Dakwah "Salafy" Dakwah Murji'ah (Membongkar Kebohonan Ali Hasan Al Kadzdzab Bagian 6)

Ucapan Syaikhul Islam Tentang Udzur Karena Kejahilan Dan Takfier Mu’ayyan Dan pengumuman Al Halabiy Akan Hal Itu Serta Penempatannya Terhadap Kemusyrikan Para Thaghut Yang Nyata Pada Masa Kita Sekarang Ini

(11). Al Halabiy menukil di hal 30 dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dengan penukilan yang terpotong seperti ini:
“Tidak boleh melakukannya!! Kecuali setelah tegak atas orang di antara mereka hujjah risaliyyah yang dengannya jelas bahwa mereka itu menyelisihi para rasul, meskipun ucapan-ucapan mereka itu tidak ragu adalah kekafiran”80.
Begitu juga ucapannya: “Orang yang telah tetap keIslamannya81 dengan yaqin tidak lenyap hal itu darinya dengan keraguan, namun ia tidak lenyap kecuali setelah penegakkan hujjah dan penghilangan syubhat”82.
Dan ucapannya: “Maka tidak seorangpun boleh mengkafirkan seorang dari kaum muslimin meskipun ia salah dan keliru sehingga ditegakkan atasnya hujjah dan dijelaskan kepadanya mahajjah (dalil)”83.
Begitulah seluruhnya dia menukilnya dari fatawa Syaikh secara terpenggal lagi terpotong seperti ini.
Dan itulah perbuatan yang sebelumnya dia menuduh orang-orang lain dengannya…!!!, di mana dia berkata di hal 76 di catatan kaki: “Sesungguhnya metode pembenturan nushush dan pemenggalannya!! Serta pengklaiman dengannya suatu yang tidak ada di dalamnya: adalah metode ahlul bida’ dan para pengikut hawa nafsu Selesai.

Padahal sudah ma’lum bahwa perseteruan kita ini hanyalah tentang hukum para thaghut pembuat hukum…!!!
Kitab Al Halabiy disusun dan ditulis pada dasarnya untuk para penguasa masa kini…!!! Sebagaimana yang dia katakan di awal halaman darinya: “Amma Ba’du, ini adalah risalah yang singkat lagi ringkas tentang masalah al hukmu bighairi man anzalallah –sampai ucapannya– dan ia itu termasuk masalah-masalah terbesar yang menimpa para penguasa masa kini” Selesai.
Penuturan kutipan-kutipan yang terpotong dalam tempat perselisihan ini memberikan image kepada para pengekor bahwa Syaikhul Islam tidak memandang takfier dalam masalah-masalah ini, kecuali setelah penegakkan hujjah.
Sedangkan ini adalah menyelisihi al haq dan kebenaran… Sungguh engkau telah mengetahui dalam uraian yang lalu ucapan Syaikhul Islam tentang tasyri’ dan iltizam (komitmen) dengan selain hukum-hukum Allah ta’ala.
Dan setiap orang yang membaca tulisan Syaikhul Islam dalam bab ini mengetahui bahwa beliau membedakan dalam hal al ’udzru bil jahli dan iqamatul hujjah antara masalah-masalah yang jelas lagi terang yang diketahui dari dien ini secara pasti sebagaimana halnya dalam inti tauhid yang mana semua rasul diutus dalam rangka menetapkannya dan menggugurkan apa yang menjadi lawannya berupa syirik dan tandid, serta tegak di dalamnya hujjah-hujjah yang beraneka ragam, baik kauniyyah, fithriyyah (fithrah) dan risaliyyah; dengan masalah-masalah yang samar yang membutuhkan penjelasan atau (masalah-masalah) yang tidak diketahui, kecuali lewat hujjah risaliyyah, maka inilah masalah-masalah yang tidak dikafirkan dengannya kecuali setelah penegakkan hujjah.
Beliau rahimahullah berkata: “Dan ini bila dalam maqalat khafiyyah (masalah-masalah yang samar) bisa saja dikatakan: Sesungguhnya dia itu orang yang keliru lagi sesat yang belum tegak atasnya hujjah yang mana pelakunya dikafirkan.
Akan tetapi itu terjadi pada banyak golongan dari mereka dalam hal-hal yang nampak yang mana kalangan umum dan khusus dari muslimin mengetahui bahwa itu bagian dari dienul muslimin, bahkan kaum Yahudi dan Nashara mengetahui bahwa Muhamamd shalallaahu ‘alaihi wa sallam diutus dengannya dan mengkafirkan orang yang menyelisihinya, seperti perintahnya agar ibadah kepada Allah saja tidak ada sekutu bagi-Nya dan larangannya dari ibadah kepada sesuatu selain Allah, berupa malaikat, para nabi, matahari, bulan, bintang, patung dan yang lainnya. Sesungguhnya ini adalah ajaran Islam yang paling nampak, dan seperti perintahnya untuk shalat yang lima waktu, pewajibannya dan pengagungan akan kedudukannya, dan seperti permusuhannya terhadap Yahudi, Nashara, musyrikin, Shabi’in dan Majusi, serta seperti pengharaman perbuatan-perbuatan keji, riba, khamr, judi dan yang serupa itu”. Selesai. Majmu Al Fatawa Juz 4.
Dan rincian ini sangat terkanal dari beliau, namun Al Halabiy melipatnya dengan amanahnya ilmiahnya…!!! dan berpaling darinya.
Dan andai pencari al haq mau sedikit berupaya, terus dia merujuk tempat-tempat yang dikutip oleh Al Halabiy ini dari fatawa Syaikhul Islam –sedangkan seluruhnya di satu tempat– tentu jelaslah baginya contoh baru dari tadlisat dan talbisat orang ini…!!!
Masalahnya terbongkar lagi jelas pemotongannya; sangat nampak dalam nukilan pertamanya yang dipenggal, yaitu ucapannya: “tidak boleh melakukannya…!!! Kecuali setelah tegak…”
Apa suatu yang tidak boleh berani melakukannya ini? Macam apa dari macam-macam takfier? Dan dalam bab apa dari bab-bab dien ini? Kenapa kamu tidak menjelaskannya hai Halabiy…???!!! Atau sesungguhnya itu adalah peremehan terhadap akal para pembaca… ???!!!
Apa kamu mengira hai Halabiy bahwa semua pembaca itu dari kalangan yang manut saja…???!!! Dan bahwa mereka semuanya bisa percaya dengan nukilan-nukilan serta kutipan-kutipan kamu!!! Terus mereka menelannya mentah-mentah tanpa merujuk kepada ushul!!! Sebagaimana yang dilakukan para muqallid dari kalangan anak ingusan yang mengikuti kamu seperti orang-orang buta! Dan talbis-talbis kamu bisa tersamar atas mereka…
Kenapa kamu tidak menyebutkan ucapan Syaikhul Islam langsung sebelum ini: “Dan bila hal ini telah diketahui maka takfier mu’ayyan dari kalangan orang-orang bodoh itu dan yang serupa dengan mereka –di mana divonis bahwa ia tergolong orang-orang kafir– tidak boleh melakukannya…!!!”
Karena nampak bahwa ucapan Syaikhul Islam yang dipenggal oleh dia adalah tentang al ‘udzru bil jahli berkenaan (orang-orang jahil tertentu)?! Dan karena ucapan beliau “…dan bila hal ini telah diketahui” menunjukkan bahwa ucapan yang dipenggal ini berkaitan dengan ucapan sebelumnya, sedangkan –kamu– telah berpaling darinya dan pura-pura buta… serta kamu mengambil ujungnya saja untuk memberikan image bahwa Syaikhul Islam memegang pendapat al ‘udzru bil jahli secara muthlaq dalam setiap bab-bab takfier… termasuk bab yang kami berseteru dengan kamu di dalamnya (syirik yang terang) atau (pembuatan hukum/UU/UUD) dan (tahakum kepada thaghut).
Dan agar pencari al haq mengetahui maksud Syaikhul Islam dari ungkapan-ungkapan yang dipengggal oleh Al Halabiy itu, maka ia mesti kembali untuk membaca beberapa halaman sebelumnya yang menjelaskan dan menerangkan ucapannya: “dan bila hal ini telah diketahui…” serta menjabarkan maksud beliau dari ungkapan-ungkapan yang dengannya beliau mengakhiri halaman-halaman itu semuanya…!!!
Dan di sini saya akan menuturkan kepada engkau intisarinya… dan sebenarnya tidak susah atas engkau untuk merujuk kepadanya di tempatnya agar mengetahui pengetahuan tambahan tentang amanah ilmiyyah Al Halabiy…!!!
Pertama-tama ketahuilah bahwa Syaikhul Islam di halaman-halaman itu sama sekali tidak menyinggung masalah al hukmu bighairi ma anzalallah dengan suatu macampun dari macam-macamnya, dan terutama realita syirik pembuatan hukum/UU/UUD pada hari ini yang mana kami berseteru dengan Ahlut Tajahhum Wal Irja di dalamnya!! Namun pembicaraan beliau ini hanyalah tentang ahlul bida’ dari kalangan orang-orang fasiq dan jahil millah ini yang masih memiliki inti al iman dan tauhid, namun mereka keliru dalam sebagian masalah-masalah ‘ilmiyyah, baik itu di bab al asma wash shifat seperti qadariyyah yang mengakui ilmu (Allah), jahmiyyah, dan lain-lain, atau dalam bab nama-nama al kufri wal iman –sebagaimana ia pada Murji’ah dan Khawarij– atau dalam tafdlil (pengedepanan keutamaan) sebagian sahabat atau sebagian yang lain sebagaimana pada Syi’ah Mufadldlalah, atau hal serupa itu.
Dalam hal 485 engkau mendapatkan beliau berbicara tentang sikap Al Imam Ahmad dan yang lainnya dari kalangan aimmah as sunnah tidak mengkafirkan Murji’ah, karena ucapan mereka itu kembali (pada) perselisihan di dalamnya pada perselisihan dalam hal alfazh dan asma (kata dan nama), sehingga pembahasan di dalam masalah-masalah ini dinamakan (bab al asma), dan ia itu termasuk perselisihan para fuqaha, namun berkaitan dengan Ashluddien, maka orang yang menyelisihi di dalamnya dinilai sebagai ahli bid’ah.
Dan engkau mendapatkannya setelah itu hal 486 berbicara tentang Syi’ah Mufadldlalah yang mengedepankan Ali terhadap Abu Bakar, dan bahwa mereka itu dibid’ahkan dan tidak dikafirkan.
Dan begitu juga Qadariyyah yang mengakui ilmu (Allah), juga Rafidlah yang tidak ekstrim, dan juga Khawarij.
Kemudian beliau berbicara hal 487 sampai hal 489 seputar jahmiyyah, dan bahwa mereka itu walaupun ucapan-ucapannya adalah kekafiran akan tetapi para ulama telah berselisih dalam hal takfier individu-individu mereka dan vonis kekal mereka di neraka, serta bahwa Ahmad tidak mengkafirkan orang yang mengatakan pendapat seperti itu. Dan akan datang rincian itu insya Allah.
Kemudian menuturkan di hal 490 hadits tentang orang yang berwasiat kepada keluarganya bila dia mati agar mereka membakarnya, sedangkan ini adalah dalam bab al asmaa wa ash shifat, dan beliau berkata sesudahnya di hal 491: “Orang ini sungguh telah terjadi padanya keraguan dan kejahilan akan kemampuan (qudrah) Allah ta’ala untuk mengembalikan (penciptaan) anak Adam setelah dia dibakar dan ditaburkan dan (qudrah-Nya) untuk mengembalikan mayit dan mengumpulkannya bila dia telah diperlakukan seperti ituSelesai.84
Kemudian menuturkan hal 492-493 kekeliruan dalam masalah-masalah ‘ilmiyyah semacam ini, dan kesepakatan mereka (ulama) untuk tidak takfier dalam hal seperti itu, yaitu tanpa penegakkan hujjah, dan di antara itu ucapannya: “Seperti pengingkaran sebagian sahabat terhadap keberadaan mi’raj dalam keadaan sadar, dan sebagian mereka mengingkari keberadaan Muhammad shalallaahu ‘alaihi wa sallam melihat Tuhannya. Dan bagi sebagian mereka ada ucapan yang ma’ruf dalam hal Khilafah dan tafdlil (pengedepanan sebagian sahabat terhadap yang lain, dan begitu juga sebagian mereka memerangi sebagian yang lain, pelaknatan sebagian dan pelontaran takfier sebagian adalah pendapat-pendapat yang ma’ruf. Dan sebagaimana Al Qadliy Syuraih mengingkari qira’at orang yang membaca (bal ‘ajibtu) dan ia berkata: “Sesungguhnya Allah tidak heran”… Ini telah mengingkari qira’ah yang tsabitah (shahihah) dan mengingkari satu shifat yang ditunjukkan oleh Al Kitab dan As-Sunnah, padahal umat telah sepakat bahwa beliau adalah salah satu imam dari banyak imam, dan begitu juga sebagian salaf mengingkari sebagian huruf Al Qur’an, dan sebagian membuang mu’awwidzatain. Dan ini adalah kekeliruan yang diketahui dengan ijma dan naql (dalil) mutawatir, namun demikian tatkala hal itu bagi mereka tidak mutawatir penukilannya, maka mereka tidak kafir, meskipun kafir dengan hal itu orang yang tegak atasnya hujjah dengan penukilan yang mutawatir” Selesai.
Sampai beliau berkata hal 497-498: “Pembahasan ini memberikan pendahuluan bagi dua dasar yang agung: Pertama: Bahwa ilmu, iman dan petunjuk ada dalam apa yang dibawa Rasul, dan bahwa penyelisihan hal itu adalah kekafiran secara muthlaq. Penafian shifat adalah kekafiran, dan pendustaan bahwa Allah dilihat di akhirat, atau bahwa Dia di atas ‘arasy atau bahwa Al Qur’an adalah firman-Nya atau bahwa Dia mengajak bicara Musa atau bahwa Dia menjadikan Ibrahim sebagai Khalil adalah kekafiran, dan begitu juga apa yang semakna dengan itu. Dan ini adalah makna ucapan aimmatussunnah dan Ahlul hadits” Selesai.
Saya berkata: Maka perhatikan ini, karena sesungguhnya ia adalah intisari apa yang telah lalu pembicaraannya di dalamnya; tentu engkau mendapatkannya seluruhnya dalam bab (al asma wash shifat), sedangkan engkau telah mengetahui perbedaan yang nyata dalam hal takfier dan penegakkan hujjah antara bab ini dan hal yang semisalnya berupa masalah-masalah yang kadang samar dan butuh akan penjelasan; dengan apa yang mana perseteruan terjadi di dalamnya, berupa pengguguran tauhidul ibadah yang mana semua rasul diutus dan semua kitab diturunkan dalam rangka merealisasikannya…
Kemudian berkata: “Dan dasar ke dua: Bahwa takfier yang umum –seperti ancaman yang umum– wajib mengatakan dengan kemuthlaqannya dan keumumannya. Adapun vonis hukum terhadap orang mu’ayyan (tertentu) bahwa dia kafir atau disaksikan baginya neraka; maka ini berpijak pada dalil tertentu, karena hukum itu berpijak di atas kepastian keberadaan syarat-syaratnya dan ketidakadaan mawani’nya” Selesai.
Kemudian Syaikhul Islam menjelaskan sesuatu dari dua dasar ini; dan beliau menyebutkan setelah itu apa yang dipotong dan dipenggal Al Halabiy, yaitu ucapannya hal 500-501: “Dan bila hal ini telah diketahui, maka takfier mu’ayyan dari kalangan orang-orang bodoh itu dan yang serupa dengan mereka –di mana divonis bahwa ia tergolong orang-orang kafir– tidak boleh melakukannya kecuali setelah tegak atas orang di antara mereka hujjah risaliyyah…” Selesai.
Saya ingatkan kamu dengan Allah wahai orang yang obyektif, siapa saja kamu ini… apakah pada ucapan Syaikhul Islam yang telah lalu semuanya dan yang telah kami tuturkan kepadamu intisarinya; ada satu isyarat saja walau dari jauh!! Kepada tasyri’ mu’allah (pembuatan hukum di samping Allah) atau syirik yang nyata atau tahakum kepada Yasiq Tartar atau kepada qawaninul kufri (undang-undang kafir) atau kepada thaghut-thaghut lainnya yang mana Allah memerintahkan kita untuk kafir kepadanya dan menjauhinya… sehingga datang Al Halabiy dan mengutip akhirnya dan buahnya…!!! Sebagaimana ia nampak lagi jelas…!!! Untuk menempatkannya terhadap realita syirik para thaghut; dan dia melontarkannya begitu saja dalam kitabnya yang materinya tentang hukum dan para penguasa masa sekarang…!!! Untuk memberikan image kepada pembaca dengan hal itu bahwa Syaikhul Islam mensyaratkan penegakkan hujjah dalam takfier secara muthlaq termasuk dalam bab-bab kekafiran yang nyata, syirik yang jelas, riddah yang berlapis dengan perang yang tegas terhadap dien…!!!
Apakah ini jalan para penuntut ilmu dalam berinteraksi dengan ucapan ulama…???!!! Perhatikanlah ini dan tadabburilah agar engkau mengetahui lebih banyak sikap amanah ilmiyyah mereka…!!! Dan agar engkau mengetahui bagaimana berinteraksi dengan nukilan-nukilan mereka dan kitab-kitabnya…!!!
Kemudian ingatlah sekali lagi… lagi… dan lagi…!!! Ucapan Al Halabiy tentang lawan-lawannya di hal 16 dari muqaddimahnya: “Mereka membuang dari nukilan itu apa yang menjelaskannya dan menerangkannya, maka apa yang (mesti) kita katakan…???!!!”
Dan ucapannya di hal 35: “Sesungguhnya orang-orang yang menyimpang itu (dan zhilal mereka) yang bertebaran (di sini) dan (di sana), mereka itu tidak lain adalah (asybah/bayangan bohong) dalam ilmu dan (para peniru) dalam pengetahuan, bila mereka menulis maka mereka men-tahrif!!! Dan bila mereka berdalil maka mereka merubah dan memalingkan!!” Selesai.
Oh kasihan… Siapa mereka itu…???!!!

Buah Irja
Sabar Terhadap Para Thaghut
(Yaitu: Mendiamkan Kekafiran Dan Tunduk Kepadanya)

(12). Kemudian Al Halabiy menutup muqaddimahnya hal 43-44 dengan suatu hikayat yang di dalamnya Abul Harits Ash Shaani’ bertanya kepada Al Imam Ahmad tentang khuruj (memberontak) terhadap penguasa zaman mereka…!!!
Sungguh Al Halabiy telah senang dengan pengingkaran Al Imam Ahmad terhadap hal itu –padahal sesungguhnya sudah ma’ruf lagi masyhur dari beliau rahimahullah tentang para penguasa di zamannya- sebagaimana Al Halabiy sangat senang dengan ucapan Al Imam Ahmad: “Subhaanallah… darah… darah… Saya tidak membolehkan itu dan saya tidak memerintahkannya, sabar di atas keadaan yang kita berada di dalamnya adalah lebih baik dari fitnah yang ditumpahkan darah di dalamnya! Dan harta dianggap mubah di dalamnya! Serta kehormatan dirobek di dalamnya…!!!. Selesai.
Al Halabiy mempertebal kata-kata (darah… darah…) dan ucapan Al Imam (sabar di atas keadaan yang kita berada di dalamnya adalah lebih baik dari fitnah), dia menampilkannya dengan huruf hitam (gelap /bold), dan dia memberikan komentar di catatan kaki seraya berkata: “Ya, demi Allah apakah kalian tidak berpikir hai orang-orang yang menyelisihi” Selesai.
Sebagaimana dia menulis tebal juga ucapan Al Imam Ahmad tentang fitnah zamannya: “Ia hanyalah fitnah yang khusus, sehingga bila pedang telah menancap maka fitnah menebar dan jalan terputus”. Selesai.
Dan di sini Al Halabiy memberikan komentar di catatan kaki juga: “Bandingkan –dengan kebenaran– tentu nampak al haq di hadapanmu” Selesai.
Seolah Al Halabiy saat mengakhiri muqaddimahnya dengan hikayat ini dia mengumumkan –mau atau tidak– tentang buah tulisan-tulisan macam ini: yaitu menghadang orang-orang yang jiwanya dikuasai pikiran ingin khuruj terhadap thawaghit al kufr… dan menjihadinya.
Kitab itu dari awal sampai akhir adalah pembelaan terhadap para thaghut itu dan dari takfier terhadap mereka… dan serangan terhadap orang yang mengkafirkan mereka!! Dan terakhir dia mengarahkan serangan terhadap orang-orang yang khuruj (membangkang) terhadap para thaghut, dan dia membela dengan segenap kemampuan yang dia miliki dalam rangka menggugurkan sikap khuruj terhadap mereka, sedang dia tidak peduli bagaimana? Yang penting dia membantah dan membela-bela para thaghut dan pemerintahannya walau dengan talbis dan tadlis…
Jadi tidak aneh bila Tajahhum dan Irja itu adalah dien yang dicintai para raja bahkan oleh para thaghut; dengannya mereka menjaga dunianya serta melindungi kekafiran dan kebejatan mereka !!
Ucapan Al Imam Ahmad tentang penguasa-penguasa zamannya ~walau bersikap aniaya dan kezhaliman yang mereka lakukan~ tidaklah boleh menempatkannya terhadap para thaghut kufur yang membuat hukum/UU/UUD, karena para penguasa itu loyalitasnya adalah terhadap dienullah dan syari’at-Nya serta mereka itu berkomitmen memutuskan dengannya meskipun mereka itu maksiat dan aniaya, dan fitnah mereka itu hanyalah pada suatu bab yang pelik dari bab-bab dien ini yaitu Khalqul Qur’an, dan ia itu termasuk bab (al asma wash shifat) atau (masalah-masalah ilmiyyah) sebagaimana nama yang disandangkan oleh sebagian ulama, sedangkan jumhur ulama mengudzur dengan sebab kejahilan dalam banyak dari bab-bab ini dan tidak takfier mu’ayyan dengan sebabnya, kecuali setelah penegakan hujjah.
Sedangkan para penguasa masa sekarang dan para thaghut masa kini yang mana Al Halabiy menyusun kitabnya ini dalam rangka membela-bela mereka dan sebagai serangan terhadap orang yang mengkafirkan mereka, adalah sungguh telah keluar dari dienullah dari berbagai pintu di antaranya:
·  Pembuatan hukum/UU sesuai UUD (dustur) dan qawanin wadl’iyyah.
·  Berhakim kepada thaghut-thaghut lokal, regional dan internasional.
·  Tawalliy kepada kuffar timur dan barat serta membantu mereka atas kaum muwahhidin.
·  Memperolok-olokkan dienullah, melindungi orang-orang yang memperolok-olokkan itu, memberikan perizinan bagi mereka untuk melakukan perolok-olokkan dan ilhad (kekafiran) mereka dalam payung qawanin mereka dan lewat sarana-sarana informasi mereka yang dibaca dan didengar dan yang dilihat.
·  Serta pintu-pintu yang lainnya yang banyak yang dengannya mereka keluar dari dienullah, dan telah kami rinci dan kami sebutkan dalil-dalil atas hal itu di selain tempat ini.
Mereka itu adalah pemimpin-pemimpin kekafiran yang telah Allah firmankan tentang orang-orang yang semacam mereka: “Maka perangilah para pemimpin orang-orang kafir itu, karena sesungguhnya mereka itu adalah orang-orang yang tidak bisa dipegang janjinya,  supaya mereka berhenti.” (At-Taubah: 12).
Para pembuat hukum/UU yang murtad yang memutuskan dengan syari’at-syari’at kufur itu… dengarkan apa yang dikatakan ulama Ahlus Sunnah tentang mereka:
-       Al Qadli Iyadl berkata: “Kemudian seandainya muncul atasnya –yaitu si penguasa– kekafiran atau perubahan terhadap syari’at atau bid’ah, maka dia keluar dari status kepemimpinan dan gugur (keharusan) taat kepadanya, serta wajib atas kaum muslimin bangkit terhadapnya dan mencopotnya serta mengangkat imam yang adil bila mereka mampu melakukan itu. Dan bila tidak terjadi kecuali bagi sekelompok orang, maka wajib atas mereka bangkit untuk mencopot orang kafir itu” Selesai. Syarah Muslim, An Nawawiy 12/229).
-       Al Hafizh Ibnu Katsir berkata pada firman-Nya ta’ala: “Apakah hukum jahiliyyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?” (Al Maa-idah: 50): “Allah ta’ala mengingkari orang yang keluar dari hukum Allah yang muhkam yang mencakup atas setiap kebaikan, yang melarang dari setiap keburukan, dan dia (malah) berpaling kepada yang selainnya berupa buah pikiran, hawa nafsu dan ishthilah-ishthilah yang diletakkan oleh manusia tanpa sandaran dari syari’at Allah, sebagaimana Ahlul jahiliyyah memutuskan dengannya berupa kesesatan-kesesatan dan kebodohan-kebodohan yang mereka letakkan dengan pikiran-pikiran dan hawa nafsu mereka, dan sebagaimana bangsa Tartar memutuskan dengan politik kerajaan yang diambil dari raja mereka Jengis Khan yang membuatkan Yasiq (UU) untuk mereka. Di mana ia (Yasiq) itu merupakan kitab yang terdiri dari hukum-hukum yang ia (Jengis Khan) kutip dari berbagai ajaran, dari (ajaran) Yahudi, Nasrani, ajaran Islam85 dan ajaran lainnya, serta di dalamnya banyak hukum-hukum yang dia ambil dari sekedar buah fikirannya dan hawa nafsunya, terus (Yasiq) itu di tengah anak cucunya menjadi hukum yang diikuti yang mereka mengedepankannya atas kitabullah dan sunnah Rasul-Nya shalallaahu ‘alaihi wa sallam, siapa yang melakukan hal itu maka ia kafir yang wajib diperangi sampai dia kembali kepada hukum Allah dan Rasul-Nya, terus dia tidak menjadikan selainnya sebagai hakim dalam hal kecil ataupun besar” Selesai.
-       Al Hafizh Ibnu Hajar dalam Fathul Bariy Kitabul Ahkam (Bab mendengar dan patuh kepada Imam selama bukan ma’shiat) mengisyaratkan pada hadits ‘Ubadah Ibnu Ash Shamit dalam Shahih Al Bukhariy tentang perintah untuk mendengar dan taat (kecuali kalian melihat kekafiran yang nyata) kemudian berkata: “tercopot –yaitu penguasa– dengan sebab kekafiran secara ijma, sehingga wajib atas setiap muslim berdiri dalam hal itu; siapa yang mampu melakukan itu maka baginya pahala dan siapa yang mudahanah maka atasnya dosa, serta siapa yang tidak mampu, maka wajib atasnya hijrah dari bumi itu” Selesai.86

Para thaghut masa kini yang kafir lagi muharib yang mana Murji’ah menundukkan pena-pena mereka dalam membela para thaghut itu dan dalam menghujat seteru mereka yang bertauhid!! Tidaklah pantas bagi mereka dari ucapan ahlul ilmi kecuali ini.

Tidak seperti apa yang dikatakan oleh si mudallis ini dengan menempatkan ucapan Al Imam Ahmad pada mereka, karena ucapan beliau rahimahullah tentang larangan Khuruj terhadap para penguasa yang zhalim, karena orang jauh maupun dekat mengetahui bahwa Al Imam Ahmad tidak mengkafirkan para penguasa zamannya, karena ucapannya: Siapa yang mengatakan (Al Qur’an itu makhluk maka ia kafir) ada pada suatu hal sedangkan penerapannya akan hal itu terhadap i’yan (orang-orang tertentu) adalah hal lain, di mana beliau memuthlaqkan perkataan dalam maqalat seperti ini, akan tetapi beliau sebagaimana yang dituturkan Syaikhul Islam tidaklah mengkafirkan seluruh individu orang-orang yang mengatakannya pada zamannya, karena bab ini perlu penegakkan hujjah dulu di dalamnya.
Syaikhul Islam telah berbicara dalam fatawa seputar hujjah masalah ini 12/484 dst; di mana beliau menuturkan takfier Al Imam Ahmad dan (ulama) lainnya terhadap Jahmiyyah dan ahli bida’ lainnya dan beliau menuturkan perselisihan di antara ulama dalam hal itu, dan beliau menuturkan ucapan Ahlul ilmi: “Sesungguhnya mereka mengatakan (Siapa yang mengatakan ini maka ia kafir) terus si pendengar meyakini bahwa ucapan ini mencakup seluruh yang mengucapkannya, dan mereka tidak menghayati bahwa takfier ini memiliki syuruth dan mawani yang kadang tidak terpenuhi pada orang mu’ayyan dan bahwa takfier itu tidak mengharuskan takfier mu’ayyan, kecuali bila syarat terpenuhi dan mawani tidak ada. Hal ini dibuktikan dengan keberadaan bahwa Al Imam Ahmad dan umumnya ulama yang melontarkan ucapan umum ini tidaklah mengkafirkan mayoritas orang yang mengatakan ucapan ini secara mu’ayyan”.87
“Karena Al Imam Ahmad umpamanya telah menghadapi langsung Jahmiyyah yang mengajaknya kepada Khalqul Qur’an dan nafyush shifat, mereka mengintimidasi beliau dan ulama lainnya di zamannya, dan mereka menyiksa mu’minin dan mu’minat yang tidak menyetujui mereka atas paham Jahmiyyah ini dengan deraan, penjara, bunuh dan pemecatan dari jabatan… hingga ucapannya… kemudian sesungguhnya Al Imam Ahmad berdoa buat Khalifah dan yang lainnya dari kalangan yang telah memukul dan memenjarakannya, beliau memintakan ampunan buat mereka, dan menghalalkan mereka dari apa yang telah mereka lakukan berupa kezhaliman dan ajakan kepada ucapan yang merupakan kekafiran. Dan andaikata mereka itu murtad dari Islam tentulah tidak boleh memintakan ampunan bagi mereka, karena memintakan ampunan bagi orang-orang kafir adalah tidak boleh berdasarkan Al Kitab, As Sunnah dan ijma. Dan ucapan-ucapan dan perbuatan-perbuatan ini dari beliau dan dari para imam lainnya sangatlah gamblang menunjukkan bahwa mereka tidak mengkafirkan mu’ayyanin (individu-individu tertentu) dari kalangan Jahmiyyah yang mengatakan Al Qur’an itu makhluq dan bahwa Allah tidak dilihat di akhirat.
Dan telah dinukil dari Ahmad suatu yang menunjukkan bahwa beliau telah mengkafirkan dengannya orang-orang tertentu. Ini bisa saja bahwa beliau memiliki dua riwayat dalam masalah ini, namun ini perlu ditinjau, atau masalahnya dibawa kepada rincian, sehingga dikatakan: Orang yang beliau kafirkan secara mu’ayyan maka karena adanya dalil yang membuktikan bahwa syarat-syarat terpenuhi dan mawani’ tidak ada, sedangkan orang yang tidak beliau kafirkan secara mu’ayyan adalah karena hal itu tidak terpenuhi padanya. Ini disertai pemuthlaqan ucapannya dengan takfier secara bentuk umum” Selesai. (Majmu Al Fatawa 12/488-489).
Perhatikan hal ini, karena ini sangat jelas bahwa Al Imam Ahmad rahimahullaah meskipun memandang bahwa pernyataan (Al Qur’an makhluq) adalah kekafiran, akan tetapi beliau tidak mengkafirkan seluruh individu-individu Jahmiyyah.
Dan itu tegas bahwa beliau tidak mengkafirkan para pemimpin zamannya, bahkan justeru beliau mendoakan mereka, memintakan ampunan bagi mereka dan menghalalkan mereka dari apa yang telah mereka lakukan terhadap beliau, dan seandainya mereka itu murtad dari Islam tentu tidak boleh memintakan ampunan bagi mereka!!
Dan darinya engkau mengetahui bahwa ucapan yang dituturkan Al Halabiy dari Al Imam Ahmad tentang sabar terhadap para penguasa zamannya, adalah tidak halal menempatkan pada para penguasa murtaddun kecuali dalam rangka talbis dan tadlis…!!!
Al Hafizh Ibnu Hajar telah menukil dalam Fathul Bariy (Kitabul Ahkam) “Bab Al Umara Min Quraisy” dari Ibnu At Tin ucapannya: “Dan mereka telah ijma bahwa ia –yaitu Khalifah– bila mengajak kepada kekafiran atau bid’ah maka ia diberontak, dan mereka berselisih bila dia merampas harta, menumpahkan darah dan melanggar batasan-batasan (Allah), apakah diberontak atau tidak” Selesai.
Al Hafizh telah mengakui pernyataannya dalam hal ijma atas sikap Khuruj terhadap penguasa yang kafir, kemudian berkata: “Dan adapun yang ia klaim berupa ijma atas sikap memberontak dalam keadaan bila khalifah mengajak kepada bid’ah maka ia tertolak, kecuali bila ia dibawa kepada bid’ah yang menghantarkan kepada sharihul kufri (kekafiran yang nyata)88.
Dan kalau tidak demikian sungguh Al Ma’mun, Al Mu’tashim dan Al Watsiq telah mengajak kepada bid’ah pernyataan Al Qur’an makhluq, dan mereka mengintimidasi para ulama karenanya dengan pembunuhan, pemukulan, penahanan dan berbagai bentuk penghinaan, namun tidak seorangpun mengatakan akan wajibnya khuruj terhadap mereka dengan sebab itu, dan keadaan berlangsung belasan tahun hingga Al Mutawakkil menjabat sebagai khilafah kemudian ia menggugurkan penyiksaan itu dan memerintahkan untuk menampakkan sunnah” Selesai.
Dan begitu juga ucapan Al Qadli ‘Iyadl yang lalu, maka sesudah beliau berkata: “Wajib atas mereka bangkit untuk mencopot orang kafir itu” berkata: “Dan tidak wajib pada ahli bid’ah kecuali bila mereka menduga mampu atasnya, bila nyata tidak mampu maka tidak wajib bangkit (untuk memberontak) dan hendaklah orang muslim hijrah dari negerinya ke negeri lain dan dia lari dengan agamanya” Selesai.
Perhatikan ucapan mereka tentang penguasa yang kafir… yaitu yang selaras dengan realita para thaghut sekarang…
Kemudian perhatikan ucapan mereka ini tentang para penguasa aniaya atau ahli bid’ah yang berkomitmen dengan hukum dan aturan Allah, maka ialah yang ucapan Al Imam Ahmad diterapkan terhadapnya dalam hal perlindungan darah dan penghindaran fitnah… supaya engkau semakin memahami permainan Murji’ah dan talbisat mereka dalam pencampuradukkan ini dengan itu, sebagaimana yang dilakukan Al Halabiy saat mengambil ucapan Al Imam Ahmad tentang Khilafah Bani Al ‘Abbas dan ia berupaya keras mewarnai ucapannya dan memperindah untuk dia tempatkan pada musuh-musuh syari’at dari kalangan penguasa zaman kita yang murtad.
Dan ketahuilah bahwa pelipatan ucapan ulama tentang kewajiban khuruj terhadap pemimpin-pemimpin  kekafiran, dan pembauran ucapan mereka tentang larangan khuruj terhadap para pemimpin yang zhalim dengan penempatannya terhadap para pemimpin kekafiran yang memerangi, ia pada hakikatnya adalah buah yang busuk dari buah-buah paham Jahmiyyah dan Irja, dan satu buah dari buah-buah pencampuradukan antara meninggalkan pemutusan dengan apa yang telah Allah turunkan dalam kasus tertentu sesuai bentuknya yang tidak mengkafirkan dan yang telah dirinci oleh para imam kita di dalamnya dan di dalamnya mereka menyebutkan syarat juhud dan istihlal, dengan pemutusan dengan selain apa yang telah Allah turunkan dengan makna pembuatan hukum thaghut lagi kafir dan yang tidak disebutkan di dalamnya juhud atau istihlal, kecuali sebagai tambahan dalam kekafiran.
(Maka bandingkan – dengan haq – tentu nampak al haq di hadapanmu!!) sebagaimana yang dikatakan Al Halabiy, seraya gembira dengan ucapan Al Imam Ahmad yang ia duga bahwa ia menguatkan buah Irjanya.
Dan gabungkan ini pada daftar tadlisat orang ini dan talbisat-nya yang panjang yang telah lalu, kemudian silahkan kembali kepada ucapannya tentang lawan-lawannya: “Bila mereka menulis maka mereka memalingkan(nya) dan bila mereka berdalil maka mereka merubahnya dan menyelewengkannya” hal 35.
Dan perhatikan ucapannya di hal 76: “Sesungguhnya metode pembenturan nushush, pemotongannya dan pengklaiman dengannya suatu yang tidak ada di dalamnya adalah metode ahlul bid’ah…!!! Dan pengikut hawa nafsu” Selesai.
Dan saya berkata: Kamu benar dalam hal ini (Hampir orang yang ragu berkata ‘ambillah saya…’!!!).
Dan ucapannya hal 6 tentang orang-orang yang menyelisihi: “Mereka melipat nukilan-nukilan ini dan menyembunyikannya dari para pengikutnya…!!! Kemudian bila mereka menampakkannya maka atas selain maknanya, mereka menukilnya seraya memalingkan kandungannya” Selesai.
Sungguh engkau telah mengetahui bahwa dia adalah orang yang paling layak menempati ciri ini berkali-kali…!!!
Kemudian perhatikan pemokusan dia terhadap kalimat-kalimat tertentu pada ucapan Al Imam Ahmad, di mana dia menampakkannya seperti biasanya dengan warna tebal (darah…darah…) di tengah kalimat-kalimat lain.
Wahai para pengekor!! Apakah dienullah dibela dan musuh-musuh Allah dihancurkan tanpa dengan darah…???!!!89
Ya jumhur Ahlis Sunnah cenderung melindungi darah bila bid’ah penguasa itu bukan kufur yang nyata.
Adapun bila si pemimpin itu menampakkan riddah dan kekafiran yang nyata maka engkau telah melihat ucapan mereka tentang kewajiban mencopot orang yang kafir, memberontaknya dan menggantinya.
Sedangkan ini pada umumnya tidak terjadi kecuali dengan darah dan terbunuh dan dengan membunuh? Dan Allah ta’ala telah berfirman: “Fitnah (syirik) itu lebih besar dari pembunuhan.”
Ucapan Al Imam Ahmad yang mana Al Halabi berupaya memasukkannya ke realita zaman kita ini: “Sabar terhadap keadaan yang kita berada di daalamnya adalah lebih baik daripada fitnah… ditumpahkan di dalamnya darah…” Ia menginginkan sebagaimana yang telah kami jelaskan sebelumnya, sabar, tidak menentang penguasa dan tidak boleh memberontaknya dalam (fitnah khusus) yang bukan kekafiran yang nyata jelas, oleh karena itu maka menjaga darah di dalamnya adalah lebih utama.
Dan ini wasiat Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam kepada Anshar agar bersabar atas sikap pemonopolian para penguasa dan kezhaliman mereka dengan sabdanya: “Kalian setelahku akan mendapatkan pemonopolian,  maka bersabarlah sampai kalian menjumpaiku di telaga”.
Adapun para pemimpin kekafiran dan para penguasa murtad maka tidak dimaksud dengan (perintah) sabar ini, karena engkau telah mengetahui dari ucapan ulama yang lalu; bahwa sabar yang manfaat terhadap mereka adalah dengan menjihadinya, menghantamnya dan menggantinya atau menjauhinya bagi yang tidak mampu atas hal itu.
Jadi ucapan Al Imam Ahmad itu adalah dalam (fitnah khusus) yang tidak menyebar lagi merebak, dan bukan ajakan untuk sabar dan diam atas kekafiran atau sabar dan membiarkan syirik atau sabar terhadap hukum thaghut dan mengakui kemurtaddan…!!!
Itulah sabar Irja-iy yang menjadikan orang-orangnya sebagai tentara yang membela para thaghut dan menyerang membabi buta terhadap orang yang mengkafirkan mereka, sungguh ini tidaklah dimaksud oleh Al Imam Ahmad dan ia itu tidak ada dalam ucapan beliau, tapi Al Halabiy menginginkannya dan berupaya untuk menetapkannya dan menyimpulkannya dari ucapan Ahmad walau dengan tadlis.
Maka kami katakan kepadanya: Sungguh telah jelas apa yang dimaksud dari ucapan beliau, dan bagaimanapun keadaannya, maka bukan kepada ucapan Al Imam Ahmad dan tidak pula kepada yang lainnya tahakum dan perujukan itu dilakukan saat terjadi perselisihan.
Andaikata saja Al Imam Ahmad memaksudkan dengan ucapannya ini –dan mana mungkin beliau (bagian,ed.) dari paham yang busuk ini– sabar dan diam terhadap realita para thaghut hari ini dengan dalih penjagaan darah, tentu kami lempar ucapannya itu ke tembok, karena firman Rabb kita lebih berhak untuk diikuti daripada ucapan Ahmad atau yang lainnya. Allah berfirman: “Dan fitnah (syirik) itu lebih dahsyat dari pembunuhan.” (Al Baqarah: 191).
Ya, fitnah kekafiran, riddah dan syirik itu lebih dahsyat dari fitnah darah dan lebih dahsyat dari pembunuhan…
Bagaimana… sedangkan ucapan beliau rahimahullah tidak ada kaitannya dengan para thaghut zaman kita dan fitnah mereka…!!! Akan tetapi Al Halabiy memaksa untuk memasukkan di dalamnya.
Ucapan itu hanyalah tentang para pemimpin zamannya, dan ia adalah yang benar karena fitnah mereka sebagaimana yang beliau katakan (fitnah khusus)… sehingga menjaga darah di dalamnya lebih utama.
Adapun fitnah pembuatan hukum yang tidak Allah izinkan, yang mana para thaghut masa kini terjatuh di dalamnya dan mereka menggusur manusia untuk mengikutinya maka ia adalah fitnah umum yang merata lagi menyebar yang tidak ada di atasnya fitnah pada zaman kita ini serta tidak ada kerusakan yang lebih besar darinya, karena syirik adalah dosa terbesar yang dengannya Allah didurhakai di wujud ini, dan ia adalah mafsadah terbesar secara muthlaq yang mana syari’at datang dalam rangka menghadangnya. Dan darinya muncul dan bertebaran segala kerusakan dan fitnah, dan dengan sebabnya hal-hal yang haram dihalalkan dan hududullah ditelantarkan, darah kaum muwahhidin dihalalkan, darah kaum musyrikin dan murtaddin dijaga serta keamanan jalan terputus dengan sebab para thaghut itu.
Jadi fitnah apa yang dikhawatirkan setelah ini dan mafsadah apa yang dihindari dengan sikap sabar terhadap para thaghut setelah dengan syirik dan kebejatannya mereka membuka berbagai pintu kekafiran, kefasikan dan maksiat.
Menghalang-halangi kaum muslimin dari diennya dan menjauhkan mereka dari tauhidnya adalah lebih besar dari fitnah pembunuhan dan penumpahan darah.
Dengan jihad untuk merealisasikan tauhid dan penghancuran syirik dan tandid… dengan jihad saja, dien ini bisa dijaga, darah terlindungi, kehormatan terjaga, kesatuan umat Islam terjaga dan jalan-jalan dijaga. Allah ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mu’min, diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; mereka membunuh atau terbunuh….” (At Taubah: 111).
Ya… (mereka membunuh atau terbunuh)…!!!
Orang Arab berkata: “Pembunuhan lebih bisa meniadakan pembunuhan”
Penyair mereka berkata:
Dengan penumpahan darah wahai teman darah bisa dijaga
Dan dengan membunuh selamatlah manusia dari pembunuhan.
Allah ta’ala berfirman: “Maka cerai beraikanlah orang-orang yang di belakang mereka dengan (menumpas) mereka.” (Al Anfal: 57). Dan firman-Nya ta’ala: “Hai orang-orang yang beriman, perangilah orang-orang kafir yang di sekitar kamu itu, dan hendaklah mereka menemui kekerasan daripadamu, dan ketahuilah, bahwasanya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa.” (At Taubah: 123). Dan firman-Nya ta’ala: “Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman.” (At Taubah: 14).
Ya inilah jalan yang dengannya Allah melegakan hati orang-orang yang beriman, dan ialah jalan untuk melepaskan diri dari kaum murtaddin.
“Mereka membunuh atau terbunuh”!!
 “Katakanlah: Tiada yang kamu tunggu-tunggu bagi kami, kecuali salah satu daripada dua kebaikan. Dan kami menunggu-nunggu bagi kamu bahwa Allah akan menampakkan kepadamu adzab (yang besar) dari sisi-Nya, atau (adzab) dengan tangan kami. Sebab itu tunggulah, sesungguhnya kami menunggu-nunggu bersama-sama.” (At Taubah: 52).
Sesungguhnya ia salah satu dari dua kebaikan
Kemenangan atau syahadah (mati syahid)…
Bisa itu kemenangan di atas manusia
Dan bisa (kembali) kepada Allah bersama orang-orang yang kekal…
Inilah jalan… Baik Ahlut Tajahhum Wal Irja suka atau tidak…
Ya demi Allah “apa kalian tidak berpikir wahai orang-orang yang menyelisihi”90!!!


80 Majmu Al Fatawa 12/501.
81 Begitu dalam Muqaddimah Al Halabiy, dan dalam Al Fatawa (keimanannya)…!!!
82 Majmu Al Fatawa 12/468.
83 Majmu Al Fatawa 21/501.
84 Bahasan hadits ini telah kami rinci dalam kitab kami “Al Farqul Mubin Bainal ‘Udzra bil jahli wal I’radl ‘Aniddien”, dan telah kami jelaskan bahwa dalil ini khusus dengan Bab al asma wash shifat, dan bahwasanya tidak boleh melampaui batasan-batasan Allah dengan memasukkan ke dalam hadits ini makna yang tidak dikandungnya atau menempatkannya sebagaimana yang dilakukan Ahlut Tajahhum wal Irja pada syirik akbar yang nyata dan bab-bab tauhidul ibadah dan yang di antaranya (tasyri’/pembuatan hukum/UU/UUD)…!!! Dan Al Imam Ahmad (2/304) telah menambahkan dalam riwayat hadits ini dari Abu Hurairah secara marfu’: “ia tidak mengerjakan sedikitpun kebaikan kecuali tauhid”, dan lihat Majmu Az Zawaid 10/194-195. Akan tetapi kejahilan dia itu pada suatu bagian dari sifat yaitu (luasnya qudrah Allah) dan bahwa dia tidaklah mengingkari muthlaq qudrah Allah, namun terjadi padanya kekurang(tahuan) akan luasnya qudrah Allah itu, karena dia itu beriman bahwa di sana ada kebangkitan, pengembalian dan siksa, dan rasa takutnya dari siksa itulah yang mendorong dia melakukan apa yang telah dia lakukan saat datang maut dan dahsyah (rasa tercengang)… jadi kejahilan dia dan keraguannya bukanlah terhadap kemampuan Allah ta’ala untuk membangkitkan, namun terhadap luasnya kemampuan ini, dan bahwa Allah mampu mengumpulkan seluruh elemen penciptaan ini semuanya dari daratan, sungai-sungai dan lautan. Dan ini adalah hal yang membuat akal tercengang dalam membayangkannya dan menguasainya serta keimanan terhadapnya membutuhkan rincian hujjah risaliyyah, sebagaimana dalam ta’jub Aisyah radliallahuanhu dari luasnya ilmu Allah, tatkala Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam berkata kepadanya: “Kamu akan mengkabarkannya kepada aku atau (Allah) Yang Maha Lembut lagi Maha Mengetahui” maka dia berkata seraya terheran: “Bagaimanapun manusia menyembunyikan Allah mengetahui…!!!”, kemudian Aisyah berkata seraya membenarkan: “Ya”, sedangkan hadits ada dalam Shahih Muslim (Kitab Al Janaiz), dan dalam sebagian tiwayat-riwayatnya bahwa Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam lah yang berkata (Ya). Dan Syaikhul Islam telah mengisyaratkan pada sisi kejahilan orang itu, di mana beliau berkata setelah menuturkan kisahnya, sebagaimana ucapannya di atas: “…terjadi padanya keraguan dan kejahilan akan kemampuan Allah ta’ala untuk mengembalikan (penciptaan)  anak Adam setelah dia dibakar dan ditaburkan” selesai, perhatikan batasan ini, jadi ia bukan keraguan yang muthlaq terhadap qudrah Allah ta’aalaa atau pengingkaran terhadap hari kebangkitan dan pengembalian sebagaimana ucapan sebagian masyayikh akan tetapi ia adalah kejahilan terhadap luasnya qudrah Allah… Dan ini semuanya tidak ada kaitan dari dekat atau jauh dengan perseteruan kami dengan mereka hari ini, karena perseteruan itu dalam syirik yang nyata dan kufur yang jelas.
85 Perhatikanlah…!!! dan silahkan rujuk kitab kami (Kasyfun Niqab ‘An Syari’atil Ghab) supaya engkau tahu bahwa sumber-sumber hukum pada UUD dan UU para thaghut masa kini dan Yasiq Tartar adalah sama.
86 Dan telah kami paparkan banyak ucapan Ahlil ilmi seputar ini dalam kitab kami (Naz’ul Husam Fi Wujubi Qital Kafaratil Hukkam) dan di dalamnya telah kami bantah syubuhat orang-orang sekarang yang selalu menisbatkan isu… semoga Allah memudahkan untuk mengeluarkannya.
87 Majmu Al Fatawa 12/487.
88 Dan ini adalah isyarat kepada hadits Ubadah Ibnu Ash Shamit (kecuali kalian melihat kekafiran yang nyata) dan rujuk dalam uraian yang telah lalu ucapan Asy Syinqithiy tentang para thaghut yang membuat hukum: “…nampak dengan sejelas-jelasnya bahwa orang-orang yang mengikuti qawanin wadl’iyyah yang disyari’atkan syaitan lewat lisan-lisan auliyanya seraya menyelisihi apa yang Allah jalla wa ‘alaa  syari’atkan lewat lisan para rasul-Nya bahwa tidak ragu akan kekafiran mereka dan kemusyrikannya kecuali orang yang telah Allah hapus mata hatinya dan dia butakan dari cahaya wahyu seperti mereka”
Syaikh Muhammad Ibnu Ibrahim berkata tentang penerapan-penerapan qawanin: “yaitu yang paling besar dan paling menyeluruh serta paling nampak pembangkangannya terhadap syari’at…” sampai ucapannya: “Maka kekafiran apa yang di atas kekafiran ini dan pengguguran terhadap syahadat Muhammad Rasulullah macam apa setelah pengguguran ini…???” selesai.
Perhatikan ini dan yang serupa berupa nukilan-nukilan yang lalu…!!! (Dan bandingkan – dengan al haq – tentu nampak al haq di hadapanmu…!!!) sebagaimana yang dikatakan Al Halabiy itu…!!!
89 Al Akh Al Fadlil Abu Qatadah (semoga Allah ta’aalaa menjaganya) telah menyebutkan dalam makalahnya yang berjudul (Baina Manhajain) contoh-contoh dari para thaghut masa kini dan cara-cara sampainya kepada kursi kepemimpinan. Di antara mereka ada yang membunuh ayahnya, di antara mereka ada yang memenjarakannya, atau mengusirnya atau menyingkirkannya ke rumah sakit jiwa, dan di antara mereka ada yang menyembelih kerabatnya, kemudian beliau berkata: “Dan saya teringat ucapan seseorang di antara mereka, yang mana dia telah meraih kekuasaan lewat kudeta militer, terus dia diminta mengundurkan diri maka dia berkata: “Saya telah masuk istana kepresidenan dengan tank baja dan saya tidak akan keluar darinya kecuali dengan tank baja” selesai… inilah logika mereka, maka amatilah dan tadabburilah.
Kemudian perhatikan pola pikir Syaikh Salafiy! Abu Bakar Al Jazairiy yang telah disebutkan oleh saudara kami itu dalam makalah yang sama, di mana beliau berkata: “Syaikh Salafiy Abu Bakar Al Jazairiy dan metode jenazahnya: Syaikh ini punya cara baru yang layak dimasukkan dalam bab penemuan-penemuan modern, dia berkata tentang metodenya yang unik: “Sesungguhnya cara terbaik untuk memperbaiki pemimpin kita adalah kita mengumpulkan sejumlah banyak orang-orang yang menuntut pentingnya reformasi kemudian kita mengencangkan pelana kendaraan kita menuju istana waliyyul amri, terus kita menghentikan kendaraan kita di depan rumahnya –oh maaf istananya– kemudian kita mulai terisak dan menangis, dan bila waliyyul amri keluar menemui kita dengan penampilannya yang indah dan wajahnya yang bersinar lagi berbinar maka ia akan bertanya kepada kita tentang sebab tangisan kita, maka kita berkata kepadanya: Demi Allah kami tidak akan meninggalkan pintu istanamu sampai engkau melenyapkan kemungkaran dan memberlakukan syari’at Al Qur’an… tanpa ragu sesungguhnya waliyyul amri hatinya santun lagi penyayang, bahkan dia tidak rela bila rakyatnya yang setia menangis. Syaikh berkata dengan ucapan “…apa hati pemimpin itu batu…?”. Kesimpulan bahwa pemimpin yang adil itu akan memperkenankan permohonan kita dan mengindahkan tangisan kita, dan saatnya ia akan menghukumi dengan Al Qur’an. Selesai impian Syaikh, diharap tidak ngorok” selesai dengan ikhtishar dari makalah (Baina Manhajain).
Saya berkata: Demi Allah sungguh telah malu Jahmiyyah dan Murji’ah terdahulu dari buah-buah Tajahhum dan Irja orang-orang sekarang ini, namun siapa orang yang Allah kehendaki kesesatannya, maka kamu tidak memiliki sesuatupun untuk menolong dia dari siksa Allah.
90 Termasuk ungkapan Al Halabiy yang dengannya dia mengomentari ucapan Al Imam Ahmad…!!!

Back Top

0 komentar:

Posting Komentar