanya lebih dominan maka kesaksiannya diterima.
Ketiga: Dia bertanya, mencari dan jelas petunjuk baginya, namun dia meninggalkannya karena taqlid dan ta’ashshub atau karena benci dan memusuhi orang-orangnya, maka status minimalnya adalah fasiq, dan pengkafirannya adalah tempat ijtihad dan perincian148. Bila dia itu terang-terangan lagi mendakwahkannya; maka tertolaklah kesaksiannya, fatwa-fatwanya, dan putusan-putusannya saat mampu atas hal itu, dan kesaksiannya tidak diterima, juga fatwa dan putusannya kecuali saat dlarurat, seperti pada keadaan pendudukan dan penguasaan mereka itu, serta keberadaan para qadli dan para mufti serta para saksi dari mereka, karena dalam sikap menolak kesaksian dan putusan-putusan mereka saat itu adalah kerusakan yang besar dan tidak mungkin itu, sehingga diterimalah karena dlarurat.
Dan Malik rahimahullaah telah menegaskan bahwa kesaksian Ahlul bida’ seperti qadariyyah dengan rafidlah serta yang lainnya; tidak diterima meskipun mereka shalat seperti shalat kita dan mengahadap kiblat kita…
Al Lukhamiy berkata: “Dan itu karena kefasikan mereka, ia berkata: walaupun hal itu karena takwil yang mereka keliru di dalamnya”.
Bila ini adalah penolakan mereka akan kesaksian qadariyyah, sedangkan kekeliruan mereka itu hanyalah karena takwil Al Qur’an seperti Khawarij, maka apa gerangan dengan Jahmiyyah yang banyak dari salaf telah mengeluarkan mereka dari ke 72 firqah…???”149 Selesai (233-234).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata saat berbicara tentang Ahli bid’ah: “Dan di tengah mereka terdapat banyak dari kalangan ulama dan ahli ibadah di mana ilmu ditulis dari mereka, dan Al Bukhari serta Muslim meriwayatkan hadits dari jalur kalangan dari mereka, akan tetapi orang yang menyeru kepada (bid’ah) nya mereka tidak meriwayatkan (hadits) lewat jalur periwayatannya. Ini adalah pendapat Fuqaha Ahlil hadits seperti Ahmad dan yang lainnya; bahwa orang yang menyeru kepada bid’ah maka sesungguhnya ia berhak diberi sangsi untuk menolak bahayanya dari manusia, meskipun secara bathin dia itu mujtahid, sedangkan sanksi minimalnya adalah di-hajr (diboikot), sehingga dia tidak memiliki kedudukan dalam dien ini, tidak boleh ilmu diambil darinya, tidak diminta putusannya dan tidak diterima kesaksiannya serta hal-hal serupa itu. Dan madzhab Malik sangat dekat dengan ini, oleh sebab itu para penyusun kitab shahih hadits tidak meriwayatkan lewat jalur penyeru (kepada bid’ah) akan tetapi mereka dan para ulama lainnya meriwayatkan dari banyak orang yang secara bathin menganut pendapat Qadariyyah, Murji’ah, Khawarij dan Syi’ah150 Selesai.
Ibnul Qayyim berkata dalam Ath Thuruq Al Hukmiyyah: “Dan alasan para imam –seperti Al Imam Ahmad Ibnu Hanbal dan yang semisalnya– melarang dari menerima riwayat orang yang mendakwahkan lagi terang-terangan dengan bid’ahnya, kesaksiannya dan shalat di belakangnya; adalah sebagai bentuk hajr terhadapnya dan pembuat jera agar lenyap bahaya bid’ahnya dari kaum muslimin, maka dalam penerimaan kesaksiannya dan riwayatnya, shalat di belakangnya, meminta putusannya serta pemberlakuan vonis-vonisnya ada mengandung keridlaan akan bid’ahnya, pengakuan baginya atas bid’ahnya serta menghantarkan untuk menerima hal itu darinya”. Selesai (232)
Ibnu Jarir Ath Thabariy berkata dalam Tahdzibul Autsar (2/181): “Abdullah Ibnu ‘Umar Ar Razy telah mengabarkan kepada saya, ia berkata: Saya mendengar Ibrahim Ibnu Musa –(yaitu Al Farraa)– Ar Razy berkata: Ibnu ‘Uyamah ditanya tentang Irja? Maka beliau berkata: “Irja ada dua macam: Suatu kaum yang menangguhkan urusan Ali dan Utsman, dan mereka itu telah berlalu, dan adapun Murji’ah hari ini, maka mereka itu mengatakan: “Iman itu ucapan tanpa amalan” maka janganlah kalian duduk dengan mereka, jangan makan-makan dengan mereka, jangan minum bersama mereka, jangan shalat bersama mereka dan jangan menshalatkan mereka”. Selesai.
Al Kausaj bertanya kepada Al Imam Ahmad tentang orang Murji’ah bila dia itu sebagai penyeru? Maka beliau menjawab: ”Ya demi Allah, dia disingkirkan dan dijauhi”.151
Oleh sebab itu kami tidak merasa keberatan dari men-tahdzir dari para du’at atau para tokoh yang melariskan bid’ah Tajahhum dan Irja, dan (dari) menjelaskan keadaan mereka di hadapan manusia agar mereka tidak terpedaya dengan mereka, terutama sesungguhnya banyak dari mereka berpakaian dan berbusana baju salafiy, terus dia menisbatkan dirinya –secara dusta– kepada cara (thariqah/manhaj) salaf supaya melariskan paham Irja-nya di tengah manusia, karena dagangan mereka yang jelek tidak bisa laris kecuali bila dihiasi dan disandarkan kepada salaful ummah dan para imam yang tsiqat.
Dan ini seperti apa yang dinukil oleh Syaikhul Islam dari sebagian ulama dari ucapan mereka: “Asy’ariyyah hanyalah laris di tengah manusia dengan sebab mereka menisbatkan diri mereka kepada Hanabilah” Selesai.152
Dan begitu juga Ahlut Tajahhum Wal Irja di zaman kita ini, maka sesungguhnya mereka melariskan bid’ah mereka dengan menyandarkannya kepada salaf dan para imam, di mana engkau bisa menemukan seorang dari mereka menulis sebuah kitab yang dia namai Al ‘Udzru bil jahli ‘Aqidah As Salaf begitulah tanpa rincian… dan yang lain mengklaim ijma salaf dan para imam atas sikap tidak takfier, kecuali dengan juhud, i’tiqad dan istihlal secara muthlaq dalam semua pintu-pintu kekafiran, sehingga masuk di dalam hal itu pembuatan hukum/Undang-undang di samping Allah, dan kekafiran yang nyata serta kemusyrikan yang jelas. Dan yang ke tiga mengklaim ijma Ahlus Sunnah Wal Jama’ah atas sikap tidak khuruj terhadap para penguasa –begitu secara muthlaq– dalam rangka menjaga pertumpahan darah dan menghindari kekacauan, tanpa rincian atau perbedaan antara para penguasa muslim dengan kafir, dan tanpa membedakan antara kezhaliman dan aniaya dengan kemurtadan dan kekafiran yang nyata…
Dan dengan hal itu mereka telah aniaya atas nama manhaj Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan manhaj salaful ummah serta para imam yang terpercaya dengan bentukannya yang amat besar. Dan mereka berupaya mencorengnya dengan pencorengan yang busuk –baik mereka sadari ataupun tidak– dan dalam apa yang kami ketengahkan kepada anda berupa bantahan kami kepada Al Halabiy ada contoh-contoh dari hal ini, terutama dalam bab pemenggalan Al Halabiy terhadap perkataan ulama untuk menggiringnya kepada madzhabnya yang rusak, terutama dalam klaim bahwa kekafiran itu tidak terjadi selama-lamanya kecuali dengan juhud qalbiy (pengingkaran hati), sedangkan engkau telah mengetahui bahwa ini adalah tergolong ucapan-ucapan Jahmiyyah, dan sama sekali bukan termasuk ucapan Ahlus Sunnah wal Jama’ah atau Salaful Ummah.
Begitu juga dalam memaksakan makna kedalam ucapan ulama sesuatu yang tidak dikandungnya, serta memalingkan ucapan itu kepada maksud dia, dan menempatkan ucapan-ucapan mereka yang mereka katakan tentang para penguasa yang zhalim dan memposisikannya kepada tokoh-tokoh (para pemimpin) kafir.
Dan mengutip ucapan para imam tentang Khawarij –yang mentakfier dengan sekedar maksiat dan memberontak kepada ahlul Islam– dan menempatkannya kepada para mujahidin muwahhidin yang memberontak kepada para thaghut dan menentang para penguasa kafir.
Serta talbis-talbis dia lainnya yang bercabang-cabang yang sebagiannya telah kami bongkar.
Maka hal yang wajib adalah tahdzir dari para penyeru terhadap bid’ah-bid’ah ini, mengingatkan akan kesesatan-kesesatan mereka dan membongkar talbis-talbis mereka. Dan tidak ragu bahwa ini tergolong macam tashfiyah yang paling agung, yang mana mereka mengklaim perhatian terhadapnya dan dakwah kepadanya…!!!
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: “Dikatakan kepada Al Imam Ahmad Ibnu Hanbal, orang shaum, shalat dan i’tikaf, apakah ia lebih engkau cintai atau dia itu mengomentari Ahlul bida’”, maka beliau berkata: “Bila ia shaum, shalat dan i’tikaf maka itu hanya buat dirinya sendiri, dan bila dia mengomentari ahlil bida’ maka itu untuk kaum muslimin, ini lebih utama”.
Beliau menjelaskan bahwa manfaat ini umum bagi kaum muslimin dalam dien mereka, yang tergolong jenis jihad fi sabilillah, karena mensucikan jalan Allah, dien-Nya, minhaj-Nya, ajaran-Nya serta menghadang sikap aniaya mereka itu dan permusuhannya di atas hal itu adalah wajib kifayah dengan kesepakatan kaum muslimin. Dan seandainya tidak ada orang yang Allah teguhkan untuk menghadang bahaya mereka itu tentulah dien ini rusak, sedangkan kerusakannya lebih besar dari kerusakan akibat penguasaan musuh dari kalangan ahlul harbiy” Selesai. Majmu Al Fatawa 28/232.
Tidak layak mengkaburkan terhadap umat dan mengecoh para pemudanya dengan memuji para tokoh kesesatan itu dan menjadikan mereka sebagai para imam yang dijadikan panutan atau menjadikan mereka sebagai referensi serta mempromosikan pendapat-pendapat mereka sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang, baik atas dasar niat yang bagus dengan cara menukil apa yang secara zhahirnya sejalan dengan kebenaran dari ucapan-ucapan kalangan yang dinilai cacat di antara mereka, dari kalangan yang telah membai’at para thaghut, mendukungnya dan tawalliy kepadanya. Dan dengan serta merta orang-orang sesat itu cepat mentakwil maksud mereka dari ucapan-ucapan itu, dan dari sana mereka kemudian menuduh orang-orang baik itu dengan (tuduhan) telah membawa teks-teks ucapan mereka kepada suatu yang tidak mereka maksudkan, padahal dalam firman Allah dan sabda Rasul-Nya shalallaahu ‘alaihi wa sallam terdapat kadar cukup dan obat bagi orang yang menginginkan al haq dan obat.
Begitu juga dalam perkataan para tokoh Ahlus Sunnah Ar Rabbaniyyin ada kadar cukup bagi orang yang menginginkan petunjuk, dan semoga Allah merahmati orang yang berkata: “Siapa yang ingin mencontoh, maka hendaklah dia mencontoh dengan orang yang sudah mati, karena orang yang hidup itu tidak aman fitnah atasnya”
Ketiga: Ketahuilah bahwa Irja adalah bid’ah yang menyebar sebagai reaksi balik atas sikap orang yang khuruj terhadap para pemimpin (muslim) dan segala hal yang terjadi akibat hal itu berupa kerusuhan, bencana dan pertumpahan darah.
Jadi ia adalah ‘aqidah yang tidak muncul dari dalil syar’iy, akan tetapi ia hanyalah penyimpangan-penyimpangan, pengikutan akan hal yang samar dan berpegang dengannya karena ia sejalan dengan hawa nafsu dan syahwatnya, serta karena selaras dengan keselamatan dan ridla para penguasa, sebab ia adalah dien yang disenangi para raja sebagaimana yang telah lalu dari An Nadlr Ibnu Syumail, maka wajarlah ia menjadi reaksi balik bagi manhaj yang membuat mereka benci dan marah, yaitu Khuruj, menentang dan memberontak…
Maka perhatikanlah dan amatilah…!!!
Cinta keselamatan mematahkan keinginan orangnya
Dari cita yang tinggi dan mengiming-iming orang dengan kemalasan.
Adz Dzahabiy menuturkan dari Qatadah ucapannya: “Irja ini hanyalah terjadi setelah kekalahan Ibnul Asyats153
Hendaklah pencari ilmu berhati-hati dari sikap mengikuti hal-hal yang samar yang sejalan dengan hawa nafsu dan selera jiwa, kemudian ta’ashshub terhadapnya dan menjadikannya sebagai madzhab karena merasa terganggu dengan orang-orang yang menyelisihi dan penggembosannya…, maka ini adalah jalan orang-orang yang sesat yang telah Allah sebutkan dalam Kitab-Nya: “Adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada kesesatan, maka mereka mengikuti apa-apa yang samar darinya dalam rangka mencari fitnah dan mencari-cari takwilnya”154
Dan di sisi (lain) merebaknya Irja sebagai reaksi balik atau apa yang muncul dan terjadi karena upaya-upaya memberontak terhadap para penguasa zhalim berupa penindasan, penganiayaan dan banyak intimidasi, maka saya telah melihat sekelompok dari manusia telah ghuluww dalam takfier dan mereka serabutan dalam memvonis manusia serta mereka membawa kedengkian terhadap seluruh manusia, bahkan di antara mereka ada yang meninggalkan kitab-kitab banyak para ulama dan dia berpaling dari membacanya, sehingga ia memegang madzhab ghuluww dalam takfier tanpa dlawabith atau ushul.
Semua itu adalah sebagai reaksi balik terhadap sikap tasahul (pengenteng-entengan) kaum Murji’ah, sikap ngawur ulama suu’ serta tawalliy mereka terhadap thaghut.
Dan telah lalu isyarat kepada ucapan Syaikhul Islam tentang khilafah dan kerajaan serta perpecahan manusia di dalamnya kepada dua sikap yang bertentangan; Khawarij dan Mu’tazilah di satu sisi, sedang Murji’ah berada di sisi lain. Dan kedua kelompok ini adalah tercela. Khawarij dan Mu’tazilah mencela dan menghujat khilafah dan mereka menyelisihi jama’atul muslimin karena sekedar maksiat dan penyimpangan yang tidak sampai kepada kekafiran yang nyata. Dan di sisi lain Murji’ah membolehkan penyimpangan para raja dan orang-orang yang zhalim, bahkan para thaghut sebagaimana yang telah engkau lihat, serta mereka menutupi mereka dan kebatilan mereka.
Ini semuanya adalah penyimpangan dari jalan yang benar… baik jatuh kepada ifrath ataupun tafrith.
Di antara sifat terpenting yang wajib dipegang oleh pencari kebenaran yang sangat ingin untuk menjadi bagian dari Ath Thaifah Al Manshurah yang menegakkan dienullah serta ia ingin menelusuri jejak Manhaj Ar Rasikhin fil ‘ilmi; adalah komitmen dengan apa yang dipegang Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam dan tidak terganggu dengan orang-orang yang menyelisihi atau yang menggembosi.
Sungguh Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda tentang sifat Ath Thaifah Al Manshurah: “…senantiasa sekelompok dari umatku nampak di atas perintah Allah, mereka tidak terganggu dengan orang yang menyelisihi mereka dan dengan orang yang menggembosi mereka sampai datang ketentuan Allah sedang mereka seperti itu”.155
Maka hati-hatilah dari merasa terganggu dengan orang-orang yang menyelisihi, atau berpaling dari al haq atau melepaskannya karena sedikit orang yang mau menempuh jalan ini atau karena banyak orang yang binasa.
Ke empat: Bila pencari kebenaran telah mengetahui realita hari ini dan cap syar’iy baginya, serta dia tidak membaurkan antara para penguasa (muslim) yang zhalim dan penyimpangnya dengan para penguasa murtad dan kekafiran mereka yang nyata pada zaman ini, dan dia selalu ingat bahwa ikatan iman yang paling kokoh adalah cinta karena Allah dan benci karena Allah, serta loyalitas karena Allah dan memusuhi karena Allah, maka dia tidak akan terganggu dengan sikap gaduh Ahlut Tajahhum Wal Irja dalam apa yang mereka sandangkan kepada kaum muwahhidin yang berlepas diri dari para thaghut kekafiran bahwa mereka itu Khawarij.
Bila cap ini membuat pandangan negatif terhadap orang yang khuruj kepada Ahlul Islam dan para pemimpin kaum muslimin; maka sesungguhnya cap itu tidak membuat buruk orang yang khuruj terhadap kaum murtaddin dan para penguasa yang musyrik.
Orang yang memiliki sedikit akal dan pengetahuan akan jalan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah dan ucapan-ucapan mereka tentang Khawarij dan para penguasa yang zhalim dari satu sisi dan tentang kaum murtaddin serta para pemimpin kekafiran dari sisi lain, maka dia paham maksud kami.
Andaikata klaim Ahlut Tajahhum Wal Irja benar bahwa kaum muwahhidin yang menentang para thaghut itu Khawarij, maka sungguh jumhur Ahlus Sunnah Wal Jama’ah berpendapat bolehnya berperang bersama para pemimpin yang zhalim dalam membela dien ini dan dalam memerangi kuffar dan kaum musyrikin.
Dan hal ini telah mereka lakukan dalam aqaid mereka, di mana mereka berkata: “Dan kami memandang shalat, haji dan jihad bersama para imam kami, baik mereka itu abrar (orang-orang shalih) ataupun fujjar (durjana)”156
Perhatikan ucapan mereka itu “…baik mereka itu abrar ataupun fujjar...” Bukan kuffar…!!!!
Andaikata benar bahwa para muwahhidin itu memiliki sedikit dari aqidah Khawarij dan kebejatan mereka –saya katakan andai tuduhan ini benar– maka tidak boleh berdiri merintangi mereka dalam takfier orang-orang murtad, atau menghalangi jihad dan pemberontakan mereka terhadap orang-orang kafir yang nyata jelas kekafirannya, sebagaimana yang dilakukan banyak dari kalangan yang menyimpang dan sesat…!!!
Dan semoga Allah merahmati ulama Malikiyyah dari kalangan Ahlus Sunnah di kawasan Al Maghrib (Barat), alangkah bagusnya pemahaman mereka, saat mereka memberontak memerangi kaum murtaddin dari Banu ‘Ubaid Al Qadah yang menguasai Mesir dan Maghrib (Maroko dan sekitarnya) dan menampakkan kekafiran yang nyata. Para ulama itu tidak ragu-ragu dalam memerangi mereka di bawah panji Khawarij Haqiqiy, saat Abu Yazid Al Ibadliy memberontak kepada Ubaidiyyin, dan tatkala sebagian orang mencela, mengkritik dan mengecam perbuatan mereka, maka mereka berkata: “Kami bersama orang yang maksiat kepada Allah memerangi orang yang kafir kepada Allah”, dan mereka berkata: Khawarij adalah ahlu kiblat sedang anak-anak musuh Allah bukanlah ahli kiblat.”157
Perhatikanlah pemahaman Aimmatul Islam, kepandaian ulama As Sunnah, keluasan Fiqh mereka serta pengetahuan mereka akan realita.
Bandingkanlah antara mereka dengan kaum Khawalif (orang-orang Neo Murji’ah) itu, supaya engkau mengetahui sedikit sebab-sebab keterpurukan umat di zaman ini, kemerosotan keadaannya dan penguasaan musuh-musuh Allah atasnya…!!!
Kaum Khawalif itu justeru menyibukkan diri dengan upaya menjauhkan (manusia) dari jalan kaum muwahhidin dan jalan kaum mujahidin dengan dalih bahwa mereka itu Khawarij…
Memangnya mereka itu khuruj terhadap siapa…???!!!!
Apa engkau melihat mereka khuruj terhadap Ahlul Islam…???!!!
Atau terhadap umaraul mu’minin
Atau justeru mereka itu khuruj terhadap para tokoh kekafiran dan murtaddin…???!!
Alangkah serupanya keadaan kaum Khawalif itu dengan keadaan orang-orang yang Allah ta’ala firmankan: “Dan jika mereka mau berangkat tentulah mereka menyiapkan persiapan untuk keberangkatan itu, tetapi Allah tidak menyukai keberangkatan mereka, maka Allah melemahkan keinginan mereka, dan dikatakan kepada mereka: “Tinggallah kamu bersama orang-orang yang tinggal itu” (At-Taubah: 46).
Maka saya katakan sekali lagi…
Andaikata benar klaim mereka bahwa kaum muwahhidin yang menentang para thaghut itu adalah Khawarij, dan andaikata kaum Khawalif itu memiliki sedikit pemahaman, ilmu dan pengetahuan untuk membedakan, tentulah mereka tidak akan ragu dalam membela dien ini di bawah panji mereka, atau minimalnya mereka meninggalkan sikap penggembosan terhadap para muwahhidin, sikap penebaran fitnah dan tuduhan sesat.
Saya katakan: Ini andaikata benar tuduhan mereka bahwa para muwahhidin itu memiliki sesuatu dari ‘aqidah Khawarij…!!!
Maka bagaimana sedangkan mereka itu berlepas diri dari itu semua, dan justeru mereka bisa membedakan antara ‘Aqidah Ahlus Sunnah yang suci lagi bersih dengan ‘aqidah-‘aqidah lainnya yang sesat lagi bid’ah, baik itu Khawarij ataupun ‘aqidah Ahlut Tajahhum Wal Irja…!!!
Alangkah baiknya bila mereka itu lebih cenderung kepada dunia, mereka memahami ucapan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam”. (HR Al Imam Muslim dari Abu Hurairah radliallaahu’anhu)
Ya… hendaklah mereka membela al haq walau hanya dengan doa…
Atau hendaklah mereka diam dan menghentikan dari menuduh sesat, talbis dan takhdzil (penggembosan)…
Dan semoga Allah merahmati orang yang berkata:
Diam lebih utama dari ucapan orang yang basa-basi
Hatinya najis tapi indah di mulut
Dia tahu kebenaran kemudian beralih kepada suatu yang
Menyenangkan dan mengagumkan setiap thaghut yang durjana
Demi Allah, mereka tidak mengatakan kebenaran dan petunjuk
Tidak sama sekali, mereka tidak membongkar kebejatan-kebejatan
Mana mungkin bisa menunjukkan kepada kebenaran orang yang cinta
Berhubungan dengan orang-orang yang bejat dan pengumbar syahwat…
Hati-hatilah dari sikap menghadang kebenaran dan orang-orangnya, dalam rangka membela hawa nafsu atau hizbiyyah atau ‘ashabiyyah atau syahwat, maka sesungguhnya hal itu semuanya kendaraan kehinaan…!!!
Alangkah indahnya apa yang diutarakan oleh Al Hafizh Ibnu Katsir dalam Al Bidayah Wan Nihayah 10/276 dari Ibnu ‘Asakir dari jalan An Nadlr Ibnu Syumail:
Ia berkata: “Saya masuk kepada Al Ma’mun…
Maka ia berkata: “Apa kabar wahai Nadlr?”
Maka saya berkata: “Baik-baik wahai Amirul Mu’minin”.
Ia berkata: “Apa itu Irja?”
Maka saya berkata: “(Ia) dien yang selaras dengan (keinginan) para raja, mereka mendapatkan dengannya bagian dari dunia mereka, dan mereka mengurangi dengannya dari dien mereka?”
Ia berkata: “Engkau benar”. Selesai.

Selesai dengan memuji Allah dan taufiq-Nya
Dan segala puji hanya bagi Allah yang dengan nikmat-Nya
Segala amal shalih menjadi sempurna

Mimbar At Tauhid Wal Jihad

Penterjemah berkata:
Selesai diterjemahkan hari Sabtu siang, akhir Dzul Qa’dah 1426 H.

135 Lihat sebagai contoh (Kitab At Tahdzir) hal 33 dan catatan kaki hal 34 serta catatan kaki hal 66.
136 Majmu Al Fatawa 12/485-486.
137 Al Bidayah Wan Nihayah 11/20
138 Dan ini termasuk berlebihan, dan ia bertentangan dengan tuntunan Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam, dan yang menjadi bukti adalah bahwa Irja mereka bukan dalam meninggalkan amalan namun hanya dalam definisi dan nama saja.
139 Al Bidayah Wan Nihayah 10/225.
140 Dan ia sayang sekali tidak ada di penjara ini, oleh sebab itu engkau melihat saya sering menukil dari Al Bidayah Wan Nihayah karya Ibnu Katsir.
141 Kitabul Iman hal 339.
142 Dan lihat Kitabus Sunnah karya Abdullah Ibnu Al Imam Ahmad 1/313. Azariqah adalah satu sekte dari kalangan Khawarij.
143 Kitabus Sunnah 1/318.
144 Di antara dusta mereka atas nama dienullah ta’aalaa: Klaim mereka bahwa amal bukan bagian iman, atau bahwa seluruhnya adalah syarat kesempurnaan, serta Neo Murji’ah dan kalangan Khawalif mereka menamakan tahakum kepada thaghut dan pembuatan hukum di samping Allah ta’aalaa sebagai (kufrun duna kufrin) dan bahwa pelakunya tidak kekal di neraka selagi tidak menganggap hal itu. Dan engkau telah mengetahui bahwa itu tergolong jenis dusta kaum Yahudi atas nama Allah ta’aalaa dengan ucapan mereka tentang syirik dan peribadatan kepada anak sapi: “Kami tidak akan disentuh api neraka kecuali beberapa hari saja”
145 Pakaian sabiriy yaitu yang tipis. Dzur Rummah berkata: “Maka dia datang membawa tenunan laba-laba, seolah ia kain tipis yang terpotong-potong di kedua sisinya”
Abu As Sa’adat Ibnul Atsir berkata dalam hadits Ibnu Abi tsabit berkata: “Saya melihat Ibnu Abbas mengenakan pakaian sabiriy yang menampakkan apa yang di baliknya). Setiap yang tipis di tengah mereka adalah sabiriy, dan asalnya baju kurung sabiriy adalah dinisbatkan kepada sabur”. Selesai dari An Nihaya dan Tajul ‘Arus
146 Dari risalah (Al ‘Aqidah Al Ashfahaniyyah) hal 124, ada digabung dalam Majmu’ah Fatawa Ibni Taimiyyah – Thab’ah darul Kutub Al Ilmiyyah Juz 5.
147 HR Muslim dari hadits Abdullah Ibnu ‘Amr Ibnul ‘Ash.
148 Perhatikanlah…!!! Dan ingat selalu bahwa ini tentang orang-orang yang bukan ghulat (ekstrimis), dan Ibnul Qayyim dalam bab ini telah memilih sikap tidak mengkafirkan mujtahid yang menyeru kepada bid’ahnya yang tidak ghulat di dalamnya, mengikuti pilihan gurunya Ibnu Taimiyyah, karena ia berkata kepada Jahmiyyah: “Kalian menurut saya adalah tidak kafir karena kalian adalah orang-orang jahil.” Sedang pendapatnya ini menyelisihi pendapat yang masyhur dalam madzhab Ahmad, karena pendapat yang shahih dalam madzhab Ahmad adalah takfier mujtahid yang menyeru kepada pendapat “Al Qur’an itu makhluq” atau menafikan ru’yah Allah di surga serta yang serupa itu dan memvonis fasiq orang yang taqlid di dalamnya. Al Majdu berkata: “Yang shahih adalah bahwa setiap bid’ah yang kami kafirkan si penyeru di dalamnya, maka sesungguhnya kami vonis fasiq orang yang taqlid di dalamnya, seperti orang yang berpendapat bahwa “Al Qur’an itu makhluq” atau bahwa “ilmu Allah adalah makhluq” atau bahwa “nama-nama-Nya makhluq” atau bahwa “Dia tidak dilihat di akhirat” atau orang yang mencela sahabat dalam rangka taqarrub (kepada Allah) atau bahwa iman itu sekedar keyakinan dan hal-hal serupa itu. Siapa orang yang ‘alim dalam sesuatu dari bid’ah-bid’ah ini, ia menyeru kepadanya dan berdebat di atasnya maka ia divonis kafir, Ahmad menegaskan atas hal itu dalam banyak tempatselesai.
149 Jahmiyyah yang dikeluarkan oleh banyak salaf dari 72 firqah adalah Ghulatul Jahmiyyah. Ibnul Qayyim berkata dalam banyak tempat: “Dan adapun Ghulatul Jahmiyyah maka mereka itu seperti Ghulatul Rafidlah, kedua kelompok ini sama sekali tidak memiliki bagian dalam Islam ini, oleh sebab itu jama’ah dari salaf mengeluarkan mereka dari 72 firqah, dan mereka berkata: Mereka itu di luar millah” Selesai.
150 Majmu Al Fatawa 7/385
151 I’lamul Muwaqqi’in karya Ibnul Qayyim 4/168.
152 Majmu Al Fatawa 4/17.
153 Siyar A’lam An Nubala 5/275 dan lihat Kitabul Iman karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah hal (339) dan Ibnul Asy’ats ini memberontak terhadap para penguasa zamannya dan ia disertai sekelompok dari ahlil ilmu, dan terjadi di antara mereka dengan Al Hajjaj banyak peperangan, dalam mayoritasnya Al Hajjaj mengalami kekalahan sampai akhirnya datang peperangan Jamajim tahun 82 atau 83 H di Irak, di mana kemenangan di tangan Al Hajjaj, dan setelah kekalahan ini menyebarlah paham Irja.
154 Ali ‘Imran: 7.
155 Hadits shahih mutawatir yang diriwayatkan banyak ahli hadits dari sekian belas sahabat, dan ini telah lalu.
156 Dan dalam shahih Al Bukhari: “Dari Ubaidullah Ibnu ‘Addiy Ibnu Khiyar: Bahwa ia masuk menemui Utsman Ibnu ‘Affan radliallahuanhu saat beliau dikepung, terus ia berkata: Sesungguhnya engkau adalah imam buat semua dan telah menimpa engkau apa yang kami lihat, serta shalat mengimami kami imam fitnah dan kami keberatan maka beliau berkata: Shalat adalah hal terbaik yang dilakukan manusia itu, bila manusia itu baik maka baiklah bersama mereka dan bila mereka buruk maka jauhilah keburukan mereka.”
Al Hafidh berkata dalam Al Fath: Ucapannya “bila manusia itu baik” zhahirnya bahwa beliau membolehkan baginya untuk shalat bersama mereka, seolah beliau berkata: Tidak bahaya bagimu keadaan dia itu orang sesat, akan tetapi bila ia baik maka setujulah dia atas ihsannya dan tinggalkan apa yang dengannya dia tersesatkan. Dan ini sejalan dengan konteks bab.
Silahkan rujuk Fathul Bariy Bab Imamatul Maftun Wal Mubtadi’
157 Dan lihat Siyar A’lam An Nubala: 15/154.

Back Top

0 komentar:

Posting Komentar