Wasiat Amir Dzabahin

Sejarah kembali terulang, jalan cerita sejarah dari zaman ke zaman tidak pernah berubah… manusia dan pemerannya boleh berubah, peralatan-peralatan boleh berkembang pesat; akan tetapi pentas sejarah tetaplah baku; kisah permusuhan hanya satu, yaitu kebenaran melawan kebatilan, Islam memerangi kekafiran, kejahilaya-han, dan kemunafikan yang terselu-bung. Adapun orang-orang lemah dan benyali rendah, mereka memegang tongkat pada bagian tengahnya; satu sisi ia menyatakan bergabung dengan umatnya, tapi di sisi lain ia lebih mengedepankan kepentingan dunia-nya sembari menunggu kabut tersingkap dan peperangan berakhir; dengan maksud ingin bergabung dengan kelompok yang kuat dan menumpang kapal fihak yang menang, sungguh teramat jelek apa yang diperbuat orang-orang seperti ini.

Tapi mereka dihentikan oleh orang-orang robbaniyyuun, yang mengangkat bendera di zaman kerusakan, mengangkat kepala di zaman kehinaan, tekat mereka mengarungi angkasa, pergi menuju Alloh, Dzat Yang Maha melihat lagi Maha mendengar, meneladani Sang pembawa peringatan dan kabar gembira, Muhammad Shollallohu Alaihi wa Sallam, mereka orang-orang asing yang wajahnya hangus terbakar angin keterasingan, kaki mereka yang tanpa alas kaki meneteskan darah di sahara yang berkobar oleh api permusuhan, tidak ada pintu yang mau menerima mereka sehingga mereka mengetuk pintu langit, lalu dibukalah pintu tersebut untuk mereka, langsung dari tengah-tengah surga untuk menghidupkan hati, tersirat kegembiraan iman dalam diri mereka, sehingga tidak ada seorangpun dari mereka yang mundur, karena mereka marah demi agamanya, walaupun seluruh dunia bersatu-padu membidiknya.
Jihad adalah solusi…!!!WASIAT KEPADA PARA MUJAHIDIN
 
“Segala puji bagi Alloh; kami memuji, meminta pertolongan dan ampunan kepada-Nya, dan kami berlindung kepada Alloh dari kejahatan diri serta keburukan amal perbuatan kami. Siapa yang diberi petunjuk oleh Alloh, maka tidak ada seorangpun mampu menyesatkannya, dan siapa yang Alloh sesatkan maka tidak ada seorangpun yang bisa memberinya petunjuk. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada ilah (yang haq) selain Alloh; satu-satu-Nya dan tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan rosul-Nya; beliau telah menyampaikan risalah, menunaikan amanah dan menasehati umat, serta meninggalkan mereka di atas mahajjatul baidho’ (keterangan yang sangat jelas), malamnya seperti siang, tidak ada yang menyimpang dari keterangan tersebut kecuali orang yang binasa.
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Alloh dengan sebenar-benarnya takwa dan janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan Islam.”
“Hai manusia, bertakwalah kepada robb kalian yang telah menciptakan kalian dari satu jiwa dan menciptakan darinya pasangannya serta mengeluarkan dari keduanya keturunan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kalian kepada Alloh yang (dengan menyebut nama-Nya) kalian saling meminta serta (peliharalah) tali silaturrohmi. Sesungguhnya Alloh Mahamengawasi kalian.”
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Alloh dan katakanlah perkataan yang lurus. Niscaya Alloh akan memperbaiki amal kalian serta mengampuni dosa-dosa kalian, dan barangsiapa yang mentaati Alloh dan rosul-Nya maka sungguh ia telah meraih kemenangan yang besar.”
Tsumma Amma ba‘du…
Sejarah akan terus terulang:
Sejarah kembali terulang, jalan cerita sejarah dari zaman ke zaman tidak pernah berubah… manusia dan pemerannya boleh berubah, peralatan-peralatan boleh berkembang pesat; akan tetapi pentas sejarah tetaplah baku; kisah permusuhan hanya satu, yaitu kebenaran melawan kebatilan, Islam memerangi kekafiran, kejahilaya-han, dan kemunafikan yang terselu-bung. Adapun orang-orang lemah dan benyali rendah, mereka memegang tongkat pada bagian tengahnya; satu sisi ia menyatakan bergabung dengan umatnya, tapi di sisi lain ia lebih mengedepankan kepentingan dunia-nya sembari menunggu kabut tersingkap dan peperangan berakhir; dengan maksud ingin bergabung dengan kelompok yang kuat dan menumpang kapal fihak yang menang, sungguh teramat jelek apa yang diperbuat orang-orang seperti ini.
Tapi mereka dihentikan oleh orang-orang robbaniyyuun, yang mengangkat bendera di zaman kerusakan, mengangkat kepala di zaman kehinaan, tekat mereka mengarungi angkasa, pergi menuju Alloh, Dzat Yang Maha melihat lagi Maha mendengar, meneladani Sang pembawa peringatan dan kabar gembira, Muhammad Shollallohu Alaihi wa Sallam, mereka orang-orang asing yang wajahnya hangus terbakar angin keterasingan, kaki mereka yang tanpa alas kaki meneteskan darah di sahara yang berkobar oleh api permusuhan, tidak ada pintu yang mau menerima mereka sehingga mereka mengetuk pintu langit, lalu dibukalah pintu tersebut untuk mereka, langsung dari tengah-tengah surga untuk menghidupkan hati, tersirat kegembiraan iman dalam diri mereka, sehingga tidak ada seorangpun dari mereka yang mundur, karena mereka marah demi agamanya, walaupun seluruh dunia bersatu-padu membidiknya.
Jihad adalah solusi!
Ummatku…
Sungguh bahaya telah mencapai klimaksnya, orang-orang dzalim telah melampaui batas, di negeri kita bertebaran orang-orang jahat, serigala-serigala, bahkan anjing-anjing, mereka telah berani lancang kepada kita. Di sisi lain, manusia tengah kebingungan mencari solusi di tengah fatamorgana padang pasir, padahal solusi itu ada di hadapan mata mereka! Solusi itu adalah jihad fi sabilillah.
Inilah wasiat-wasiat para imam jihad yang telah mendahului kita dalam menempuh jalan penuh berkah ini, yang akan kusampaikan kepada kalian. Aku sengaja menyusunnya dengan sedikit merubah susunan kata-katanya; dengan harapan ini akan menjadi peringatan untuk diriku sendiri dan ikhwan-ikhwanku para mujahidin, agar mereka tetap teguh, dan untuk mengajak mereka mempertahankan kesabaran dalam memegang prinsip serta ajaran Islam yang baku.
Lemah nyali dan perbuatan maksiat, menunda kemenangan:
Wahai para mujahidin…
Aku sama sekali tidak mengkhawatirkan banyaknya musuh kalian dan besarnya senjata mereka, aku tidak mengkhawatirkan kalian lantaran berkumpulnya seluruh kekuatan jahat memerangi kalian, atau sikap melemah-kan semangat dari saudara-saudara kalian sesama muslim di berbagai belahan dunia; yang aku khawatirkan justru dari diri kalian sendiri, aku khawatir kalian terkena penyakit wahn (cinta dunia dan takut mati), merasa lemah dan kalah, kemudian banyak melakukan maksiat.
Kalian bisa mengambil pelajaran dari peristiwa perang Uhud, Alloh Ta‘ala berfirman:
“…sampai pada saat kamu lemah dan berselisih dalam urusan itu dan bermaksiat kepada perintah (Rosul) sesudah Alloh memperlihatkan kepadamu apa yang kamu sukai. Di antaramu ada orang yang menghendaki dunia dan di antara kamu ada orang yang menghendaki akhirat. Kemudian Alloh memalingkan kamu dari mereka untuk menguji kamu…”
Ibnu Katsir berkata, “Tadinya keunggulan dan kemenangan berada di fihak Islam pada pagi harinya, tapi tatkala para pemanah bermaksiat dan sebagian pasukan merasa gagal, janji kemenanganpun tertunda, di mana datangnya kemenangan ini disyaratkan adanya keteguhan dan sikap taat.”
Peristiwa Uhud ini sungguh telah menorehkan peristiwa yang menakjubkan, antara lain: jumlah musuh tiga kali lipat lebih banyak daripada jumlah kaum muslimin, lalu Alloh memenangkan kaum muslimin di pagi hari; tapi tatkala mereka bermaksiat, Alloh timpakan musibah di sore hari.
Shahabat Jâbir Radhyilallohu ‘Anhu berkata, “Ketika perang Uhud, manusia bercerai berai dari sisi Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam, yang tinggal menyertai beliau hanya 13 orang Anshor dan Tholhah.”
Dalam hadits Anas Radhyilallohu ‘Anhu ia berkata, “Ketika pecah perang Uhud, kaum muslimin tercerai berai. Maka Anas bin Nadhr berkata, ‘Ya Alloh, aku memohon udzur kepada-Mu dari perbuatan shahabat-shahabatku, dan aku berlepas diri kepada-Mu dari perbuatan orang-orang musyrik itu.’”
Dulu, setelah pulau Qibrish ditaklukkan, Abu `d-Darda’ duduk sambil menangis tatkala menyaksikan penduduknya menangis dan dalam kondisi kacau balau. Maka ada yang bertanya, “Wahai Abu `d-Darda’, apa yang membuatmu menangis di hari ketika Alloh memuliakan Islam?” beliau menjawab, “Celakalah kalian, alangkah rendahnya makhluk di sisi Alloh ketika mereka meninggalkan perintah-Nya, padahal mereka dulu adalah bangsa yang menang dan kuat, mereka meninggalkan perintah Alloh dan akhirnya menjadi seperti yang kalian lihat.”
Tamkîn hanya datang setelah ujian:
Wahai para mujahidin…
Memang, pertolongan kadang tertunda, tak jarang kekalahan dan luka-luka terjadi pada barisan kalian, dan ini bukanlah hal yang aneh. Sebab itu adalah sunnatulloh pada orang-orang terdahulu. Dan tidak ada perubahan pada sunnatulloh.
Heraklius berkata kepada Abu Sufyan: “Aku tadi bertanya kepadamu tentang bagaimana kalian memerangi orang itu –yang ia maksud adalah Rosululloh Shollallohu Alaihi Wa Sallam— lantas engkau katakan bahwa peperangan itu silih berganti (kadang menang kadang kalah); memang seperti itulah keadaan para rosul; mereka diuji kemudian kemenangan akhir ada di tangan mereka.”
Sungguh, ujian terberat bagi kalian ketika memerangi musuh adalah bersabar dan yakin. Yakin bahwa Alloh akan menepati janji-Nya, menolong tentara dan pasukan-Nya, walaupun setelah lewat masa yang panjang. Dan sabar ketika mengalami kegoncangan-kegonca-ngan, dan yakin bahwa jalan keluar ada bersama kesulitan, dalam kesuli-tan ada kemudahan.
Ada seseorang bertanya kepada Imam Syafi‘i, “Wahai Abu Abdillah, mana yang lebih baik bagi seseorang; diberi kekuasaan ataukah diuji?” Maka Imam Syafi‘i menjawab, “Ia tidak akan diberi kekuasaan sebelum diuji.”
Sesungguhnya Alloh telah menguji Nabi Nuh, Ibrohim, Musa, Isa, dan Muhammad –semoga sholawat dan salam tercurah selalu kepada mereka—, tatkala mereka bersabar, Alloh pun memantabkan kedudukan mereka di muka bumi. Maka jangan ada seorangpun menyangka bisa terlepas dari kepedihan!
Kelirulah orang yang berburuk sangka kepada Alloh, di mana ia hanya melihat kepada jumlah dan peralatan yang dimiliki musuh dengan melupakan janji Alloh;
“…Alloh telah tetapkan: Aku pasti memenangkan diri-Ku dan rosul-rosul-Ku,”
“…Barang siapa berwali kepada Alloh, rosul-Nya, dan orang-orang beriman, maka sesungguhnya pasukan Alloh lah orang-orang yang menang.”
“Adalah kewajiban Kami menolong orang-orang beriman,”
“Dan Alloh telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana menjadikan berkuasa orang-orang sebelum mereka, dan Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merubah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa…”
Di sini ada syarat sebelum mendapatkan janji, yaitu iman, ikhlas (tidak menyekutukan Alloh), dan beramal sholeh, barulah datang kemenangan, kekuasaan, dan ke-khilafahan di muka bumi, “Itulah janji Alloh, Alloh tidak menyelisihi janji-Nya.”
Sungguh indah apa yang dikatakan Sayyid Quthb Rahimahulloh ketika mengomentari firman Alloh:
“Betapa banyak kelompok yang sedikit bisa mengalahkan kelompok yang banyak dengan izin Alloh…”
Beliau berkata, “Ayat ini adalah kaidah dalam perasaan orang-orang yang yakin bahwa mereka pasti akan berjumpa dengan Alloh, kaidah ini menyatakan bahwa kelompok orang-orang beriman itu sedikit, sebab kelompok inilah yang bisa menapaki tangga ujian yang berat hingga puncaknya, sehingga mereka mencapai predikat sebagai pasukan pilihan. Meski sedikit, tapi merekalah yang menang, sebab mereka memiliki kontak dengan sumber segala kekuatan, dan mewakili kekuatan yang pasti menang; yaitu kekuatan Alloh yang pasti memenangkan urusan-Nya, Dzat Yang Mahapemaksa di atas hamba-hamba-Nya, yang menghancurkan orang-orang bengsis, menghinakan orang-orang dzolim, dan menundukkan orang-orang sombong.”
Orang-orang yang terlibat dalam jihad adalah kaum yang beruntung:
Wahai mujahidin…
Demi Alloh, kalian dalam kondisi yang sangat beruntung sehingga banyak orang yang patut iri kepada kalian. Bukan seperti dikatakan para mukhodzil dan pelemah semangat yang hanya melihat pada ukuran materi saja, yang merasa ngeri dengan berita-berita yang disebar luaskan media-media informasi di seluruh dunia dan arab, yaitu kemenangan pasukan sekutu dan mundurnya para mujahidin. Sungguh, perang tidak diukur dengan jumlah dan persenjataan, bukan dengan kemenangan dan keunggulan. Sebab itu kemungkinan-kemungkinan yang pasti terjadi. Tetapi, di suatu hari nanti kemenangan dan kekuasaan di muka bumi akan datang jua, walaupun setelah waktu yang lama.
Ketika menceritakan kondisi persekutuan pasukan Tartar, orang-orang munafik, dan lain sebagainya, untuk menyerang kaum muslimin di zamannya, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah Rahimahulloh berkata,
“Fitnah ini telah memecah manusia kepada tiga kelompok:
Thô’ifah Manshûroh (kelom-pok yang ditolong Alloh); mereka adalah para mujahidin yang berjihad melawan bangsa perusak itu.
Thô’ifah Mukhôlifah (ke-lompok yang menyelisihi); mereka adalah orang-orang berpikiran kacau yang bergabung dengan pasukan Tartar tapi masih mengaku muslim.
Thô’ifah Mukhôdzilah (ke-lompok pelemah semangat dan tidak mau membantu mujahidin); mereka adalah orang-orang yang duduk dari jihad melawan Tartar, walaupun keislaman mereka benar.
Maka hendaknya setiap muslim melihat di mana posisi dirinya, apakah termasuk Thô’ifah Manshûroh, Thô’ifah Mukhôdzilah, ataukah Thô’ifah Mukhôlifah; karena tidak ada kelompok yang keempat. Dan ketahuilah, dalam jihad ada kebaikan di dunia dan akhirat. Sedangkan meninggalkannya adalah kerugian dunia akhirat. Alloh Ta‘ala berfirman:
“Katakanlah (Hai Muhammad): Kalian tidak menunggu dari kami selain dua kebaikan,” dua kebaikan itu adalah kemenangan atau kesyahidan dan surga.
Maka siapa saja yang hidup bersama mujahidin, ia adalah orang mulia dan berhak mendapatkan pahala di dunia serta kebaikan pahala akhirat. Bagi yang meninggal atau terbunuh, ia akan menuju surga.
Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda,
(يُعْطَى الشَّهِيْدُ سِتَّ خِصَالٍ: يُغْفَرُ لَهُ بِأَوَّلِ قَطْرَةِ دَمٍ مِنْ دَمِهِ , وَيَرَى مَقْعَدَهُ فيِ اْلجَنَّةِ, وَيُكْسَى حُلَّةً مِنَ اْلإِيْمَانِ, وَيُزَوَّجُ بِثْنَتَيْنِ وَسَبْعِيْنَ مِنَ الْحُوْرِ الْعِيْنِ, وَيُوْقَى فِتْنَةَ الْقَبْرِ, وَيُؤْمَنُ مِنَ اْلفَزَعِ اْلأَكْبَرِ)
“Orang yang mati syahid diberi enam perkara: Dosanya di ampuni ketika pertama kali darahnya menetes, diperlihat-kan tempatnya di surga, diberi pakaian keimanan, dinikahkan dengan 72 bidadari bermata jeli (huurun ‘Iin), dilindungi dari fitnah kubur, dan diamankan dari kegoncangan hari kebang-kitan.”
Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam juga bersabda,
(إِنَّ فِي الْجَنَّةِ لَمِائَةَ دَرَجَةٍ مَا بَيْنَ الدَّرَجَةِ وَالدَّرَجَةِ كَمَا بَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلأَرْضِ أَعَدَّهَا اللهُ تَعَالىَ لِلْمُجَاهِدِيْنَ فيِ سَبِيْلِهِ)
“Sesungguhnya di surga ada 100 derajat, jarak satu derajat dengan derajat lainnya sama dengan jarak langit dan bumi, yang Alloh Ta‘ala sediakan bagi para mujahidin di jalan-Nya.”
Inilah ketinggian derajat di surga sejauh 50.000 tahun perjalanan, bagi orang-orang yang berjihad…”
Hingga Syaikhul Islam mengatakan,
“Para ulama juga telah sepakat –sejauh yang kuketahui— tidak ada amalan sunnah yang lebih baik daripada jihad; jihad lebih baik daripada ibadah hajji, puasa, dan sholat, yang sunnah. Berjaga di perbatasan (ribath) lebih baik daripada tinggal di Mekkah, Madinah, atau Baitul Maqdis. Sampai-sampai Abu Huroiroh ra mengatakan: Sungguh berjaga-jaga (ribath) di jalan Alloh satu malam saja lebih aku sukai daripada aku berada di samping Hajar Aswad ketika Lailatul Qodar.
Di sini, beliau lebih memilih ribath satu malam daripada beribadah di malam terbaik dan di jengkal tanah terbaik.”
Beliau berkata, “Ketahuilah, semoga Alloh memperbaiki Anda semua, bahwa kemenangan itu milik orang-orang beriman, hasil akhir milik orang-orang bertakwa, dan Alloh bersama orang-orang bertakwa lagi berbuat baik. Musuh itu pada dasarnya tertundukkan dan tertindas, Alloh Ta‘ala adalah Dzat yang meme-nangkan kita atas mereka, membalaskan dendam kita kepada mereka, dan tidak ada daya dan kekuatan selain dengan Alloh Yang Mahatinggi lagi Mahaagung. Maka terimalah kabar gembira berupa pertolongan Alloh Ta‘ala dan hasil akhir yang baik, “Dan janganlah kalian merasa hina dan sedih, padahal kalian adalah lebih tinggi jika kalian beriman.”
Selanjutnya beliau berkata lagi, “Ketahuilah –semoga Alloh senantiasa memperbaiki diri kalian—, nikmat terbesar bagi orang yang Alloh ‘Azza Wa Jallaehendaki kebaikan pada dirinya adalah ketika Alloh menghidupkannya sekarang ini, di zaman ketika Alloh tengah memperbaharui agama-Nya, menghi-dupkan kembali syiar kaum muslimin, menghidupkan ihwal kaum mukminin dan para mujahidin; sehingga keadaannya mirip dengan As-Sabiqunal Awwalin dari kalangan Muhajirin dan Anshor. Maka siapa saja yang melaksanakan semua ini di zaman sekarang, berarti ia termasuk orang-orang yang mengikuti jejak mereka dalam kebaikan. Maka sudah selayaknya kaum mukminin bersyukur kepada Alloh atas ujian yang pada hakikatnya adalah anugerah mulia dari Alloh Ta‘ala ini, seharusnya mereka mensyukuri terjadinya fitnah yang di dalamnya mengandung nikmat besar ini. Hingga seandainya para shahabat As-Sabiqûnal Awwalûn dari kalangan Muhajirin dan Anshor, seperti Abu Bakar, ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, dan yang lainnya, mereka hadir di tempat ini, tentu amalan paling utama yang mereka lakukan adalah berjihad melawan orang-orang jahat itu. Dan tidak ada yang ketinggalan dari peperangan seperti ini selain orang yang merugi perdagangannya, dungu jiwanya, dan diharamkan untuk mendapatkan bagian besar dari dunia dan akhirat; kecuali orang yang mendapatkan udzur dari Alloh, seperti orang sakit, fakir, buta, dan lain sebagainya.”
Syaikhul Islam juga mengatakan,
“Puncak Islam adalah jihad di jalan Alloh, sesungguhnya jihad adalah perkara dicintai Alloh dan rosul-Nya yang paling tinggi. Dan orang-orang yang mencela jihad ini banyak jumlahnya. Sebab kebanyakan orang yang di dalam hatinya ada iman sekalipun, mereka membenci jihad. Kemungkinannya, kalau bukan sebagai mukhodzil yang melemahkan semangat dan keinginan untuk berjihad, atau menjadi pembuat kekacauan dan pelemah kekuatan dan kemampuan untuk melaksanakannya. Walaupun, perbuatan tersebut termasuk kemunafikan.”
Kondisi dunia Islam sekarang, hampir sama dengan ketika Pasukan Tartar dulu menyerang Dunia Islam:
Wahai mujahidin…
Aku tidak menemukan sesuatu yang lebih baik untuk kuketengahkan di hadapan kalian, selain tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika beliau mengomentari persekutuan pasukan Ahzab dalam perang Khondaq. Beliau berkata, “Ringkasan cerita perang Khondaq, bahwa kaum muslimin terkepung oleh seluruh kaum musyrikin di sekeliling mereka. Mereka datang dengan bala tentaranya ke Madinah untuk membasmi orang-orang beriman hingga ke akar-akarnya. Maka berkumpullah kaum Quraisy dan sekutu-sekutunya dari Bani Asad, Asyja‘, Fazaroh, dan kabilah-kabilah Nejd lainnya. Turut bergabung juga yahudi Bani Quroidzoh dan Bani Nadzir. Pasukan sekutu ini berkumpul menjadi satu dan jumlah mereka jauh berlipat ganda di atas jumlah kaum muslimin. Sampai-sampai Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam harus meng-ungsikan orang-orang lemah dari wanita dan anak-anak ke benteng-benteng Madinah.
Sedangkan kejadian sekarang ini –maksudnya, yang dialami Syaikhul Islam di zamannya—musuh kembali bersekutu, sejak dari bangsa Mongol, berbagai suku Turki, Persia, orang-orang Arab pendatang, orang-orang sejenis dengan mereka yang murtad, dari kalangan kristen Armenia dan lain-lain. Musuh ini masuk ke sisi negeri kaum muslimin ketika kaum muslimin tengah bimbang antara maju dan mundur, ditambah lagi dengan sedikitnya jumlah kaum muslimin lain yang mau berhadapan dengan musuh, padahal musuh hendak menguasai negeri dan mengambil alih daerah penduduknya sebagaimana musuh dulu mengepung Madinah berhadapan dengan kaum muslimin. Dan ketika perang Khondaq terjadi, suhu udara teramat dingin, tiupan angin begitu kencang dan tidak seperti biasanya. Dengan itulah Alloh memalingkan pasukan Ahzab dari Madinah, sebagaimana firman Alloh Ta‘ala ini:
“…maka Kami kirim kepada mereka angin dan pasukan-pasukan yang tidak kalian lihat…”
Demikian juga tahun ini di sini, Alloh memperbanyak salju, hujan, dan hawa dingin tidak seperti biasanya, sampai-sampai banyak orang yang tidak menyukai hal ini. Adapun kami, kami katakan kepada mereka yang tidak suka: Jangan kalian benci hal itu, sebab Alloh memiliki hikmah dan rahmat di dalamnya. Dan itu termasuk sebab terbesar di mana dengannya Alloh mengusir musuh.
Alloh Ta‘ala berfirman mengenai kondisi pasukan Ahzab:
“(Yaitu) ketika mereka datang kepadamu dari atas dan dari bawahmu, dan ketika tidak tetap lagi penglihatan (mu) dan hatimu naik menyesak sampai ke tenggorokan dan kamu menyangka terhadap Alloh dengan bermacam-macam pur-basangka. Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat.”
Demikian juga tahun ini, musuh datang dari atas daerah Syam, yaitu selatan sungai Eufrat…”
Syaikhul Islam melanjutkan, “…kemudian manusia mulai berprasangka kepada Alloh dengan berbagai purbasangka;
Ada yang menyangka tidak ada lagi tentara Syam yang masih tegak berdiri, sehingga musuh akan menguasai penduduk Syam
Ada yang menyangka bahwa negeri Syam ma-sih tenang dan masih berada di bawah kerajaan Islam.
Ada yang menyangka kalau kaum muslimin mau menghadapi musuh, tentu akan bisa merontokkan dan menguasai mereka seperti lingkaran cahaya bulan mengelilingi bulan.
Ada yang memiliki persangkaan musuh akan menawan mereka dan membawanya ke Mesir dan mengangkat sebagai penguasa di sana, sehingga orang-orang seperti ini tidak ada yang teguh untuk berhadapan dengan musuh, ia lebih berniat untuk melarikan diri ke Yaman atau yang lain.
Ada juga yang melihat adanya gejala-gejala yang saling bertentangan dan memiliki keinginan-keinginan yang saling tarik menarik, apalagi ia tidak bisa membedakan mana kabar gembira yang benar dan yang dusta, tidak bisa membedakan bisikan hati yang salah dan yang tepat; oleh karena itu, orang yang bermain-main dalam urusan mengam-bil petunjuk akan diliputi kebingu-ngan dan dipermainkan oleh berbagai pemikiran, seperti halnya anak kecil mempermainkan kerikil bebatuan.
“…Di situlah diuji orang-orang mukmin dan digoncangkan (hatinya) dengan goncangan yang sangat…” ; Alloh menguji mereka dengan ujian ini, yang dengannya Alloh mengha-puskan dosa-dosa mereka dan mengangkat derajat mereka.
Kemudian Alloh Ta‘ala berfirman: “Dan (ingatlah) ketika segolongan di antara mereka berkata: Hai penduduk Yatsrib (Madinah), tidak ada tempat bagimu, maka kembalilah kamu…”
Maka satu golongan kaum munafik itu ada yang mengatakan: Tidak ada tempat lagi bagi kalian di sini, sebab musuh terlalu banyak, maka kembalilah ke Madinah.
Ada yang mengatakan, “Tidak ada tempat bagi kalian untuk berperang, maka kembalilah untuk meminta keamanan dan perlindungan kepada mereka.”
Demikian juga ketika musuh dari bangsa Tartar datang, orang-orang munafik ada yang mengatakan:
Negara Islam sudah tidak ada lagi, maka sudah selayaknya kita masuk di bawah negara Tartar.
Sebagian orang-orang khusus mengatakan, negara Islam masih bertahan.
Sebagian lagi ada yang mengatakan, yang terbaik adalah menyerahkan diri kepada mereka seperti penduduk Irak menyerahkan diri dan masuk di bawah kekuasaan mereka.”
—hingga perkataan Syaikhul Islam—:
“Sesungguhnya peristiwa ini mengandung perkara-perkara besar yang di luar batas ukuran serta keluar dari kebiasaan. Bagi setiap yang berakal akan melihat bagaimana Alloh memperkokoh agama ini dengan kejadian tersebut, dan perhatian-Nya terhadap umat ini setelah hampir saja Islam tergulung, ketika sebab-sebab yang tampak secara lahiriyah sudah terputus, musuh dari pasukan sekutu menyerang begitu cepat, hati kaum muslimin melemah karena saling bermusuhan, sementara yang tetap teguh hanyalah satu kelompok yang mau menolong agama Alloh, sehingga Allohpun membukakan pintu-pintu langit-Nya untuk tentara-tentara-Nya yang kuat, Alloh menghinakan orang-orang kafir dan munafik dan menjadikan semua itu sebagai tanda kekuasaan Alloh bagi orang-orang beriman hingga hari perjumpaan dengan-Nya.”
Tatkala sampai berita bahwa pasukan Tartar sudah menyiapkan semua persenjataan untuk menyerang Syam, orangpun pada ketakutan, harga transportasi menjadi mahal; upah kuda dari Hamasah ke Damaskus saja mencapai harga 200 dirham.
Ini terjadi tahun 699 H.
Sebagian gubernur berpanda-ngan untuk menyerahkan benteng Al-Qol‘ah kepada Tartar, demi menjaga penduduk. Tetapi Ibnu Taimiyah tetap bersikukuh untuk melawan mereka dan meminta penjaga benteng untuk tidak menyerahkannya, walaupun tidak tersisa lagi selain satu bongkah batu; maka penjaga bentengpun menyetujui pendapat Ibnu Taimiyah, dan ternyata ada mashlahat yang baik bagi kaum muslimin dalam sikap ini.
Kemudian datang berita mengenai kedatangan pasukan Mesir menuju Syam, maka Hulaghu bersama pasukan Tartarnya keluar menuju Damaskus. Sementara Damaskus sendiri sudah kosong dari tentara dan penjaga. Maka, seluruh penduduknya diseru untuk keluar membawa senjata masing-masing dan bermalam di pagar-pagar benteng serta pintu-pintu masuk untuk menjaga negeri, maka merekapun keluar menuju pagar benteng.
Ibnu Taimiyah sendiri berkeliling di benteng setiap malam untuk memberikan semangat agar bersabar dan terus berperang, serta membacakan ayat-ayat jihad dan ribath kepada mereka.
Ketika kehidupan di Damaskus kembali normal, Ibnu Taimiyah dan pengikutnya berkeliling ke warung-warung, lalu memecahkan bejana-bejana khomer. Setelah itu, Ibnu Taimiyah dengan didampingi Al-Atsrom –gubernur Damaskus—keluar ke daerah Jubailah dan Kasrowan untuk memberi pelajaran kepada kaum Rafidhoh (Syiah) dan Bathiniyah, karena keterlibatan mereka membantu pasukan Tartar. Mereka juga ikut menyerang kaum muslimin di malam hari. Maka para pemimpin mereka keluar menemui Ibnu Taimiyah dan menampakkan ketaatan serta penyesalannya. Mereka juga mengembalikan semua barang yang telah mereka ambil. Setelah selesai, Al-Atsrom kembali ke Damaskus dan mengeluarkan perintah agar rakyat menggantungkan senjata-senjata di toko-toko, dan memerintahkan mereka untuk belajar memanah. Akhirnya, dibangunlah Al-Imajat –yaitu kamp-kamp latihan militer di Damaskus—. Ia juga memerintahkan para ulama untuk turut belajar memanah, dalam rangka persiapan menghadapi situasi apapun yang datang mendadak.
Demikianlah, umat ini wajib melakukan persiapan di waktu senggang, supaya ketika terjadi peristiwa-peristiwa dahsyat, ada anak-anak dari umat ini yang menghadapi, melindungi, serta menolak makar musuh terhadapnya.
Pasukan Tartar masuk ke Syam pada tahun 702 H, manusiapun gempar ketakutan, mereka melaku-kan doa qunut dalam sholat, dan itulah pertempuran pertama kali yang mereka alami, datanglah pasukan Tartar yang didukung oleh 7000 personel, maka sekelompok pahlawan negeri Syam berjumlah 1500 orang menghadapi mereka, dan Alloh pun memenangkan pasukan-Nya.
Ketika pasukan Tartar sudah semakin dekat, dua pasukan –yaitu dari Himawi dan Al-Halbi— mundur ke Himsh, mereka takut pasukan Tartar akan menyerang mereka secara tiba-tiba, maka merekapun berjaga-jaga di daerah Marji Ash-Shuffar. Dan benar, pasukan Tartar sampai di Himsh, kemudian merangsek ke Ba‘labak, manusia diguncang rasa takut luar biasa, berita-berita negatif dan berbagai isu banyak sekali tersebar. Maka dalam hal ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memiliki andil besar dalam menenangkan jiwa orang-orang dan menjaga kestabilan kondisi intern kaum muslimin.
Beberapa waktu kemudian, orang mulai meragukan sah tidaknya memerangi bangsa Tartar secara syar‘i; sebab mereka juga berpenampilan Islam tulen. Keraguan ini sama dengan sikap orang-orang yang kalah sebelum tempur hari ini, yang mana mereka meragukan sah tidaknya memerangi tentara pemerintah Thoghut.
Ibnu Hazm berkata dalam kitab Al-Muhallâ, “Tidak ada kejahatan yang lebih besar setelah kekafiran, daripada melarang jihad di jalan Alloh dan menyuruh agar kehormatan kaum muslimin diserahkan begitu saja kepada musuh-musuh Alloh.”
Kemudian, Ibnu Taimiyah tampil dan mengeluarkan fatwa-fatwanya yang cukup terkenal mengenai wajibnya memerangi pasukan Tartar. Beliau mematahkan semua syubhat yang banyak didengungkan kaitannya dengan masalah ini. Beliau mengatakan kepada manusia, “Jika kalian melihatku berada di fihak Tartar sementara di kepalaku ada mushaf Al-Quran, maka bunuhlah aku,”
Mendengar fatwa ini, manusia-pun kembali bersemangat untuk berperang, hati mereka kembali kuat.
Ketika pasukan Tartar semakin dekat, Ibnu Taimiyah menoleh kepada salah seorang petinggi Syam, beliau berkata, “Hai Fulan, tempatkan aku di posisi kematian,”
Petinggi itu berkisah, “Maka aku menempatkan Ibnu Taimiyah di depan musuh persis, ketika itu mereka datang berbondong bondong seperti aliran ombak dengan menenteng senjata-senjatanya yang berkilauan di balik debu perang. Kukatakan: Tuanku, inilah posisi kematian dan inilah musuh, mereka datang di balik debu itu.”
Syaikhul Islam pun mengangkat matanya ke langit dan memejamkan pandangannya, dan menggerak-gerak kan kedua bibirnya untuk berdoa kepada robbnya dalam waktu cukup lama. Maka beliau bertempur melawan pasukan Tartar, perang berlangsung sangat-sangat sengit, api pertempuran berkobar menyala-nyala, para pahwalan menunjukkan keperwiraannya, dan pasukan Tartar dipaksa mundur ke gunung-gunung. Setelah hari mulai gelap, kaum muslimin mengepung pegunungan di mana pasukan Tartar berada, sungguh hati pasukan Tartar kala itu terhinggapi ketakutan luar biasa.
Yang mampu menegakkan Islam adalah orang-orang yang bertekad baja:
Wahai mujahidin…
Sesungguhnya agama ini tidak akan tegak kecuali di atas pundak para perwira yang memiliki tekad baja. Ia tidak akan pernah tegak di atas pundak orang-orang yang biasa hidup ringan dan bermewah-mewah. Tidak, sungguh Islam tidak akan tegak di atas pundak orang-orang seperti ini.
Agama yang besar tidak akan tegak kecuali di atas pundak orang-orang besar pula. Tanggung jawab besar yang tidak sanggup dipikul langit dan bumi, tidak mungkin diemban oleh selain orang yang pantas mengembannya.
Wahai merpati, kalau kamu menangis karena anak kecilmu
Lantas di manakah pemirsa kesedihan-kesedihan
Manakah yang layak menitikkan air mata, mataku atau matamu?
Orang yang mengaku tidak diterima pengakuannya tanpa bukti…
Bagaimana mungkin Islam akan tegak dan kembali kepada kejayaan dan kemuliaannya seperti dulu, tanpa adanya tekad baja seperti tekad Abu Bakar untuk memerangi kaum murtad di zaman banyaknya orang murtad dulu? Ketika Abu Bakar, orang yang sudah tua, peka perasaannya dan mudah menangis itu, bersumpah menyatakan tekad terbesarnya, “Demi Alloh, aku benar-benar akan perangi siapa yang memisahkan antara sholat dan zakat. Sesungguh-nya zakat adalah hak harta. Demi Alloh, seandainya mereka menolak kepadaku untuk membayar satu ikatan binatang yang dulu mereka bayarkan kepada Rosululloh –‘alaihis sholatu was salam—pasti akan kuperangi mereka karenanya.”
Bagaimana mungkin Islam akan tegak tanpa adanya tekad seperti tekad Anas bin Nadhr, yang mengatakan: “Kalau Alloh menghadir-kanku dalam perang melawan orang-orang musyrik, Alloh pasti akan melihat apa yang akan kuperbuat.”
Akhirnya ia hadir dalam perang Uhud, lalu ia berperang, sampai ketika mati di jasadnya ditemukan 80 luka lebih, mulai dari tikaman dan tebasan pedang.
Adalah Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam selalu berdoa kepada robbnya:
(اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الثَّبَاتَ فيِ اْلأَمْرِ وَاْلعَزِيِمَةَ عَلىَ الرُّشْدِ)
“Ya Alloh, aku memohon kepada-Mu keteguhan dalam urusan apapun dan tekad kuat di atas kelurusan.”
Sungguh, sebuah tekad yang tinggi benar-benar bisa mendidih dalam hati seperti mendidihnya air dalam periuk. Tekad seperti ini benar-benar mendorong pemiliknya untuk melakukan perkara-perkara besar setiap pagi dan sore, sehingga ia bisa menjadi orang yang disebutkan dalam perkataan Imam Syafi‘i Rahimahullôh, “Istirahat bagi ‘para lelaki’ adalah kelalaian.”
Inilah shahabat bernama ‘Abdullôh bin Jahsy, ia pernah menjauh sedikit di samping Sa‘ad bin Abi Waqos sebelum pecah perang Uhud; keduanya sepakat untuk bergantian memanjatkan doa dan saling mengamini. Maka doa yang dipanjatkan ‘Abdullôh bin Jahsy adalah:
“Ya Alloh, berilah aku rezeki berupa seorang lelaki yang keras amarahnya, besar kekuatannya, yang aku berperang dengannya dan dia berperang denganku, kemudian ia membunuhku dan memotong hidung dan telingaku, sehingga ketika aku berjumpa dengan-Mu kelak, ya Alloh, Engkau bertanya: Hai ‘Abdullôh, karena apa hidung dan telingamu terpotong? Maka aku menjawab: Karena-Mu dan karena Rosul-Mu. Lalu Engkau berfirman: Kamu benar.”
Betapa agung dan indah doa ini, sungguh itulah jiwa yang menjual segalanya untuk robbnya, ketika itulah kepahitan berubah menjadi kemanisan, sungguh itu tidak terjadi selain dari orang yang telah merasakan manisnya jalan ini dan merasakan kelezatannya. Ia tidak lagi mempedulikan apa pun selain keridhoan robb-nya, ia tidak lagi peduli selain bagaimana bisa berjumpa Alloh dalam keadaan Dia ridho dan terbunuh di jalan-Nya.
Siapakah di antara kita yang hendak meniru tekad-tekad baja seperti ini?
Siapakah di antara kita yang hendak meniru tekad Ahmad bin Hanbal, Ibnu Taimiyah, dan Al-‘Izz bin Abdissalam? Mereka membawa panji jihad fi sabilillah, kuat di hadapan musuh-musuh Alloh. Sementara sekarang ini, para ulama justru meninggalkan medan tempur, mereka mundur dari memegang tampuk kepemimpinan kafilah jihad ini, mereka merasa berat untuk mengorbankan nyawa karena Alloh. Belum cukup seperti itu, ditambah lagi mereka masih meneriaki mujahidin dan mengalamatkan berbagai tuduhan negatif kepada mereka, engkau tidak dengar suara mereka selain seruan untuk melawan mujahidin…semua itu dilakukan dengan alasan sebagai alat politik dan mencapai kesopanan.
Aku sendiri tidak tahu, kapan mereka akan meninggalkan “fikih kekalahan sebelum perang”, dan pemahaman takut dan pengecut itu.
Tentang Pemenggalan warga Amerika, Nicholas Berg:
Tidakkah kalian dengar, bagaimana mereka mengingkari pemenggalan orang Amerika bernama Nicholas Bergh, itu?
Mereka paling depan untuk mengingkari aksi ini karena sebelumnya mereka sudah mundur dari memerangi orang-orang kafir, dan karena mereka belum pernah menghirup angin ‘izzah (harga diri dan kemuliaan), belum pernah merasa tinggi dengan kandungan-kandungan iman, yang mana seorang mukmin harus merasa tinggi di hadapan kejahiliyahan dan para pengikutnya, “Dan milik Alloh, rosul-Nya, dan orang-orang berimanlah harga diri (‘izzah) itu, akan tetapi orang-orang munafik tidak mengeta-hui.”
Orang-orang seperti mereka sangat sulit membayangkan dirinya –karena posisinya sebagai budak yang hina—bisa menyembelih sang majikan, yaitu orang Amerika.
Benar! Mereka terlanjur menetek susu kehinaan dari puting ibu-ibu mereka sampai kehinaan itu mengalir dalam diri mereka. Maka sangat sulit sekali mereka bisa berubah dan berganti. Fakta pahit ini memang tidak mereka nyatakan terus terang, tapi mereka membungkusnya dengan selendang kefakihan dalam urusan agama, mereka menampilkan kehinaan ini dengan menghiasinya menggunakan pakaian hikmah (sikap bijaksana). Mereka mengeluarkan pernyataan dan tidak jujur, dengan mengatakan bahwa aksi eksekusi ini memperburuk citra Islam dalam pandangan orang-orang barat yang memiliki “perasaan sensitif”. Kata mereka, sebelum adanya aksi ini dunia sangat reaksioner dengan kejahatan yang terjadi di penjara Abu Ghorib dan Guantanamo, tapi gara-gara ada aksi pemenggalan ini timbul dampak negatif terhadap reaksi dan respon positif negara-negara dunia tadi. Bahkan, fanatisme kebangsaan si anjing bangsa Rum, Bush, tadinya sudah mereda hingga titik paling rendah; tapi gara-gara ada aksi pemenggalan ini, emosi kebangsaannya kembali memuncak.
Seolah-seolah, orang-orang yang katanya memiliki kebebasan di dunia itu sudah menghunus pedangnya, menugaskan pasukannya dengan serius, dan sudah benar-benar melongokkan kepalanya untuk membebaskan Irak dan menyelamat-kan orang-orang bebas serta wanita-wanita yang kehilangan anaknya dari penjara kebengisan dan kedzaliman.
Yang sangat patut disayangkan adalah, media informasi salibis kafir itu berhasil –dengan didukung persetujuan orang-orang yang sekulit dengan kita— memberikan pengaruh dalam pembentukan pribadi orang Islam. Melalui tekanan yang menakutkan, dan jaringan-jaringan informasi dunia arab dan internasional, mereka berhasil mencuci otak kaum muslimin, mempengaruhi pemikiran mereka, membalik fithroh mereka, dan menjadikan tekad mereka menjadi banci.
Subhanalloh! Musuh dari kaum salib datang penuh dengki dengan membawa program yang sangat mengkhawatirkan, yaitu ingin menguasai umat Islam dan memberikan kekuasaan bagi kaum yahudi, memerangi syariat, meram-pas kehormatan, memperkosa harga diri, melancarkan kehinaan dan kerendahan kepada umat manusia, sementara umatku hanya melihat dari kejauhan, tidak mampu berbuat apapun selain menampar pipi dan menangis, umatku tidak mampu mematahkan rantai kehinaan yang diikatkan kepadanya sejak kurun waktu yang lama.
Telah lahir generasi yang terasuki penyakit kehinaan, dan dihinakan dengan pakaian aib. Maka neraca penilaian yang digunakan oleh generasi ini berubah sangat drastis, generasi ini kehilangan neraca penilaian yang didasarkan kelurusan dan hidayah dari langit, sebagaimana diberitakan oleh Ash-Shôdiqul Mashdûq (Rosululloh SAW):
(تُعْرَضُ الْفِتَنُ عَلىَ الْقُلُوْبِ عِرْضَ الْحَصِيْرِ عُوْداً عُوْداً، فَأَيُّ قَلْبٍ أَنْكَرَهَا نُكِتَ فِيْهِ نُكْتَةً بَيْضَاءَ، وَأَيُّ قَلْبٍ أَشْرَبهَاَ نُكِتَتْ فِيْهِ نُكْتَةً سَوْدَاءَ، حَتَّى يَصِْيرَ الْقَلْبُ عَلَى قَلْبَيْنِ: أَبْيَضَ مِثْلِ الصَّفَاةِ لاَ يَضُرُّهُ فِتْنَةٌ مَادَامَتِ السَّمَاوَاتُ وَاْلأَرْضُ، وَاْلآخَرِ أَسْوَدَ مِرْباَزاً كَاْلكَوْزِ مُجْخِياً، لاَ يَعْرِفُ مَعْرُوْفاً وَلاَ يُنْكِرُ مُنْكَراً، إِلاَّ مَا أُشْرِبَ مِنْ هَوَاهُ)
“Berbagai fitnah dilancarkan kepada hati seperti dianyamnya tikar satu bilah demi satu bilah, maka hati mana saja yang mengingkari fitnah itu, akan tertitik di sana satu titik putih. Dan hati mana saja yang tenggelam olehnya, maka akan dititikkan satu titik hitam. Sehingga hanya ada dua hati saja: Hati yang putih seperti batu yang halus, ia tidak akan terpengaruh fitnah selama masih ada langit dan bumi; dan hati yang hitam dan tertutup seperti mangkuk yang terbalik, tidak mengerti mana yang makruf, dan tidak mengingkari perkara yang munkar, selain yang sesuai dengan keinginan hawa nafsunya.”
Inilah Abu Bakar Ash-Shiddiq, sosok penyayang dan belas kasih –ayah dan ibuku menjadi penebusnya—, beliau menggambarkan sebuah jalan yang terang dan sunnah yang jelas buat kita, ketika beliau dikirimi surat perihal permohonan pembebasan tawanan yang oleh kaumnya hendak ditebus dengan harta sekian dan sekian, beliau menjawab, “Bunuh tawanan itu, sungguh membunuh satu orang musyrik lebih aku sukai daripada harta sekian dan sekian…”
Sebagian utusan berusaha untuk menyelamatkan si bule, Bergh, ini, mereka membayar kepada kami harta berapapun yang kami minta, di saat kami sangat membutuhkan harta guna mendorong roda jihad, tapi kami lebih memilih membalaskan dendam saudara-saudara dan umat kami.
Kami telah berjanji kepada Alloh untuk menghidupkan sunnah dan melazimi jalan orang-orang yang mendapat petunjuk.
Bukankah nabi kita, yang penyayang dan belas kasih, bersabda:
(لَقَدْ جِئْتُكُمْ بِالذَّبْحِ)
“Aku telah datang kepada kalian dengan sembelih.”
Dengan itulah, hati para penentang dan orang-orang keras kepala dari pemuka Quraisy menjadi takut, mereka menjadi segan dan takut kepada beliau, mereka meminta keridhoan dan belas kasihan dari beliau, padahal sebelumnya menghina dan memperolok beliau?
Kami katakan: Seandainya umat ini menghunus pedangnya, berdiri kokoh di atas prinsipnya, menyiapkan pasukannya, dan bergerak ke Gedung Putih untuk membalaskan dendam, lalu terjadi lagi aksi pemenggalan, sehingga suasanapun berubah dan pasukan musuh mampu diporak porandakan, tentu keadaan umat ini akan lain dengan yang sekarang mereka alami. Akan tetapi sayang, di manakah umatku menanggapi kejadian yang telah menimpa dan sedang menimpa kaum muslimin di Irak, Palestina, Afghanistan, Indonesia, Cechnya, dan lain seba-gainya? Apakah umatku tidak pandai berbuat sesuatu selain menangis dan merintih, atau sekedar melakukan demonstasi-demonstasi damai, dan hanya bisa mengecam serta mengancam saja?
Apakah yang sudah diperbuat para demonstran untuk Afghanistan? Bahkan, apakah yang sudah mereka perbuat untuk Mulla ‘Umar yang rela mengorbankan seluruh negaranya demi menyelamatkan satu orang muslim, yang kini terasing di pegunungan?
Apakah yang sudah dilakukan umatku untuk wanita-wanita Sara-jevo, Indonesia, Kashmir, Palestina, dan Irak, yang kehormatan mereka ternodai di hadapan penglihatan dan pendengar umat secara keseluruhan?
Demi Alloh, kalau saja dalam hati kita masih tersisa ghîroh (kecemburuan) atau yang mendekati, terhadap kejadian yang menimpa saudara-saudara kita yang tadinya bebas, tentu kita tidak akan bisa nyenyak tidur. Tentu kita tidak akan bisa bersenang-senang dengan istri di atas ranjang kita sampai wanita-wanita yang kehilangan anaknya itu dibebaskan.
Celaka engkau, wahai umatku… Kehormatanmu berada di tangan para penyembah salib, mereka memper-mainkannya, tapi tidak ada yang menyambut panggilan.
Semua tawanan fihak yang kalah sudah dikembalikan
Tidak tersisa lagi selain tawanan kita
Aku tidak melihat cambuk kehinaan berlumur darah
Kecuali pasti kulihat di sana ada cuilan daging tawanan dari kita
Tidaklah kita mati seperti rusa
Sampai-sampai kematian malu menghampiri kita
Maka dalam rangka membang-kitkan semangat, menyejukkan pandangan ahli tauhid di belahan bumi timur dan barat, kami bertekad untuk tidak menebus bule ini walapun mereka membayarnya dengan emas seberat dirinya. Kami telah berjanji kepada Alloh untuk tidak menebus tawanan dengan harta, meskipun kami berpendapat itu boleh dan sah dilakukan. Namun, semua ini kami lakukan agar musuh-musuh Alloh mengerti bahwa dalam hati kami tidak ada kemurahan hati dan kasihan kepada mereka. Hanya ada dua pilihan saja, bebaskan tawanan kami, atau kami sembelih tawanan dari kalian.
Ulama Irak dan Kaum Rofidhoh:
Yang membuat diriku tak hentinya keheranan adalah sikap yang diambil orang-orang yang “kalah mental”, yang bernyali rendah dan pengecut, yang memadamkan semangat keagamaan kami dan rela dengan kehinaan, terutama adalah Hârits Adh-Dhôrî, ketua umum Majelis Ulama Muslimin Irak, yang menyatakan terang-terangan dalam salah satu majelis khususnya, bahwa ia tidak mampu mengangkat kepala lagi disebabkan pemenggalan warga Amerika dan relawan Kor Sel.
Maka aku katakan kepadanya: Dulu aku mengira kamu akan menggali kubur dan tidur di dalamnya sampai kematian menjemputmu, karena aku malu melihat ketidak mampuanmu menolong saudari-saudarimu yang diperkosa di penjara Abu Ghraib, padahal penjara itu hanya berjarak beberapa ratus meter dari rumahmu.
Atau, kami mengira engkau akan bersumpah kepada kami untuk tidak mengenakan penutup kepala, tidak akan mencicipi makanan, dan tidak memejamkan mata sebelum berhasil menyelamatkan akhwat-akhwatmu atau engkau mati karenanya.
Tetapi, menyedihkan. Tidak ada satupun dari persangkaan kami ini yang engkau penuhi.
“Jihad” mu yang paling maksi-mal, justeru mengulurkan tali kasih sayang kepada orang-orang Rôfidhoh (Syi‘ah).
Tidakkah engkau dengar peristiwa memalukan yang akan menghinakanmu hingga hari kiamat tiba, ketika engkau berkumpul dalam pertemuan jahat bersama Jawad Al-Khôlishi, lalu engkau berkata kepadanya, “Aku telah mendengar tentang kesabaran dan keteguhan Anda, maka aku berjanji kepada diriku sendiri jika aku bertemu denganmu aku akan mencium kepalamu, dan sekarang tiba saatnya kupenuhi janjiku,”
Setelah itu engkau berdiri dengan bergegas dan mencium kepala orang yang dalam dirinya penuh kedengkian terhadap Islam. Kepala orang yang lisannya tak henti mencela kehormatan Nabi mu, Muhammad Shollallohu Alaihi wa Sallam.
Demi robb-mu, katakan: dengan wajah apa engkau hendak menghadap nabimu kelak di hari perhimpunan?
Sungguh, memang kamu benar-benar “dhôriy” (buas) terhadap orang-orang Islam ketika engkau menuduh para tokoh jihad sebagai orang-orang yang sengaja ditanam musuh. Tetapi kamu sendiri malah berdamai dengan kaum Rofidhoh, kamu menyumbangkan masjid-masjid kami kepada mereka dengan alasan bahwa itu hanya batu yang bisa diganti dengan bangunan lain.
Hanya kepada Alloh sajalah kami mengadukanmu, di hadapan-Nya sajalah kami akan menuntut dan bertanya kepadamu, dan cukuplah Alloh sebagai pelindung kami dan Dia sebaik-baik pelindung.
Usaha Kristenisasi Irak:
Kamu merasa sangat takjub dengan kesabaran dan kekokohan musuh agama ini dalam perang yang mereka lancarkan kepada kaum muslimin, serta pengorbanan nyawa dan waktu mereka dalam rangka membela kebatilan mereka.
“Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraya berkata):”Pergilah kamu dan tetaplah (menyembah) ilah-ilahmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki.”
Padahal mereka menyeberangi lautan padang pasir dan tanah gersang dengan skuadron dan pasukan mereka yang berjumlah sangat banyak, dalam rangka menyebarkan keyakinan batil mereka, mereka rela menumpahkan darah serta mengorbankan nyawa demi membela kebatilan mereka.
Benar! Koran hairan Daily Theleghrap di Inggris edisi terakhir mempublikasikan berita yang menyatakan Irak telah menjadi tempat yang nyaman bagi kelompok-kelompok missionaris kristen. Koran itu menyebutkan bahwa anggota organisasi-organisasi missionaris di Amerika Serikat sudah mulai melakukan operasi-operasi kristeni-sasi dengan mengusung sandi: “Penyelamatan manusia di Irak” ; di mana salah seorang pimpinan organisasi tersebut mengatakan, penjajahan Amerika terhadap Irak telah menciptakan kesempatan bersejarah untuk memberi petunjuk kepada jiwa-jiwa yang kebingungan dari rakyat Irak, baik yang beragama Islam maupun orang-orang kristen ortodoks timur.
Ketua Lembaga Kristenisasi Internasional, Jhon Baraday, sekaligus penanggung jawab misi kristenisasi untuk wilayah Timur Tengah mengatakan bahwa anggota gereja-gereja baptis yang jumlahnya mencapai 16 juta orang, diminta oleh fihak gereja sebelum agresi ke Irak dimulai, agar terus berdoa supaya Irak bisa ditaklukkan.
Jhon Hanna, salah seorang missionaris, mengatakan setelah melakukan kunjungan ke Irak, “Sungguh ini adalah tanggung jawab besar bagi para penginjil Amerika, sebab di sini pintu-pintu terbuka, tekhnik-tekhnik untuk mengkristenkan sangat mudah didapat, sokongan militer juga ada, untuk menyelamatkan orang-orang Irak dari ajaran-ajaran yang memusuhi ajaran kristen dan orang-orang kristen.”
Orang munafik meragukan janji Alloh dan Rosul-Nya:
Wahai mujahidin…
Para penghadang di atas jalan menuju Alloh itu akan mengatakan kepada kalian; apakah kalian menyangka apa yang kalian inginkan akan tercapai? Apakah kalian menyangka khilafah Islamiyah, atau daulah Islamiyah sekalipun, akan bisa tegak? Sungguh itu tidak mungkin terjadi, itu adalah perkara yang lebih mendekati khayalan daripada kenyataan.
Jika mereka mengatakan seperti itu, ingatlah firman Alloh Ta‘ala:
“Ketika orang-orang munafik dan di hatinya ada penyakit mengatakan: “Mereka itu adalah orang-orang yang tertipu oleh agamanya,” Dan barangsiapa bertawakkal kepada Alloh, maka sesungguhnya Alloh Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.”
Katakan kepada mereka; sesungguhnya Alloh akan menakluk-kan Roma untuk kaum muslimin, sebagaimana dijanjikan Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam dalam sebuah hadits shohih, sebagaimana dulu Konstantinopel berhasil ditaklukkan.
Katakan kepada mereka; kami berangan kepada Alloh lebih dari itu, kami berharap dari Alloh untuk menaklukkan Gedung Putih, Istana Kremlin, dan London. Bersama kami ada janji Alloh: “Alloh menjanjikan kepada orang-orang beriman di antara kalian dan beramal sholeh, untuk menguasakan mereka di muka bumi sebagaimana Dia telah kuasakan orang-orang sebelum mereka…”
Mengenai kapan itu terjadi? Itu bukan tugas kami, Alloh tidak pernah membebani kami untuk itu. Yang Alloh bebankan kepada kami adalah beramal untuk agama Islam, membela syariat Islam, dan mencu-rahkan segala kemampuan untuk itu. Hasilnya hanya kita serahkan kepada Alloh ‘Azza Wa Jalla.
Hendaknya engkau menebar benih, bukan memetik panen
Alloh adalah sebaik-baik penolong bagi orang yang berusaha
Ketika Imam Ahmad Rohima-hullôh mengalami ujian sewaktu terjadi fitnah menyebarnya keyakinan Al-Quran adalah makhluk, dan keyakinan ini sempat mendominasi kaum muslimin karena adanya dukungan kekuatan penguasa, seorang pemuka ajaran bid‘ah bernama Ahmad bin Abî Du’ad datang kepada Imam Ahmad, dengan puas ia berkata, “Tidakkah kamu melihat, bagaimana kebatilan bisa menang di atas kebenaran, hai Ahmad?”
Imam Ahmad Rahimahulloh menjawab, “Sesungguhnya kebatilan tidak menang di atas kebenaran; dominasi kebatilan atas kebenaran adalah berpindahnya hati manusia dari perkara yang benar menuju perkara yang batil, sementara hati kami tetap memegang yang benar.”
Katakan kepada mereka sebagaimana perkataan Nabi Ya‘qub AS, “Sungguh, aku benar-benar mencium bau Yûsuf, barangkali kalian menganggapku lemah akal.”
Walaupun bala dan peristiwa-peristiwa mengerikan ini datang bertubi-tubi, tapi kami mencium angin jalan keluar, kemenangan, dan kekuasaan, “barangkali kalian menganggapku lemah akal.”
Banyak manusia akan mengatakan kepada kalian, wahai para mujahidin, “Sungguh, kalian berada dalam kesesatan lama kalian.”
Dulu, orang-orang munafik mengatakan kepada para shahabat setelah perang Uhud, “Kembali saja kalian kepada agama bapak-bapak kalian,”
Kata-kata seperti ini diucapkan orang-orang munafik di setiap zaman kepada orang-orang beriman, ketika para mujahidin fi sabilillah ditimpa musibah, mengalami pembunuhan, luka-luka, dipenjara, atau menga-lami penyiksaan.
Kalau mereka mengatakan seperti itu, katakan kepada mereka:
“Sesungguhnya Alloh membela orang-orang yang beriman,”
“Dan Alloh pasti akan menolong orang yang menolong-Nya.”
Orang-orang munafik akan mengatakan kepada kalian, sama seperti ketika mereka mengatakan kepada Ashhâbu `r-Rojî‘ (para shahabat yang diutus Nabi mengajari Al-Quran, yang dipimpin Shahabat ‘Âshim bin Tsâbit, pent.)ketika mereka dikhianati orang-orang musyrik, “Kasihan sekali orang-orang yang tertimpa fitnah yang binasa itu, mereka tidak bisa tinggal di tengah keluarganya, tidak juga bisa menunaikan risalah temannya.”
Kata-kata seperti ini akan dilontarkan kepada kalian di hari-hari ini, setiap kali ada ikhwah yang terbunuh, mereka akan mengatakan: “Kasihan, mereka tidak duduk dan selamat, tapi juga tidak bisa menghilangkan kemungkaran dan bencana-bencana,”
Kalau kalian mendengar kata-kata seperti ini, sampaikan kepada mereka kata-kata Khodijah Ash-Shiddîqoh (istri Nabi Shollallohu ‘Alaihi Wa Sallam), “Demi Alloh bergembiralah, Alloh tidak akan pernah menghinakanmu.”
Maka kami katakan kepada setiap orang yang berjihad di jalan Alloh; Demi Alloh, Alloh tidak akan pernah menghinakan kalian, sungguh kalian adalah orang-orang yang menyambung tali silaturohmi, melindungi syariat, dan berjihad di jalan Alloh melawan manusia yang kafir kepada Alloh dari orang-orang yahudi, salibis, dan murtaddin.
Ahli sejarah bernama Muhammad Al-Bassâm, di dalam bukunya Ad-Duror wa `l-Mafâkhir fî Akhbâri `l- ‘Arob Al-Awâkhir, berkata mengenai para ulama Nejd ketika memerangi raja Mesir, “Demi Alloh! Raja Mesir mengalahkan mereka bukan karena mereka lemah atau pengecut, tetapi karena pengkhianatan orang-orang arab sendiri, atau karena adanya peran dari penduduk negeri-negeri.”
Diri kita bukan milik kita lagi:
Wahai para mujahidin…
Kalian telah jual nyawa kalian kepada Alloh ‘Azza Wa Jalla, kini di hadapan kalian hanya ada satu pilihan saja, yaitu engkau serahkan barang dagangannya kepada Sang Pembeli,
“Sesungguhnya Alloh telah membeli dari orang-orang beriman, jiwa dan harta mereka, dengan memberikan surga kepada mereka; mereka berperang di jalan Alloh lalu membunuh atau dibunuh. Sebagai sebuah janji yang benar di dalam kitab Taurat, Injil, dan Al-Quran. Dan siapakah yang lebih benar janjinya daripada Alloh? Maka berikanlah kabar gembira dengan jual beli yang kalian adakan, dan itulah keberuntungan yang besar.”
Jika pembeli telah menerima barang dagangan, maka terserah mau Dia apakan dagangan tersebut. Terserah mau Dia letakkan di mana; kalau Dia berkehendak, akan diletakkannya di istana, kalau Dia berkendak akan diletakkannya di penjara, kalau Dia berkehendak akan diberinya pakaian paling mewah, kalau Dia berkehendak akan menjadikannya telanjang kecuali sebatas penutup aurat, kalau Dia berkehendak akan menjadikannya kaya, kalau Dia berkehendak akan dijadikannya fakir miskin, kalau Dia berkehendak akan dijadikanya tergantung di tiang gantungan, atau menjadikan musuh menguasainya, lantas membunuh atau mencin-cangnya.
Sayyid Qutb Rohimahullôh mengomentari kejadian yang menimpa Ashhâbu `l-Ukhdûd, beliau mengatakan, “Contoh seperti ini pasti terjadi, di mana orang beriman tidak ada yang selamat dan orang kafir tidak ada yang diazab. Hal ini agar tertancap dalam benak orang-orang beriman, para pelaku dakwah kepada Alloh, bahwa mereka bisa saja dituntut mengakhiri jalan yang ia tempuh menuju Alloh dengan kejadian seperti ini. Supaya mereka mengerti bahwa mereka sama sekali tidak memiliki kekuasaan sedikitpun mengatur urusan, urusan mereka dan urusan akidah semata-mata dikem-balikan kepada Alloh. Kewajiban mereka hanyalah melaksanakan ke-wajiban yang dibebankan kepada mereka, dan setelah itu…jalan. Kewajiban mereka adalah menge-depankan Alloh dan akidah di atas kehidupan, merasa tinggi dengan imannya di atas berbagai fitnah, dan bersikap jujur kepada Alloh dalam beramal dan berniat. Setelah semua ini, Alloh akan memperlakukan diri mereka dan musuh mereka terserah yang Dia kehendaki terhadap dakwah dan agama-Nya, bisa saja mereka akan mengakhirinya dengan salah satu kejadian yang sudah terjadi dalam sejarah iman, atau mengakhirinya dengan cara lain sesuai yang dikehendaki dan dilihat oleh Alloh. Mereka adalah orang-orang yang bekerja di sisi Alloh, apa kemudian pantas orang yang menjual seekor kambing marah, atau hatinya tidak terima, ketika sang pembeli menyembelihnya?”
Bukankah engkau mendengar kejadian yang menimpa singa Alloh dan singa Rosul-Nya, Hamzah? Perutnya dibelah, hatinya dikeluar-kan, dan tubuhnya dicincang.
Bukankah engkau mendengar apa yang dialami manusia terbaik, Muhammad Shollallohu Alaihi wa Sallam, ketika perang Uhud?
Renungkanlah keadaan para nabi dan rosul yang merupakan makhluk-makhluk pilihan; nabi Ibrohim ‘Alaihi `s-Salâm dilemparkan ke dalam api, Nabi Zakariya digergaji tubuhnya, Nabi Yahya (yang berjuluk as-sayyid al-hashûr, yang artinya seorang teladan dan menahan hawa nafsu) disembelih, Nabi Ayyub berkutat dalam bala ujian selama bertahun-tahun, Nabi Yunus dikurung di dalam perut ikan hiu, Nabi Yusuf dijual dengan harga murah dan harus mendekam di penjara selama beberapa tahun.
Semua itu mereka jalani dengan rasa ridho terhadap robb dan majikan mereka yang Mahabenar.
Menerima takdir dengan ikhlas:
Dulu, ada sebagian salaf yang mengatakan, “Seandainya tubuhku dipotong-potong dengan gunting, itu lebih aku sukai daripada mengomentari sesuatu yang sudah ditetapkan Alloh: Seandainya saja itu tidak terjadi.”
Oleh karena itu, wahai ikhwan-ikhwanku, jadilah orang-orang yang tidak mencampuri urusan Alloh –sang majikan— dalam mengurus dirimu, dan tidak menentang pilihan yang Alloh pilihkan untukmu. Contoh-contoh yang kami ceritakan di atas tidak pernah campur tangan dalam pengurusan Alloh terhadap kekuasaannya, dengan mengatakan: “Seandainya begini, tentu jadinya begini,” tidak juga mengatakan, “Seandainya,” “Jikalau,” dan “Kalau saja,”
Pilihan yang Alloh berikan bagi orang beriman adalah pilihan teragung dan terbaik, walaupun tampaknya sulit dan berat, atau di dalamnya harta musnah, jabatan dan kedudukan lenyap, kehilangan keluarga dan harta, bahkan seluruh urusan dunianya sirna.
Ingatlah kisah perang Badar, lalu renungkanlah baik-baik. Kala itu sebagian shahabat menginginkan peristiwa Badar sebagai saat yang tepat untuk menaklukkan kafilah dagang kaum Quraisy. Akan tetapi Alloh Ta‘ala memilihkan pasukan perang untuk mereka hadapi, padahal perbedaan antara keduanya sangat-sangat jauh. Apakah yang ada dalam kafilah dagang? Makanan yang disantab, setelah itu pergi ke tempat buang air, pakaian yang kemudian lusuh dan dibuang, serta dunia yang akan segera lenyap.
Ada pun menghadapi pasukan perang; di sanalah Alloh pisahkan antara yang haq dan yang batil, kesyirikan kalah dan bertekuk lutut, ajaran tauhid menang dan tinggi, para pemuka kaum Quraisy yang selalu menghalangi Islam terbunuh, dan cukuplah ketika datang kabar gembira bahwa Alloh melihat hati pasukan Badar kemudian berfirman: “Lakukanlah sesuka kalian, Aku telah ampuni kalian.”
Ujian datang, banyak yang berguguran:
Wahai para mujahidin…
Ketika bala’ datang, banyak orang-orang yang mundur, maka janganlah kalian sedih dengan ini.
Muslim meriwayatkan dalam Shohih-nya, dari Anas Rodhiyallohu ‘Anhu; bahwasanya orang-orang Quraisy membuat perjanjian dengan Rosululloh SAW, lalu mereka memberi syarat; siapa saja di antara kalian yang datang kepada kami maka tidak kami kembalikan kepada kalian, dan siapa saja dari kami yang datang kepada kalian, maka kalian harus mengembalikannya kepada kami.
Mendengar syarat ini, para shahabat mengatakan, “Apakah kita akan menulis syarat ini?” Rosululloh menjawab, “Ya! Sungguh jika ada dari kita yang pergi ke tempat mereka maka Alloh akan menjauhkannya, dan siapa di antara mereka yang datang kepada kita maka Alloh akan memberikan jalan keluar kepadanya.”
Maka janganlah engkau bersedih melihat orang yang dijauhkan oleh Alloh.
Alangkah indah kata-kata Ibnul Qoyyim Rahimahulloh, “Tempuhlah jalan kebenaran dan jangan merasa asing dengan sedikitnya orang yang menempuhnya. Setiap kali engkau merasa asing dalam kesendirianmu, lihatlah teman-temanmu yang sudah berlalu dan berusahalah untuk menyusul mereka, jangan menoleh kepada selain mereka, karena itu tidak akan memberikan manfaat sedikitpun kepadamu. Jika orang meneriakimu ketika engkau berada di atas jalan yang engkau tempuh, jangan pernah menoleh kepada mereka, sebab setiap kali engkau menoleh, mereka akan menahan dan menghalangimu.”
Taufik bukan didapat dari banyaknya hafalan ilmu:
Maka waspadalah, jangan sampai hati kalian mendengarkan syubhat-syubhat yang dilontarkan para pemutus jalan dan orang-orang yang kalah sebelum tempur, yang ingin menghalangi kalian dari jalan jihad. Inti perkaranya semata-mata taufik dari Alloh Ta‘ala, sesungguhnya Alloh akan memampangkan lembaran-lembaran buku kepada mereka, lalu Alloh hinakan mereka meskipun banyak sekali buku dan matan yang mereka hafal dalam hati dan pikiran mereka.
Permasalahannya bukan terletak pada banyaknya ilmu, tetapi pada ketakwaan kepada Alloh yang akan mewariskan pembedaan nilai berdasarkan iman,
“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian bertakwa kepada Alloh, Alloh akan jadikan pembeda antara yang hak dan yang batil bagi kalian…”
Semoga Alloh merahmati Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, ketika beliau berkata, “Umat ini sudah banyak sekali mengumpulkan berbagai cabang disiplin ilmu, maka siapa yang hatinya diberi cahaya oleh Alloh, Alloh akan memberinya hidayah dalam ilmu yang sampai kepadanya. Tetapi siapa yang dibutakan hatinya oleh Alloh, banyaknya buku tidak menambah apa-apa selain kebingungan dan kesesatan.”
Ya Alloh, mantabkanlah kekuasaan ahli tauhid di muka bumi…
Ya Alloh, mantabkanlah kekuasaan mujahidin di muka bumi…
Ya Alloh, siapkanlah pasukan mereka, kirimlah ekspidisi perang mereka, dan ikhlaskanlah niat-niat mereka…
Ya Alloh, lindungilah mereka dengan perlindungan-Mu,
Ya Alloh, lindungilah mereka dengan perlindungan-Mu,
Ya Alloh, lindungilah mereka dengan perlindungan-Mu…
Ya Alloh, jagalah mereka dengan mata-Mu yang tidak pernah tidur, sementara para makhluk terlelap tidur…
Ya Alloh, mudahkanlah segala kebaikan untuk mereka…
Ya Alloh, siapa saja yang ingin memberikan kebaikan kepada mereka, maka tunjukkanlah kepadanya segala kebaikan…dan siapa saja yang menginginkan kejahatan kepada mereka, maka ambillah dia dengan siksaan Dzat Yang Mahaperkasa lagi Mahakuasa.
Ya Alloh, lindungi mereka dan kehormatan mereka… Ya Alloh, lindungi mereka dan kehormatan mereka… Ya Alloh, lindungi mereka dan kehormatan mereka…
Ya Alloh, mereka adalah orang-orang miskin, maka muliakanlah mereka dengan keperkasaan-Mu, wahai robb semesta alam…
Ya Alloh, mereka adalah kaum fakir, maka kayakanlah mereka dengan anugerah dari-Mu ya robb semesta alam…
Ya Alloh, hidupkan kembali umat Muhammad… Ya Alloh, hidupkan kembali umat Muhammad… Ya Alloh, hidupkan kembali umat Muhammad…
Ya Alloh, tolonglah umat Muhammad, ya robbal Alamin…
Wahai robb kami…wahai robb kami…wahai robb kami…tolonglah kami atas kaum yang dzalim…wahai robb kami, tolonglah kami atas orang-orang kafir.
Ya Alloh, ambillah darah kami supaya Engkau ridho, Ya Alloh, ambillah darah kami supaya Engkau ridho, Ya Alloh, ambillah darah kami supaya Engkau ridho.
Ya Alloh, tempatkan jasad kami di perut binatang buas dan perut-perut burung nasar… Ya Alloh, tempatkan jasad kami di perut binatang buas dan perut-perut burung nasar… Ya Alloh, tempatkan jasad kami di perut binatang buas dan perut-perut burung nasar…
Wa `l-hamdulillâhi robbi `l ‘Âlamîn.
Dari: Syaikhul Mujahidin Abu Mush’ab Al-Zarqowi
penerjemah: Abu Mortar Al-Jatimi
sumber Asli: Al-Qaidun Group
Mimbar Tauhid wal Jihad
QS. Ali ‘Imron: 102
QS. An-Nisa’: 1
QS. Al-Ahzab: 70-71
QS. Ali Imron: 152.
QS. Al-Mujadilah: 21.
QS. Al-Maidah: 56.
QS. Ar-Rum: 47.
QS. An-Nur: 55.
QS. Az-Zumar: 20.
QS. Al-Baqoroh: 249
QS. At-Taubah: 52.
HR. Bukhori
Dalam sebuah hadits riwayat Abu Dawud disebutkan bahwa Rosululloh Shollallohu Alaihi wa Sallam menyatakan, jarak antara satu langit ke langit berikutnya adalah perjalanan 500 tahun, pent. (Lihat Kitabut Tauhid, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, hal. terakhir)
QS. Ali Imron: 139.
QS. Al-Ahzab: 9.
QS. Al-Ahzab: 10 – 11.
QS. Al-Ahzab: 13.
QS. Al-Munafiqun: 8.
HR. Ahmad.
QS. Shôd: 6.
QS. Al-Anfal: 49.
QS. An-Nur: 55.
QS. Yusuf: 94.
QS. Al-Hajj: 38
QS. Al-Hajj: 40
QS. At-Taubah: 111.
QS. Al-Anfal: 29.

Back Top

0 komentar:

Posting Komentar