Wa Ba’du
Ini adalah ringkasan apa yang saya ingin ingatkan dalam Fatwa Al Albaniy dan Muqaddimah Al Halabiy serta komentar-komentarnya atas hal itu.
Ketahuilah bahwa saya telah berpaling dari banyak hal yang saya lihat pengkaburan yang berulang yang telah saya bantah dalam sebagian apa yang telah lalu, sehingga saya tidak butuh untuk mengulang-ulangnya karena khawatir bosan dan memperpanjang bahasan.
Seperti itu juga pujian Ibnu Baz dan komentar Ibnu Utsaimin, karena keduanya tidak mendatangkan hal yang baru dan keduanya tidak mendatangkan dengan dalil, maka mayoritas ucapan mereka itu tidak lebih dari sekedar pengulangan terhadap ucapan Al Albaniy, dan pembauran akan masalah orang yang memutuskan dengan apa yang telah Allah turunkan lagi komitmen dengan dienullah ta’ala bila ia meninggalkan sebagian putusan karena hawa nafsu dan syahwat… dengan realita syirik thaghutiy hari ini.
Dan begitu pula Ibnu Utsaimin mengakhiri komentarnya dengan buah Irja yang sama yang mana Al Albaniy telah memungkas dengan itu fatwanya… serta Al Halabiy telah memungkas muqaddimahnya dengan hal itu sebelumnya yaitu tahdzir dari Khuruj terhadap para thaghut itu, penggembosan dari menjihadi mereka, mencela terhadap orang yang mengkafirkan mereka atau berfikir untuk khuruj terhadap mereka, serta mencap mereka dengan cap yang bisa menjerumuskan si pencapnya…!!!
Sikap serabutan ini telah sering kami bantah berulang-ulang dalam uraian yang lalu yang cukup bagi orang yang ingin petunjuk. Adapun orang yang telah Allah kunci mati hatinya dengan sebab dia berpaling dari Al Haq, maka andai saja gunung-gunung saling beradu di hadapannya maka tetap saja dia tidak akan sadar…
Kita memohon ‘afiyah dan keselamatan kepada Allah…
Ibnu Baz telah panjang lebar menukil dari Syaikhul Islam tentang masalah shalat (bermakmum) di belakang Ahli bid’ah dan rincian di dalamnya… sedangkan hal ini tidak ada kaitan dengan bahasan kita di sini, dan ia memiliki tempat yang terperinci dalam kitab kami (Masaajid Adl Dliraar Wa Hukmu Ash Shalaah Khalfa Auliyaa Ath Thaghut Wa Nuwwaabihi).
Sebagiamana kami juga memiliki banyak tinjauan dan bantahan terhadap para Syaikh itu dalam banyak tempat lain… semoga Allah memudahkan pengeluarannya.
Ketahuilah sesungguhnya saya telah tergesa-gesa dalam menyelesaikan tulisan lembaran-lembaran ini karena saya sudah tidak sabar untuk membuka-buka kitab-kitab mereka. Berapa banyak yang telah kami telan darinya di awal masa kami mencari ilmu sampai akhirnya kami memuntahkannya kembali. Demi Allah Yang tidak ada ilah yang berhaq diibadati kecuali Dia, sesungguhnya dada saya terasa sesak dengan sebab mengamati kitab-kitab mereka, karena di dalamnya terdapat kebatilan, pengkaburan, pemutarbalikan urusan, kejahilan dan pengada-adaan, dan saya khawatir akan penyakit pada hati saya bila saya terlalu lama membolak-balik di dalamnya.
Semoga Allah merahmati Ibnul Mubarak dan ulama salaf lainnya, bisa jadi perasaan saya ini adalah perasaan mereka saat mereka berkata: “Sesungguhnya kami mau menghikayatkan ucapan Yahudi dan Nasrani, namun kami tidak mampu menghikayatkan ucapan Jahmiyyah…!!!”
Akan tetapi saya telah melawan diri saya terhadap apa yang ia benci dari hal itu untuk menulis bantahan ini dengan harapan Allah membuka dengannya hati-hati yang tertutup, mata-mata yang buta dan telinga-telinga yang tuli. Seandainya Allah tidak mentaqdirkan saya masuk penjara sehingga saya memiliki waktu luang yang tidak saya dapatkan di luar, dan itu karena saya jauh dari program tulisan-tulisan yang penting, tentulah saya tidak akan menulis hal ini dan tentu saya tidak menyibukkan diri ini di dalamnya.
“…Mungkin kamu tidak menyukai sesautu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (An Nisaa’: 19).
“..Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu” (Al Baqarah: 216).
Tidak lupa saya mengingatkan pembaca tulisan saya ini bahwa saya menulisnya dalam kondisi miskin dari referensi dalam penahanan, oleh sebab itu saya –jujur– tidak merasa bahwa saya telah memberikan kecukupan dan menuntaskan dalam menelusuri nukilan-nukilan Al Halabiy dan merujukkannya terhadap referensi-referensi aslinya karena referensi-referensi itu tidak lengkap di penjara. Oleh karenanya setelah saya mendapatkannya ada padanya pemotongan dan pemenggalan terhadap teks-teks ucapan ulama, talbis dan tadlis setelah saya rujukan nukilan-nukilan itu terhadap referensi-referensi asli yang saya dapatkan di sini atau copyan dari sebagian halaman-halamannya; maka saya mendapatkan pada diri saya rasa keberatan dari percaya terhadap segala bentuk pengutaraan dalil-dalil Al Halabiy ini dan nukilan-nukilannya dari ulama..!!!
Hendaklah hal ini diperhatikan…!!!
Dan semoga hal ini diperhatikan oleh orang yang specialist dan mengkhususkan diri dalam menelusuri pencurian-pencurian Al Halabiy dan kawan-kawannya, serta tadlisat mereka, semoga Allah menolong mereka…!!!
Adapun saya, maka saya memandang bahwa dalam apa yang saya contohkan terdapat kadar cukup bagi pencari Al Haq agar dengannya ia mengetahui hakikat mereka dan keadaan-keadaannya bila memang hatinya hidup dan tidak terkena karat kesesatan.
Siapa orang yang hatinya mati maka dia tidak akan dapat petunjuk selamanya
Walaupun kamu datang kepadanya dengan dalil-dalil yang benar
Dan sebelum saya mengakhirinya dengan penutup… saya ingin mengingatkan terhadap ucapan yang dengannya Al Halabiy menutup (Tahdzirnya) dan ia memberinya judul dengan judul (Hukmun Fil Hukmi), serta dia berkata tentangnya dalam catatan kaki hal (113): “Pembahasan yang diambil dari diktat ilmiyyah Al Akh Al Fadlil Asy Syaikh Abul Hasan Al Mishriy –semoga Allah memberikan manfaat dengannya– di hadapan guru kami Al Albaniy hafizhahullah ta’ala, dan intisari serta hasil bahasan ini telah ditelaah oleh Fadlilatusy Syaikh Muhammad Ibnu Shalih Al Utsaimin waffaqahullah”. Selesai catatan kaki Al Halabiy.
Terus dia menuturkan firman Allah ta’ala: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintahkan mengingkari tahghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya…” (An Nisaa’: 60).
Kemudian ia berkata: “Orang-orang yang disebutkan dalam ayat-ayat yang mulia ini pada awalnya bukanlah orang-orang kafir, [mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu] padahal telah muncul dari mereka: hendak berhakim kepada thaghut” Selesai.
Saya katakan: Seandainya orang yang berbicara itu memaksudkan bahwa mereka itu adalah orang-orang mu’min sebelum itu –tentulah kami tidak menyelisihinya– akan tetapi dia memaksudkan bahwa mereka itu bukanlah orang-orang kafir walaupun mereka itu hendak berhakim kepada thaghut, supaya ia membangun di atas hal ini –sebagaimana yang akan datang– bahwa berhakim kepada tahghut itu bukanlah kekafiran dan pelakunya tidak berhak untuk dibunuh dan diperangi…!!!
Sedangkan ini adalah gugur, sebagaimana ia jelas, dengan zhahir firman Allah ta’ala di mana Dia mensifati iman mereka dengan firman-Nya (yaz’umuuna/mengaku), maka ia adalah pendustaan terhadap mereka. Dan siapa yang merujuk ucapan ulama dan ahli tafsir maka ia mendapatkan mereka menguatkan akan hal itu.
Dan telah kami ketengahkan kepadamu ucapan sebagian mereka dalam uraian yang telah lalu, di antaranya:
Ucapan Syaikh Abdurrahman Ibnu Hasan Alu Asy Syaikh: “Sesungguhnya Allah ta’ala mengingkari terhadap orang yang berkehendak hal itu129 dan Dia mendustakan mereka dalam pengakuan iman mereka karena dalam kandungan firman-Nya [mengaku] terdapat penafian keimanan mereka, sebab sesungguhnya [yaz’umuuna/mengaku] hanyalah dikatakan kepada orang yang mengklaim suatu klaim yang mana ia dusta di dalamnya karena ia menyalahi konsekuensinya dan melakukan apa yang menafikannya. Hal ini ditegaskan dengan firman-Nya [padahal mereka itu telah diperintahkan untuk kafir terhadapnya] karena kufur kepada thaghut itu adalah rukun tauhid sebagaimana dalam ayat Al Baqarah, kemudian bila rukun ini tidak terealisasi maka ia bukan muwahhid”130 Selesai.
Asy Syinqithiy berkata dalam Adlwaul Bayan: “Bisa dipahami dari ayat-ayat ini [...dan Dia tidak menyertakan seorangpun dalam hukum-Nya] bahwa orang-orang yang mengikuti hukum-hukum para pembuat hukum selain apa yang telah Allah tetapkan sesungguhnya mereka itu adalah musyrikin billah” sampai beliau berkata: “Dan di antara dalil yang paling nyata dalam hal ini adalah bahwa Allah jalla wa a’laa menjelaskan dalam surat An Nisaa’ bahwa orang-orang yang berkehendak untuk berhakim kepada selain apa yang telah Allah syari’atkan dianggap aneh saat mereka mengkalim bahwa mereka itu mu’minun, dan itu tidak lain adalah bahwa klaim mereka beriman dengan disertai keinginan berhakim kepada thaghut adalah kebohongan yang dahsyat yang pantas diherankan, dan itu dalam firman-Nya ta’ala: “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya”.
Dengan nash-nash samawiyyah yang telah kami utarakan ini nampaklah dengan sejelas-jelasnya bahwa orang-orang yang mengikuti undang-undang positif (qawanin wadl’iyyah) yang telah disyari’atkan (digulirkan) syaitan lewat lisan-lisan para walinya seraya menyelisihi terhadap apa yang Allah syari’atkan lewat lisan-lisan para rasul-Nya ‘alaihimussalam, bahwasanya tidak ada yang meragukan kekafiran dan kemusyrikan mereka, kecuali orang yang Allah telah menghapus mata hatinya dan Dia membutakannya dari cahaya wahyu seperti mereka” Selesai.
Inilah sungguh langsung setelah ayat ini dan dalam konteks yang sama Allah ta’ala telah bersumpah dengan Diri-Nya Yang Maha Agung serta Dia mengulang-ulang alat penafian dua kali untuk memperkuat apa yang disumpahi, Dia berfirman: “Maka Demi Tuhanmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” (An Nisaa’: 65).131
Allah subhaanahu wa ta’ala bersumpah dengan sumpah yang agung ini terhadap peniadaan iman dari mereka sampai mereka menjadikan Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wa sallam sebagai hakim dan mereka berlepas diri dari hukum thaghut.
Namun walaupun ayat-ayat tadi yang membuat merinding kulit orang-orang yang beriman itu nyata lagi jelas, akan tetapi si penulis bahts tadi dan si pemberi semangat lagi yang terkagum dengannya, yaitu Al Halabiy, memiliki pendapat lain dan dalam hal itu mereka memiliki pandangan…!!! Di mana engkau bisa melihat dia berkata hal (114): “Tetapi tatkala mereka itu –saat meninggalkan hukum (Allah)– mengakui bahwa hukum Allah adalah haq sedang yang selainnya adalah batil dan mereka tidak mengingkarinya atau mendustakannya atau inkar terhadapnya…!!! Maka sikap terhadap mereka adalah: “Karena itu berpalinglah kamu dari mereka, dan berilah mereka pelajaran, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas pada jiwa mereka…” maka hal yang wajib dilakukan terhadap orang yang seperti keadaan mereka: adalah berpaling dan nasihat dan bukanlah takfier dan hukum bunuh…!!!
Seandainya mereka telah kafir dengan sekedar perbuatan mereka tanpa perincian antara amalan dan keyakinan… tentulah Allah ‘azza wa jalla telah memerintahkan kita untuk membunuh mereka sebagaimana dalam shahih Al Bukhari (6524) bahwa Nabi berkata: “Siapa yang mengganti diennya maka bunuhlah dia…”, namun tatkala mereka itu tidak seperti itu maka Rabb kita tidak menuntut dari kita untuk memperlakukan mereka dengan hal itu. Selesai
Dan ucapan ini didalamnya terdapat kejahilan yang nyata dan pembauran yang jelas, dan yang aneh itu bukan dari si penulis bagaimana ia menulisnya dan bukan dari Al Halabiy bagaimana ia memasukkannya ke dalam kitabnya…
Namun yang aneh adalah orang-orang yang dianggap faqih dan ‘alim serta imam –sebagaimana yang dilabelkan kepada mereka oleh Al Halabiy– bagaimana mereka mengakuinya dan merestuinya.
Adapun ucapannya “…tetapi tatkala mereka itu –saat meninggalkan hukum (Allah)– mengakui bahwa Allah adalah haq sedang yang selain-Nya adalah batil dan mereka tidak mengingkarinya atau mendustakannya atau ingkar terhadapnya…!!!” dan begitu juga ucapannya “…Seandainya mereka telah kafir dengan sekedar perbuatan mereka tanpa perincian antara amalan dan keyakinan…) Selesai.
Telah lalu pembahasan terhadap hal seperti ini, dan engkau telah mengetahui bahwa takfier itu tidak dibatasi pada juhud, takdzib dan i’tiqad kecuali oleh Jahmiyyah dan orang-orang yang di atas jalan mereka dari kalangan ahlul bid’ah…
Dan dalam apa yang telah lalu dalam bantahannya dan penjelasan hakikat realita hukum para thaghut hari ini dan bahwa itu adalah kekafiran yang nyata yang mana takfier di dalamnya tidak membutuhkan pada pensyaratan takdzib atau juhud atau istihlal… terdapat kadar cukup bagi orang yang menginginkan hidayah.
Dan adapun ucapannya: “…maka hal yang wajib dilakukan terhadap orang yang seperti keadaan mereka adalah berpaling dan memberi nasihat dan bukanlah takfier dan hukum bunuh…!!! Seandainya mereka telah kafir dengan sekedar perbuatan mereka…” hingga akhir ucapannya.
Maka sudah ma’lum di kalangan setiap orang yang memiliki pengetahuan akan syari’at dan sirah Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana yang telah dituturkan oleh Ibnu Hazm dalam Al Muhalla, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dalam Ash Sharim Al Maslul dan Al Qadli ‘Iyadl dalam Asy Syifa; bahwa tidak ada perintah untuk membunuh orang-orang yang ada dalam ayat-ayat ini dan yang sebangsanya serta sikap Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membunuh mereka adalah tidak menunjukkan terhadap pemahaman yang diklaim dan disimpulkan oleh si pengklaim ini, karena perintah untuk berpaling dari orang-orang semacam mereka itu dan sikap tidak membunuh mereka hanyalah terjadi sebelum kokoh kekuatan kaum muslimin dan sebelum turun firman-Nya ta’ala: “Hai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafiq dan bersikap keraslah terhadap mereka. Tempat mereka adalah neraka jahannam dan itu adalah seburuk-buruk tempat kembali” (At Taubah: 73 dan At Tahrim: 9).
Syaikhul Islam telah menjelaskan dalam banyak tempat dari Ash Sharimul Maslul132 bahwa Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam sebelum turun ayat ini diperintahkan untuk bersabar terhadap penindasan mereka, berpaling dari mereka serta memaafkan; sampai kejayaan Islam menjadi sempurna setelah perang Tabuk dan kekuasaan Islam makin membesar, maka turunlah ayat ini dan yang semisalnya sebagai penghapus akan hal itu… sehingga tidak seorang kafir atau munafiqpun mampu menampakkan kekafirannya karena dia mengetahui setelahnya bahwa ia akan ditangkap dan dibunuh bila melakukannya. Oleh sebab itu adalah orang yang nampak darinya sesuatu dari hal itu setelah ayat ini, dia segera cepat menampakkan penyesalan dan peng-i’lan-an taubat, sehingga dia dibiarkan dan darahnya terjaga dengan hal itu. Syaikhul Islam telah menuturkan sebab-sebab lain kenapa Nabi tidak membunuhnya dalam fase itu, silahkan engkau rujuk kepadanya dan tadabburi-lah karena sesungguhnya ia sangat penting dan berfaidah dalam membungkam setiap mujadil (orang yang membela-bela) kaum kafir dan munafiq atau orang yang menuduh orang yang menampakkan kekafiran dari kaum munafiqin133, atau orang yang berdalil dengan hal itu atas ketidakkafiran orang-orang yang memperolok-olokan dien ini134 dan orang-orang yang berhakim kepada para thaghut dan kaum kafir lainnya.
Andai sekedar perintah berpaling dari orang-orang tersebut dan meninggalkan dari membunuh dan memerangi mereka pada suatu fase dari fase-fase dakwah Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam adalah layak untuk dijadikan dalil untuk suatu yang dimaksudkan oleh si penulis bahts tersebut serta girang dan terbang dengannya Al Halabiy; yaitu berupa klaim bahwa hal yang wajib adalah tidak mengkafirkan orang-orang yang berpaling dari syari’at Allah lagi berhakim kepada thaghut… tentulah layak begitu juga untuk berdalil dengannya atas sikap tidak boleh mengkafirkan dan memerangi kaum musyrikin dan kuffar secara keseluruhan… sama saja… Karena perintah untuk berpaling dari orang-orang kafir di dalam Kitabullah adalah banyak –sebelum turunnya ayat pedang- dan yang serupa dengannya berupa ayat-ayat perintah untuk memerangi orang-orang kafir dan kaum musyrikin seluruhnya serta sikap kasar terhadap mereka…
Seperti firman Allah ta’ala: “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa-apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik” (Al Hijr: 94).
Maka apakah boleh menurut orang-orang yang berakal berdalil dengan hal ini bahwa hal yang wajib itu adalah tidak mengkafirkan kaum musyrikin secara keseluruhan dan tidak boleh membunuh serta memerangi mereka secara muthlaq…!!! Sebagaimana yang dilakukan oleh si penulis baths dalam diktat ilmiyyahnya…!!! Di hadapan Syaikhnya Al Albaniy…!!! Dan dengan sepengetahuan Syaikh mereka Ibnu Utsaimin…!!! Sehingga dengan hal itu gugurlah jihad dan istisyhad…???
Suatu yang menjadi jawaban mereka atas hal ini maka ia adalah jawaban terhadap bahts mereka dan diktat mereka itu…
Dan serupa dengan itu firman-Nya ta’ala:
“Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak menginginkan kecuali kehidupan duniawi” (An Najm: 29).
Dan firman-Nya ta’ala:
“Ikutilah apa yang diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu, tidak ada ilah (yang hak) kecuali Dia dan berpalinglah dari kaum musyrikin” (Al An’aam: 106).
Dan firman-Nya ta’ala:
“Maka berpalinglah kamu dari mereka dan tunggulah, sesungguhnya mereka (juga) menunggu”. (As Sajdah: 30)
Dan ayat-ayat lain yang serupa.
Seandainya mereka mengklaim dalam bahts mereka ini bahwa berpaling pada hari ini dari orang-orang kafir adalah rukhshah yang boleh diambil pada kondisi ketertindasan atau pada saat tidak memungkinkan dari membunuh dan memerangi, tentulah mereka memiliki pendahulu dalam hal itu dari kalangan ahli ilmu…
Akan tetapi mereka menyebutkan bersama qatl (membunuh) masalah takfier yang meyakininya dan menganutnya tidak ada kaitan dengan kondisi ketertindasan, sehingga mereka datang dengan kejahilan dan kerancuan yang tidak seorangpun mendahului mereka kepadanya, dan mereka tegas-tegasan menyatakan kewajiban berpaling secara muthlaq dari takfier dan membunuh orang yang berpaling dari hukum Allah dan malah berhakim kepada thaghut. Ini adalah pendapat yang tidak pernah dikatakan oleh seorangpun yang paham dan mengetahui ushul syari’at, bahkan tidak berdalil dengan cara berdalil mereka yang rusak ini kecuali orang yang mencari-cari hal-hal yang samar lagi berpaling dari yang muhkam yang menjelaskannya.
Dan sudah ma’lum bahwa ini bukan jalan orang-orang yang mantap dalam ilmu dari kalangan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, akan tetapi ia adalah jalan orang-orang sesat yang Allah sebutkan di awal surat Ali ‘Imran:
“…Adapun orang-orang yang hatinya condong pada kesesatan, maka mereka mengikuti sebahagian ayat-ayat yang mutasyabihat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari takwilnya…” (Ali ‘Imran: 7).
Kita memohon keselamatan dan ‘afiyah kepada Allah…
Tinggal kami ingatkan di akhir ini bahwa orang-orang yang Allah sebutkan dalam ayat-ayat ini sebagaimana yang Allah tegaskan hanyalah berkehendak untuk berhakim kepada thaghut saja… namun demikian ternyata vonis terhadap mereka adalah apa yang telah engkau ketahui.
Maka bagaimana gerangan dengan orang yang memang ia betul-betul berhakim dalam semua urusannya, perselisihannya, perseteruannya kepada thaghut-thaghut lokal, regional dan internasional…??? Bahkan ia menyerahkan jalan hidup dan matinya serta kepemimpinannya kepada thaghut, dan dia menjadikannya pembuat hukum tertinggi sebagaimana yang ditegaskan oleh UUD mereka. Dia menjadikan qanun dan aturannya yang batil sebagai hukum yang berlaku dan yang dikedepankan dan yang benar-benar berkuasa dalam hal darah, jiwa, kemaluan, kehormatan dan harta bahkan ialah yang mengendalikan syari’at dan dien ini…???
Sebagaimana ia realita para penguasa hukum syirik hari ini…!!!
Perhatikan hal ini… dan jangan kamu tergolong orang yang terpedaya oleh gamelan dan penipuan Ahlut Tajahhum Wal Irja.
129 Yaitu berkehendak untuk berhakim kepada thaghut.
130 Hal (392) dari Kitab Fathul Majid Fi Syarhi Kitab At Tauhid.
131 Abu Bakar Al Jashshash berkata dalam (Ahkamul Qur’an): ”Dalam ayat ini terdapat dalil yang menunjukkan bahwa orang yang menolak sesuatu dari perintah-perintah Allah ta’aalaa atau perintah-perintah Rasul-Nya shalallaahu ‘alaihi wa sallam, maka ia itu keluar dari Islam, baik penolakannya:
- Dari sisi keraguan
- Ataupun meninggalkan penerimaan dan menolak dari pemasrahan”. Selesai
Dan telah lalu ucapan Syaikhul Islam dalam Minhaj As Sunnah 5/181 pada ayat yang sama: “Siapa yang tidak komitmen dengan hukum Allah dan Rasul-Nya dalam perselisihan yang ada di antara mereka maka Allah telah bersumpah dengan Diri-Nya bahwa ia itu tidak beriman”, dan ucapannya: “Dan siapa yang tidak komitmen dengan hukum Allah dan Rasul-Nya maka ia itu kafir”.
132 Silahkan lihat sebagai contoh hal 189, 178, 179, 220, 223, 237, 359 dan yang lainnya. Dan silahkan lihat sebelum itu Asy Syifa karya Al Qadli ‘Iyadl juz 2 dan Al Muhalla karya Ibnu Hazm juz 11. Dan saya telah menuturkan sebagian hal itu saat membantah terhadap syubhat semacam ini dalam Imta’un Nazhar Fi Kasyfi Syubuhat Murji-atil ‘Ashr di bawah judul (Syubhat bahwa Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam tidak mengkafirkan dan tidak membunuh orang yang memprotes terhadap putusannya dalam Syirajul Harrah, dan juga orang-orang munafiq yang menghalang-halangi (manusia) dari hukum Allah, serta orang yang berkata kepadanya “berlaku adillah”.
133 Dalam hal ini Ibnu Hazm telah membahas dengan panjang lebar dalam Al Muhalla juz 11.
134 Sebagaimana yang dilakukan sebagian Syaikh yang mengaku salafiy di mana mereka mengklaim bahwa orang-orang yang memperolok-olok para ahli Al Qur’an pada perang Tabuk itu tidaklah kafir dengan dalil bahwa Nabi shalallaahu ‘alaihi wa sallam tidak membunuh mereka… oleh sebab itu dia berkata: “Ini adalah dalil yang menunjukkan bahwa orang-orang yang memperolok-olok dienullah itu tidaklah kafir, kecuali bila dia menghalalkan perolok-olokan secara istihlal qalbiy…!!!” Dia mengatakan ini padahal sudah sangat jelas dan gamblang firman Allah ta’aalaa: “Jangan mencari-cari alasan, sungguh kalian telah kafir setelah kalian beriman” dan ini tidak ragu adalah di antara buah Irja, sedang telah shahih dengan zhahir firman Allah dalam surat Bara’ah dan dalam sebab-sebab turun ayat-ayat tersebut bahwa mereka telah menampakkan taubat dan penyesalan, dan bahwa mereka itu ada 2 golongan, satu golongan jujur dalam taubatnya sedang yang lain adalah dusta, namun taubat mereka itu bermanfaat bagi mereka di dunia ini untuk menjaga darah mereka seluruhnya. Adapun di sisi Allah, maka sungguh Dia swt telah memaafkan orang-orang yang jujur serta Dia mengancam yang dusta yang memaafkan sekelompok dari kalian, maka Kami menyiksa kelompok lain, dengan sebab sesungguhnya mereka itu orang-orang yang berdosa (kafir).
0 komentar: